Romo Wim van der Weiden MSF: Superior General, Penyapu Pekarangan dan Keraguan Orang tentang Kitab Suci (16)

0
852 views
Romo Wim van der Weiden MSF (Dok. Biara MSF/Wisma Nazareth Yogyakarta)

SEORANG Pater Superior General MSF bersedia ‘turun tahta’ dan kemudian menyapu halaman dan kebun? Ini memang ‘tidak biasa’ untuk tidak mau menyebut dengan kata lainnya: mengejutkan.

Ia datang membawa sapu,  membersihkannya,   dan baru kemudian menyapu pekarangan biara. Ia lalu mengumpulkan daun-daun pinus dengan sapu yang dia bawa.

Orang yang tiba-tiba keluar kamar dan kemudian datang membawa sapu itu seorang ahli Kitab Suci Perjanjian Lama, alumnus lembaga pendidikan bergengsi studi khusus bidang Kitab Suci –Institut Biblicum Roma– dan juga seorang Pemimpin Umum (superior general) MSF.

Dan orang istimewa  itu tak lain adalah Romo Wim van der Weiden MSF (1936-2017)

Prakarsa dari Pater Jenderal MSF

Sekali waktu, di Generalat MSF di Roma, Romo Wim  keluar dari kamarnya di  “markas besar” tarekat religius Kongregasi Imam Misionaris Keluarga Kudus (MSF) dan kemudian mulai  menyapu halaman pekarangan dan mengumpulkan daun-daun kering.

Baca juga:  Romo Wim van der Weiden MSF Berlaku Adil (15)

Saya menyaksikan kejadian itu di musim panas tahun 2004, saat saya baru saja menginjakkan kaki pertama kali tiba di Roma, Italia.

Romo Wim berinisiatif mengajak saya agar mau membersihkan kebun dan halaman bersama beberapa romo lain. Ketika saya menyapu di sampingnya,  kami berdua  mulai bercakap-cakap daam bahasa Indonesia .

Waktu itu, kami berdua menyapu jalan dekat kebun dan pintu perbang utama  di mana ada akses untuk mobil biasa keluar masuk Generalat MSF di Roma.

Menyapu dengan gaji tinggi

Di lokasi tempat kami berdua tengah asyik menyaput itu,  Romo Wim  berdiri dan berdiam sambil mau tertawa. Sejenak kemudian, beliau mulai  mengisahkan ‘cerita seru’ seperti ini.

Sekali waktu dan hal ini terjadi beberapa tahun sebelumnya, demikian ia mengawali kisah seru itu, Romo Wim  keluar kamar membawa sapu  dan kemudian  menyapu pekarangan Generalat MSF di lokasi dekat pintu akses utama.

Saat tengah asyik ‘menggoyangkan’ sapu itu,  tiba-tiba ada orang asing datang menemuinya dan mengajaknya bicara. Orang asing itu hanyalah seorang pejalan kaki –entah siapa—dan tanpa ba-bi-bu lagi orang tersebut itu lalu bertanya kepada Romo Wim kurang lebih begini:

  • “Apakah di sini Anda bekerja bagus dan bisa mendapat gaji baik? Kalau tidak, Anda bisa ikut saya,” kata Romo Wim kepada saya sembari tertawa renyah.
  • Maka Romo Wim pun menjawab langsung sang pejalan kaki itu dengan sangat ramah dan suara mantap: “Di sini (Generalat MSF di Roma) ini, saya biasa mendapat gaji sangat bagus,” kata Romo Wim menirukan ucapannya sendiri beberapa tahun sebelumnya.

Romo Wim mendapat kepercayaan MSF untuk memimpin Kongregasi Imam Misionaris Keluarga Kudus mulai tahun 1995 dan beliau memegang tugas penting ini selama dua kali periode.

Saya baru datang menginjakkan kaki di Roma tahun 2004.

Meneladani Jean Berthier

Dengan menyapu, Romo  Wim sebenarnya ingin menghayati apa yang dia ajarkan kepada para MSF lainnya tentang Bapak Pendiri Kongregasi MSF: Jean Berthier.

Mengutip ajaran Bapak Pendiri MSF Jean Berthier itu,  Romo Wim sering mengatakan bahwa kerja tangan seperti menyapu  itu tidak akan ‘menodai’ tangan seorang religius, bahkan tangan seorang imam sekalipun. Dengan menyapu itu,  ia sudah mendapatkan upah istimewa: rasa sukacita.

Puluhan tahun sebelumnya, Romo Wim sudah terbiasa melakukan kegiatan rumahan yang sungguh sangat remeh temeh tersebut. Menurut omongan para imam MSF senior, Romo Wim sudah terbiara menyapu halaman demi halaman kampus bergengsi di dunia untuk program studi khusus Kitab Suci yakni Institut Biblicum di Roma.

