Tanggalkan Jubahmu Yoh. 13, 1–15: Perbuatlah Ini Menjadi Peringatan akan Aku

0
1,035 views
Perjamuan Terakhir --ilustrasi gaya seni Cina by Ist

PERINTAH Yesus: “Perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!” menghidupkan kembali cerita yang sempat viral di pertengahan Maret 2020. Banyak mata jurnalis dunia tertuju ke daerah Casnigo, dan cerita tentang seorang imam di saat pandemi Corona menjadi terkenal di seluruh dunia.

Saya memulai refleksi ini dengan kembali mengenang sosok ini, bukan karena kepahlawanan yang dilakukannya yang faktanya masih diperdebatkan. Melainkan  karena kesaksian banyak orang tentang sosoknya, yang tentu mendukung cerita heroiknya.

Pada perayaan Ekaristi Agung, Perjamuan Malam Terakhir ini, saat Sang Tokoh Agung mengajarkan tentang arti “Mengambil-Bagian-Dalam-Aku“ dengan menanggalkan jubah-Nya dan membasuh kaki para murid, ada baiknya kita mengawalinya dengan berkisah ulang tentang seorang imam, bagaimana ia memberi dirinya bagi sesama.

Klerikalisme

Imam Katolik, hirarki Gereja, dalam waktu akhir-akhir ini mendapat kritikan dari berbagai arah. Orang menyebutnya dosa-dosa klerikalisme.

Tapi ketika panggilan religus dan kehidupan membiara dikritik dan, seperti di Eropa, tidak memiliki daya magnit yang besar lagi bagi kaum muda, ketika banyak biara ditutup, ada kesaksian istimewa yang membuka mata kita, bahwa panggilan hidup seperti ini memberi inspirasi di tengah dunia yang makin kehilangan inspirator cinta.

Kehadiran seorang pastor yang luar biasa disebuah paroki di Italia adalah satu fakta bahwa di tengah melemahnya reputasi imamat, toh masih ada gembala yang memberi diri untuk domba-dombanya. Dan tentu masih ada beribu-ribu di luar sana yang melakukan tindakan kasih demi mereka yang dilayaninya.

Dia adalah Pastor Giuseppe Berardelli. Berumur 72 tahun. Ia adalah Pastor Paroki di kota Casnigo.

Pihak Rumah Sakit di Lovere, Bergamo, kota yang cukup parah terinfeksi virus corona dan menurut cerita wilayah ini termasuk yang kehidupan menggerejanya masih aktif di Italia, mengatakan bahwa Pastor Berardelli menolak menggunakan alat bantu pernapasan.

Rekan imamnya, Pater Giulio Dellavite, mengatakan keyakinannya: “Almarhum akan memberikan alat bantu pernapasan kepada yang lebih muda jika dia punya kesempatan.”

Sebagai penghormatan kepada Pastor Parokinya, warga Casnigo dari jendela atau balkon rumahnya bertepuk tangan saat mobil jenasah Pastor Berardelli keluar dari Rumah Sakit untuk dibawa ke pemakaman.

“Ia adalah orang yang jujur dan sederhana, ramah dan membantu semua orang, baik orang beriman maupun yang tidak beriman,” kata Giuseppe Imberti, Walikota tempat Berardelli tinggal.

Pastor Berardelli adalah seorang imam, yang selalu mendengarkan semua orang. Dia tahu, bagaimana menjadi pendengar setia. Setiap orang yang datang kepadanya, tahu, bahwa bantuan darinya selalu diperhitungkan.

Pembasuhan kaki sebagai pelayanan cinta

Hari ini, Gereja sejagat mengenangkan Perjamuan Malam Terakhir yang dibuat oleh Yesus dengan para muridNya. Sangat mengejutkan bahwa penginjil Yohanes tidak mengisahkan tentang “peletakkan dasar Ekaristi” dalam Injil yang ditulisnya.

Tentu saja, Yohanes juga berbicara tentang perjamuan; tetapi tidak seperti Penginjil Sinoptik (Matius, Markus, Lukas) dan Rasul Paulus, ia tidak mengisahkan tentang “Pelembagaan Perayaan Ekaristi”.

Apakah Yohanes lupa?

