Suster OSA Merintis Karya Asrama dan Kesehatan di Tumbang Titi, Kalbar: OSA Jadi Berkah Berlimpah bagi Congregatio Passionis (7)

0
616 views
Karya rintisan suster OSA di Tumbang Titi adalah layanan kesehatan di poliklinik, pendidikan non formal keterampilan khas perempuan dan asrama. (Dok. OSA/Repro MH)


SUDAH sejak tahun 1950-an, gerakan misi para misionaris asing di Kalimantan Barat –teristimewa di wilayah (sekarang) Kabupaten Ketapang—dengan sangat mudah “dicurigai” oleh kelompok masyarakat non Kristiani. Mulai dari isyu tentang upaya Kristianisasi maupun kontek berita hoaks lainnya.

Kisah tentang tantangan hidup sosial ini bukan “karangan”, melainkan sebuah kisah nyata sebagaimana dialami oleh para pastor misionaris Congregatio Passionis (CP).

Dalam sebuah wawancara di Nederland tahun 2005, Pastor Mauritius Mestrom CP menerangkan situasi dan kondisi sosial politik Ketapang di tahun 1950-an.

Para suster misionaris OSA yang bekerja sebagai perawat di RS Daerah Ketapang milik Pemerintah RI mulai bulan Desember 1959. (Dok OSA/Repro MH)

Memutus kecurigaan

Kehadiran lima suster OSA yang merintis karya kesehatan dengan bekerja purna waktu sebagai perawat di RS Daerah Ketapang di akhir tahun 1949, demikian kata Pastor Mauritius Mestrom CP, membawa lembaran baru yang mencerahkan publik.

Masa waktu sebelum akhir tahun 1949, karya misi para pastor CP di berbagai belahan daerah di Ketapang sering menjumpai tantangan dan kesulitan dalam menjalin relasi sosial dengan kelompok masyarakat lokal non Kristiani. Ada suasana kurang bersahabat terjadi di sana.

Dua suster OSA mulai merintis karya dan biara di Tumbang Titi di bulan Juli 1953. Mereka adalah Sr. Desideria OSA membuka layanan poliklinik, sementara Sr. Euphrasia OSA mengurus rumah tangga poliklinik dan biara. (Dok OSA/Repro MH)

“Namun, dengan terlibatnya tiga suster misionaris OSA yang bekerja secara purna waktu di RS Daerah Ketapang milik Pemerintah RI, maka kesan curiga kepada para pastor misionaris CP itu mulai bisa berangsur surut,” ungkap Pastor Mauritius Mestrom CP dalam sebuah wawancara di Nederland tahun 2005.

Sekedar tahu saja, bahwa ketiga suster misionaris OSA itu semuanya 100 persen berwajah sangat bule. Ketiga suster OSA yang menjadi tenaga medik sebagai perawat itu adalah Sr. Maria Paolo OSA, Sr. Desideria OSA, dan Sr. Mathea Bakker OSA.

Tiga suster OSA merintis karya di Tumbang Titi mulai Juli 1953: Sr. Desideria OSA, Sr. Euphrasia Laan OSA, dan Sr. Prudentia OSA. (Dok OSA/Repro MH)

Meski masuk kategori “pekerja migran” dengan wajah-wajah sangat bule dari Negeri Belanda, kata Pastor Mauritius CP, kehadiran ketiga suster misionaris OSA di RS Daerah Ketapang milik Pemerintah RI itu sungguh diterima sangat baik.

Ketiga suster “asing” itu berhasil menjalin relasi sosial sangat baik dengan semua pasien dari berbagai lapisan masyarakat; baik mereka Kristiani maupun bukan. 

Pastor Mauritius Mestrom CP. (Dok OSA/Repro MH)

Dengan begitu, kata Pastor Mauritius Mestrom CP, kecurigaan atau syak prasangka yang sebelumnya sering muncul atas kehadiran para misionaris asing itu semakin lama semakin hilang.

“Itu terpupuskan oleh keramahtamaan dan performa kerja ketiga suster misionaris OSA selama menjadi tenaga medis sebagai perawat di RS Daerah Ketapang yang nota bene 100 % milik Pemerintah RI,” tegas Pastor Mauritius Mestrom CP.

Karena itu, hadirnya para suster OSA sebanyak tiga orang di RS milik Pemerintah RI itu menjadikan karya pastoral yang diampu oleh para pastor misionaris CP di Ketapang menjadi lebih mulus dan lancar.

