Silaturahmi Hari Kedua: Belajar Tari Sufi

0
523 views

SEMARANG (Kamis, 7/7/2016). Hari kedua Perayaan Idul Fitri 1437 H kutandai dengan melanjutkan Silaturahim ke warga dan tokoh masyarakat yang beragama Islam di sekitar Gereja St. Yakobus Zebedeus Pudak Payung. Kudatangi yang masih mungkin didatangi, yakni yang ada di rumah dan bisa dijumpai. Ada Pak Slamet dan Bu Ida dan Bu Kasih dan KH Zanuri. Yang lain belum bisa kudatangi karena tidak berada di tempat. Itu kulakukan dari pukul 12.00 siang hingga 14.00 wib.

Kecuali KH Zanuri, nama-nama yang kusebut itu baru kali itu kukenal. Meski demikian, mereka ramah menyambutku. Bahkan mereka ternyata sudah tahu diriku dan menyebutku, “Romo!” Saat kutiba di rumah mereka, mereka langsung menybut, “Mari Romo. Silahkan masuk.”

Mereka menyambutku dengan hangat dan ramah. Saat kuhaturkan “Selamat Hari Raya Idul Fitri. Mohon maaf lahir dan batin,” mereka pun menyahut, “Kami juga mohon maaf Romo, bila selama ini ada salah-salah kami…” Sejenak kunikmati kacang bawang yang dihidangkan sambil bercanda dengan Si Kecil Lala, salah satu putri bungsu Pak Slamet yang ternyata berasal dari Banyakprodo, Tirtomoyo, Wonogiri.

Pada kesempatan Silarurahmi hari ini di Pudak Payung, kusapa pula Bu Kasih, yang sedang menderita stroke dua tahun ini. Dengan susah payah Beliau hendak berbicara namun lidahnya kelu. Tangan kanannya pun kaku. Maka kujabat tangan kirinya yang masih bisa bergerak seraya kuucapkan: Selamat Hari Raya Idul Fitri.

Ditemani Mas Bond 007, saya berkeliling berjalan kaki dari rumah yang satu ke rumah yang lain. Terakhir yang bisa kukunjungi dan berjumpa adalah Pak Haji Zanuri, tokoh Muslim di depan Gereja Pudak Payung yang amat bijaksana dan baik hati. Beliau amat berterima kasih atas suasana kerukunan dan persaudaraan yang kita bangun bersama belakangan ini.

Berhubung beberapa tokoh Muslim lain yang akan kusowankunjungi sedang tidak berada di rumah, maka, bersama Bond 007 saya meluncur ke Pondok Pesantren Al-Islah di Meteseh, Tembalang, sowan Kiai Budi Maulana Harjono Al-Jawi. Biasanya kubersilaturahmi ke Beliau di hari pertama Idul Fitri. Namun kali ini baru bisa bersilaturahmi di hari kedua ini tanpa mengurangi rasa hormat, Cinta dan Persaudaraan kami.

Seperti biasa Beliau menyambut dengan sangat ramah dan penuh Cinta bersama seluruh keluarga, istrinya – Nyai Umi – dan ketujuh anak-anaknya yang sudah kukenal sejak dua belas tahun lalu. Bahkan saat melihat bahwa diriku tampak lelah dan ngantuk, tanpa sungkan-sungkan Kiai Budi menyuruhku rebah dan lalu dipijitnya daku.

Berita - 7 Juli 2016 - Pic 2

Dan ternyata, ini yang sungguh luar biasa. Justru silaturahmi ini berbuah manis sebab saya boleh leluasa belajar menari Sufi dengan segala pemaknaan rohaninya. Sesudah tiga putaran laguku “Kuasa-Mu Sempurna” mengiringi tarian kami, ternyata serasa seperti bermain badminton tiga set membuatku basah kuyup berkeringat, Kiai Budi menghadiahiku kaos camping gunung berlukiskan Penari Sufi. Dan, spontan, baju kolar warna putihku itu, yang bila tanpa Kolar Imam Roma berbentuk laksana baju koko, – yang basah kuyup keringatku – kuserahkan kepada Kiai Budi sebagai penanda cinta sederhana. Beliau menerimanya dengan sukacita. Alhamdulillah. Puji Tuhan.***

Berita - 7 Juli 2016 - Pic 3

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here