Stroke, Sumber Rahmat akan Penyelenggaraan Ilahi? (3)

0
1,112 views

HANYA saja, dua jam setelah pemeriksaan, saya tak juga diapa-apakan.

Belakangan saya baru sadar, ketika setelah dua jam diperiksa tensi, ternyata juga tidak ada tindakan medis yang signifikan dilakukan oleh para awak kesehatan rumah sakit ini.  Rupanya karena belum ada tandatangan dan pemberian down payment, maka RS ini belum bergeming terhadap saya.

Money talks. Tindakan medik akhirnya dikerjakan, setelah ada jaminan dari teman-teman hingga akhirnya saya dipindahkan ke Health Care Unit untuk dilakukan observasi medik lanjutan: CT Scan. Hasilnya mengejutkan: ada sumbatan di otak kanan hingga menyebabkan bagian kiri tubuh menjadi lumpuh tiba-tiba. Indikasi lainnya: gaya bicara saya juga mulai cedal. Singkat kata: stroke yang menjadi momok setiap orang sudah di depan mata!

Setelah saya mulai bicara dengan nada lebih jelas , kepada dokter saya tanyakan apa yang menjadi pemicu saya mengalami seperti itu. Jawaban dokter mengejutkan: kadar gula dalam darah cukup tinggi. Lah ini kontradiktif dengan hasil laboratorium tahun 1990-an ketika dokter memberitahu saya menderita kadar gula terlalu rendah hingga sekali waktu pernah jatuh di kamar mandi dan tak sadarkan diri. Karena analisis itulah, sejak itu saya makin mengakrabi semua makanan manis-manis. Dasar saya sendiri juga suka yang manis-manis he…

Penyelenggaraan ilahi

Berbaring di RS menjadi hari-hari paling menjemukan. Di sana dalam situasi fisik sangat lemah, saya tidak bisa berbuat lain kecuali membiarkan lengan saya menerima banyak tusukan suntikan obat.Pergelangan tangan bagian atas diinfus, harus bisa buang air dalam kondisi tidur melalui kateter.

Saya dibuat frustrasi menerima kondisi seperti itu. Belum lagi ”kabar sengit” memberitahukan saya terkena stroke! Ditambah komentar teman-teman yang mengolok saya kok ya bisa sakit. Padahal, demikian olokan para sahabat, hidup saya boleh dibilang sangat tertib mengatur ritme hidup dan cukup terkendali dalam hal makan-minum dan berolah raga secara teratur.

Akhirnya, sekali waktu Uskup Bogor datang berkenan mengunjungi saya di RS. Kepada saya, monsinyur membisikkan kalimat seperti ini:  ”Stanis, usiamu sudah 64 tahun. Coba bayangkan organ-organ tubuhmu sudah bekerja selama itu, tapi apakah sudah kamu pelihara dengan baik? Kalau toh sudah kamu pelihara dengan baik pun,  kondisinya juga   tentu tidak bisa lagi menjadi saat umurmu masih 17 tahun”.

Kalimat yang kedua diucapkan monsinyur saat beliau hendak meninggalkan zal ruangan perawatan. Sembari memberi sebuah rosario yang beliau berkati sendiri,  Uskup Bogor ini kembali berucap: ”Seringkali waktu seperti ini merupakan saat-saat yang sangat baik untuk merefleksikan perjalanan hidup kita”.

Permenungan panjang

Setelah beliau pulang dan begitu pula para sahabat lain, saya mulai tergerak untuk melangkah pada babak kehidupan batin yang baru. Saya memutuskan ingin memulai  sebuah perjalanan permenungan panjang.

Yang saya lakukan tak lain adalah mulai membaca teks kitab suci. Ada 2 nahas KS yang tiba-tiba menyentuh saya. Teks KS pada Kitab Ayub menjadi perhatian kata; katanya: ”Dengan penderitaannya, ia ditegur di tempat tidurnya, …” (Ay 33:19a).

Teks lainnya adalah Kitab Amsal yang berbunyi:  ”Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya, ….” (Am 18:14a).

Kedua teks ini makin mendorong saya melaksanakan permenungan panjang dengan sungguh-sungguh. Yang saya lakukan adalah tanpa henti memohon rahmat, pendampingan, dan kekuatan ilahi untuk menemukan hal-hal baru yang barangkali akan saya temukan dalam ”retret pribadi panjang” waktu itu. (Bersambung)

Artikel terkait:

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here