Hubungan sosial konstruktif di Tumbang Titi

Hal sama juga kemudian terjadi di Tumbang Titi pada pertengahan tahun 1953. Ketika itu, Pemimpin Biara OSA Ketapang Sr. Wulfrana OSA telah resmi mengutus dua suster muda OSA yakni Sr. Euphrasia Laan OSA dan rekannya Sr. Desideria OSA agar segera meninggalkan Ketapang dan berangkat ke Tumbang Titi.

Sr. Desideria OSA yang sebelumnya bekerja sebagai perawat di RS Daerah Ketapang milik Pemerintah RI di “pusat kota” mulai pertengahan tahun 1953 harus segera merintis karya poliklinik di Tumbang Titi. Karya baru di Tumbang Titi ini merupakan hasil warisan peninggalan tenaga medik Belanda yang harus pulang ke Tanahairnya di Nederland.

Dua suster OSA mengajak orang lokal di Tumbang Titi bekerja mengolah lahan. (Dok OSA/Repro MH)
Suster OSA merawat pasien anak di RS Daerah Ketapang. (Dok OSA/Repro MH)

Sr. Euphrasia Laan OSA didapuk harus mengatur urusan keberlangsung asap dapur dan kebutuhan “biara” plus poliklinik Tumbang Titi.

Karya rintisan di bidang layanan kesehatan oleh kedua suster misionaris perintis misi di Ketapang dan di Tumbang Titi ini menjadi semakin lengkap lagi. Itu karena hadirnya dua tenaga muda OSA lainnya yang langsung datang dari Nederland: Sr. Adriana OSA dan Sr. Prudentia OSA.

Dua suster OSA dengan penduduk lokal di Tumbang Titi. (Dok OSA/Repro MH)

Mereka berdua berhasil tiba di Tumbang Titi di bulan Agustus 1954.

Masing-masing datang membawa tugas berbeda.

  • Sr. Adriana OSA diminta membantu karya kesehatan, namun itu hanya berlangsung hingga bulan November 1954 dan seterusnya dia kembali ke Ketapang.
  • Sr. Prudentia OSA mendapat tugas besar yakni merintis karya pendidikan kursus keterampilan rumah tangga khas untuk remaja perempuan dan asrama.
Peserta kursus keterampilan khas perempuan di Tumbang Titi. (Dok OSA/Repro MH)
Suster OSA yakni Sr. Desidera dan Sr. Euphrasia mengajak penghuni asrama berkebun. (Dok OSA/Repro MH)

Menurut Pastor Mauritus Mestrom CP, kehadiran para suster OSA yang merintis karya kesehatan dan pendidikan keterampilan khas remaja perempuan dan berikutnya karya asrama itu memberi peran penting bagi Congregation Passionis (CP).

Para pastor dan bruder CP ini  punya “ladang pastoral” di wilayah yang sama yakni di Tumbang Titi.

Kesan baik masyarakat atas kehadiran para suster misionaris OSA di Ketapang itu juga mulai dirasakan warga lokal beda keyakinan religius di Tumbang Titi. Dan inilah yang menjadikan karya pastoral para pastor CP di Tumbang Titi mulai bisa meretas jalan lebih lapang.

Impas sudah

Di akhir tahun 1949, lima suster OSA datang masuk ke Ketapang atas “promosi” para pastor CP.

Para remaja putri penghuni asrama yang sejak tahun 1954 dirintis keberadaannya oleh Sr. Clementina OSA. (Dok OSA/Repro MH)

Kini mulai pertengahan tahun 1953 dan kurun masa waktu selanjutnya, para suster misionaris OSA itu pun juga telah menjadi berkah berlimpah bagi para pastor CP yang meretas karya pastoral, baik di Ketapang dan di Tumbang Titi.

Ibarat dunia dagang dalam urusan “hutang-piutang”, maka di sini jadi impas sudah. Kini, kedua tarekat religius itu bisa saling membantu dan bekerjasama guna bisa langsung mengisi “ruang-ruang kosong” agar jarak sosial di tataran masyarakat karena beda keyakinan religius itu semakin berkurang.

Tentang hal itu, demikian kesimpulan Pastor Mauritius Mestrom CP,  kehadiran para suster misionaris OSA itu ternyata juga telah menjadi berkah besar bagi Congregatio Passionis (CP). (Berlanjut)

Sr. Adriana OSA di Tumbang Titi mulai bulan Juni-November 1954. (Dok OSA/Repro MH)
Sr. Prudentia OSA mulai berkarya di Tumbang Titi sejak bulan Juli 1954. (Dok OSA/Repro MH)
Para suster OSA dengan remaja puteri pengikut kursus keterampilan khas remaja putri dan penghuni asrama Tumbang Titi. (Dok OSA/Repro MH)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here