Tentu tidak. Saat Penginjil lain pada tempat yang sama mengisahkan perjamuan malam terakhir, Yohanes mengisahkan tentang pembasuhan kaki para murid.

Kesamaan para Penginjil dan Rasul Paulus ditemukan dalam “mandat” Yesus.

Perintah Yesus ini ditulis Paulus dalam 1Kor 11:24-25: “Perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!”. Sedangkan dalam Yohanes  “Perbuatlah seperti yang telah Kuperbuat padamu.” (Yoh. 13:15).

Sama seperti perjamuan Ekaristi adalah perjamuan cinta, demikian juga pembasuhan kaki adalah pelayanan cinta. Orang Kristiani dipanggil untuk mempraktikkan keduanya, untuk semua generasi, sebagai tanda bahwa kita adalah pengikut Kristus.

“Maka bangunlah Yesus dan menanggalkan jubah-Nya”

Penginjil Yohanes memulai kisah pembasuhan kaki dengan kalimat “Yesus sudah tahu bahwa saatnya sudah tiba, …Maka bangunlah Yesus dan menanggalkan jubah-Nya.“

Kata kerja τὰ ἱμάτια (tá imátia) dalam Yoh. 13,4 berarti “menanggalkan“ dipakai dalam Yoh 15,13 dengan arti “menyerahkan nyawanya“.

Itu berarti tindakan menanggalkan jubah yang dilakukan Yesus adalah tanda kesiapsediaanNya untuk memberikan nyawaNya bagi umat manusia.

Tindakan Yesus selanjutnya, setelah Ia menanggalkan jubahNya, adalah membasuh kaki para muridNya.

Dan seperti kepada Petrus, Yesus menegaskan kepada kita “Engkau tidak akan mendapat bagian bersama Aku” jika kita tidak bersedia dibasuh olehNya.

Kita hidup dalam dunia yang begitu materialistis dan egoistis. Setiap kita ingin terus “memakai jubah” kekuasaan, keangkuhan, kesombongan dan kehebatan kita. Kita lebih senang menjadi tuan bagi sesama.

  • Jubah ingat diri dan tidak peduli dengan sesama bisa terlihat secara khusus di masa Corona ini, di mana perintah untuk tinggal, doa, belajar/kerja di rumah tidak dihiraukan.
  • Jubah egoisme ini membuat kita lupa untuk menjadi berarti bagi sesama. Karena itu kita diundang untuk dibasuh kembali oleh Yesus, agar kita “dibersihkan” dari jubah masa bodoh, egoisme dan ingat diri.

Bersama Yesus kita tanggalkan jubah itu dan membungkuk untuk melayani sesama dengan cinta nan suci.

Kasih Tuhan dicurahkan ke dalam hati kita

Ketika Bunda Teresa membersihkan luka seorang pasien yang ditemukan di jalan kota Kalkuta, seorang Jurnalis yang menemaninya berkata: “Saya tidak melakukan itu untuk jutaan dolar sekalipun.“

Bunda Teresa menatapnya dan berkata: “Aku juga tidak!“

Bunda Teresa menyadarkan sang jurnalis bahwa ada perbuatan, yang tidak dilakukan demi uang dan tidak dapat dibayar dengan uang. Ada perbuatan yang tidak menghasilkan keuntungan materi, yang tidak bisa ditagih kembali atau dengan tujuan untuk mendapatkan wasiat berharga.

Ada tindakan yang berakar dan bersumber dari cinta Tuhan dan cinta kepada sesama.

Cinta ini membuat kita siap melayani, memampukan kita untuk menanggalkan topeng dan jubah keangkuhan kita untuk seterusnya tidak takut membungkuk dan bersentuhan dengan penderitaan sesama, untuk menjadi setetes air di tengah padang gurun kehidupan yang kering dan kerontang; dan siap dipanggil untuk membasuh kaki setiap insan, agar ia pun “mendapat bagian bersama Yesus.“

________________

Jacques Gaillot, 13 tahun Uskup di Evreux, Perancis, mengatakan: Gereja yang tidak melayani, tidak melakukan apa-apa.

Apa itu kebebasan? Bebas berarti, bisa memilih, menjadi budak siapa (atau budak apa) yang saya inginkan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here