Saudara

0
207 views
Ilustrasi: Indahnya persaudaraan. (Dok. Generalat Suster AK Ungaran)

BETAPA indahnya hidup bersama sebagai saudara. Demikian bunyi kidung kuno, Kitab Mazmur. Memang, sebagai makhluk sosial manusia membutuhkan saudara dan persaudaraan.

Walau memiliki anak tunggal bukan hal negatif, alangkah baiknya keluarga mempunyai minimal dua. Di sana anak-anak belajar tumbuh sebagai saudara dan berbagi lewat hidup sehari-hari.

“I grew up with six brothers. That’s how I learned to dance – waiting for the bathroom.” (Bob Hope)

Semangat berbagi dalam keluarga melandasi rasa peduli tatkala hidup dalam lingkup yang lebih luas. Anak-anak yang dibekali sikap rukun-damai dan bebas intoleransi tumbuh sebagai pilar-pilar kerja sama dan gotong-royong dalam masyarakat yang bersatu rekat-erat-kuat.

Persaudaraan sejati terbentuk dalam relasi yang bebas dari segala bentuk eksklusi atau mental dan sikap yang suka mengecualikan. Persaudaraan sejati itu inklusif, karena pada hakikatnya semua manusia berasal dari satu sumber yang sama, yakni Tuhan. Segala macam perbedaan itu hanyalah lapisan permukaan dan serba kebetulan.

Membangun persaudaraan sejati mesti berdasar kesadaran bahwa semua orang berasal dari SATU dan bakal kembali kepada SATU. Satu-satunya cara adalah dengan melaksanakan kehendak Tuhan, SANG MAHASATU. Karena itu, hanya mereka yang melakukan kehendak Tuhan layak disebut saudara dan saudari.

Apakah kehendak Tuhan? Mencintai. Karena berasal dari satu SUMBER CINTA yang sama, setiap orang berbakat mencintai. Yang berkehendak baik, tulus dan “natural” mudah mewujudkan dan menghayatinya.

Sebaliknya, ketika bakat alamiah itu tercemar oleh kepentingan ekonomi dan politik egoistik yang dangkal, persaudaraan itu menjadi amat sangat mahal. Orang seperti tidak lagi saling kenal. Hidup saling menjegal. Masyarakatnya dihinggapi sakit mental.

Malang, 29 Januari 2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here