Kurun waktu yang panjang itu adalah tahun 1963–1968 yang menurut Romo Wim sendiri sering beliau sebut dengan perasaan sukacita rohani  sebagai “tahun-tahun penuh rahmat” bagi beliau.

Tahun-tahun berikutnya, Romo Wim akhirnya berhasil merampungkan program studi doktoral di bidang KS dan kemudian sudah ‘ganti profesi’  menjadi seorang dosen. Selanjutnya, sejak tahun 1969 hingga tahun 2015, beliau telah dengan setia mengajarkan ilmu dan hikmat Kitab Suci kepada ribuan mahasiswa dan umat dengan riang-gembira.

Menyapu keraguan

Bagi saya, Romo Wim van der Weiden MSF sungguh telah benar-benar serius berupaya ‘menyapu’ keraguan setiap orang  mengenai Kitab Suci.

Baca juga:  Romo Wim van der Weiden MSF Jadikan Kitab Suci Lebih Hidup, Konteks Kitab Mazmur (14)

Untuk mission sacrée seperti itu, dalam setiap kesempatan mengajar di ruang kuliah dan kesempatan lain di luar kampus,  Romo Wim selalu berupaya ingin menjelaskan satu ayat pun dengan sebaik-baiknya.

Pada kesempatan merayakan  pesta emas HUT  50 tahun tahbisan imamatnya di Yogyakarta di tahun 2011 lalu, Romo Wim pernah sedikit ‘curhat’ kepada saya melalui media email tentang satu hal ini. Yakni,  hal- ikhwal ‘buah kebajikan’ telah bisa melakoni hidup selama 46 tahun sebagai dosen pengajar  Kitab Suci Perjanjian Lama; dulu di kampus Insitut Filsafat Teologi (IFT) Kentungan dan kemudian di Fakultas Teologi Wedabakti (FTW) Universitas Sanata Dharma (USD).

Pencetak Uskup dan Kardinal

Kurang lebih begini konten isi hati relung perasaanya  yang terdalam dan hal itu telah menjadikannya hidup bahagia tanpa ragu. Sepanjang 46 tahun kariernya menjadi dosen KSPL itu, kata Romo Wim waktu itu, beliau sudah  berkesempatan ikut ‘membentuk’ dalam proses formatio (pendidikan calon imam) bagi  sedikitnya 2.000-an imam, 30 calon uskup, dan seorang calon kardinal.

Tentang hal itu harus dicatat keterangan berikut ini.

Ketika menjadi dosen KSPL untuk para  frater mahasiswa dari  berbagai diosesan dan aneka tarekat religius di IFT Kentungan dan kemudian di FTW-USD itu, Romo Wim bersama kolega imam dosen lainnya turut andil telah ‘menjadikan’ para frater itu akhirnya menerima tahbisan imamat dan kemudian mereka menjadi imam.

Mereka itu adalah para frater calon imam diosesan KAS, KAJ, Keuskupan Purwokerto, Keuskupan Agung Makassar, Keuskupan Ketapang (waktu itu sebelum pindah ke STFT Widyasasana Malang), Ordo Serikat Jesus (Jesuit), Ordo Fratrum Minorum (OFM), Kongregasi SCJ, Kongregasi MSF, dan lainnnya. Dari ribuan frater diosesan dan aneka tarekat religius yang akhirnya ditahbiskan imam itu, beberapa di antaranya –siapa pernah mengira—kalau sekali waktu akhirnya ditunjuk Tahta Suci Vatikan menjadi Uskup dan Kardinal.

Para uskup hasil didikan almarhum Romo Wim van der Weiden MSF di antaranya adalah:

  • Ignatius Suharyo Pr (KAS dan kemudian KAJ).
  • Johannes Liku Ada’ Pr (Keuskupan Agung Makassar).
  • Adrianus Sunarko OFM (Keuskupan Pangkalpinang).
  • Robertus Rubiyatmoko Pr (KAS).
  • Edmund Woga CSsR (Keuskupan Weetebula, Sumba).
  • Johannes Pujasumarta Pr – alm. (Keuskupan Bandung, KAS).
  • Pius Riana Prapdi Pr (Keuskupan Ketapang, Kalbar).
  • Agustinus Agus Pr (Keuskupan Sintang dan kemudian Keuskupan Agung Pontianak, Kalbar).
  • Blasius Pujaraharja Pr (Keuskupan Ketapang).
  • Aloysius Sutrisnaatmaka MSF (Keuskupan Palangkaraya, Kalteng).
  • Yustinus Harjosusanto MSF (Keuskupan Tanjung Selor, Keuskupan Agung Samarinda, Kaltim).
  • Aloysius Sudarso SCJ (Keuskupan Agung Palembang).
  • Petrus Boddeng Timang Pr (Keuskupan Banjarmasin, Kalsel).
  • Paskalis Bruno Syukur OFM (Keuskupan Bogor).
  • Kardinal Julius Darmaatmadja SJ (KAS, KAJ).

Ketika para uskup dan Kardinal itu tengah belajar di IFT Kentungan, siapa sangka bahwa di kemudian hari para frater yang pernah mendengarkan  bahan kuliah KSPL dari Rom Wim ini akan menjadi Uskup dan Kardinal.

Sekedar catatan, Mgr. Julianus Sunarka SJ tidak masuk hitungan kelompok ini, karena beliau  belajar teologi di Negeri Belanda. Para uskup lainnya belajar teologi di tempat lain.

Baca juga:  In Memoriam Romo Wim van der Weiden MSF:  Sang Pencetak Ribuan Imam dan Uskup Indonesia (3)

Maka benar sekali yang telah dihayati oleh almarhum Romo Wim –imam sederhana kelahiran Waalwijk, Belanda, 5 April 1936 ini—sebagaimana hal itu muncul dalam seruan motto tahbisan imamat:  Tuhanlah yang telah memilihnya dan kemudian menetapkan supaya pergi dan menghasilkan buah (Yoh 15:16).

Menyisir dokumen MSF seluruh dunia

Sebagai Pater Jenderal MSF selama bertahun-tahun hidup, yang saya dengar dan lihat sendiri di Roma adalah rutinitas  pekerjaan Romo Wim. Yakni, beliau selalu tekun ‘menyisir’ setiap konten halaman-halaman arsip dan dokumen  para anggota MSF di seluruh dunia.

Setelah itu, baru kemudian Romo Wim memutuskan pergi melalang buana untuk mengunjungi  setiap tempat di mana para MSF berada dan  berkarya. Perjalanan nan jauh itu dia lakukan di negara-negara dekat Kutub Utara hingga dekat Kutub Selatan, dari Barat hingga Timur.

Yang selalu saya dengar adalah kesaksian para MSF yang pernah disapa Romo Wim saat melakukan visitasi resmi itu. Kata mereka, Romo Wim selalu mengunjungi  rumah-rumah atau biara MSF namun –yang terpenting bagi mereka – adalah ‘tradisi personal’ Romo Wim yang selalu ingin menyapa mereka secara personal.

Kasih itu menyelamatkan

Di manapun berada, Romo Wim selalu bersemangat ingi mewartakan hikmat Tuhan yang dia petik dari Kitab Suci: Kasih yang menyelamatkan. Ia membaca Kitab Suci bersamaan dengan membaca jiwa-jiwa yang dia jumpai pada hidup sehari-hari dengan sikap hormat dan cinta.

Maka sangat benarlah rumusan kata-kata dari St. Gregorius Agung bahwa Kitab Suci itu tumbuh bersama setiap insan yang membacanya.

Dan menurut saya, Romo Wim van der Weiden MSF telah membaca dengan tuntas seluruh isi Kitab Suci itu dan kemudian mengamalkan ‘spiritualitas’ Kitab Suci  itu ke dalam hidupnya sehari-hari sebagai seorang religius, imam MSF, konfrater, saudara, guru, dan dosen.

Berkat jasa dan pendampingannya, Kitab Suci bukan lagi sebuah ‘rimba studi’ yang menakutkan. Lebih dari itu, Kitab Suci ini kini  sudah menjadi  taman yang indah, yang  perlu semakin diakrabi, dipelihara, dan  isinya ‘disapu bersih’ dengan sukacita.

Tuhan Sang Hikmat telah memanggil Romo Wim van der Weiden MSF di hari Minggu pagi pukul 07.15 WIB –bertepatan dengan Hari Raya Kristus Raja—pada tanggal 26 November 2017.

Terima kasih. Selamat Jalan Romo Wim van der Weiden MSF.

Kali ini, saya ingin menirukan kata-katamu sendiri,  saat engkau pergi mengantar para romo, bruder, segenpa sahabat MSF yang hendak  berangkat dari  Bandara Fiumicino di Roma untuk meninggalkan Italia –entah kemana—sembari melambaikan tangan.

Dan kata-kata itu tepat kuucapkan juga saat ini: “Selamat Jalan, Buon Viaggio.”

Semarang 27 November 2017

Yohanes Risdiyanto MSF — Sekretaris Propinsi MSF Jawa

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here