Tuli dan Gagap: Hanyut dalam Arus Dunia Modern (1)

0
2,843 views

Minggu Biasa 23, B; 9 September 2012

Yes. 35:4-7a; Yak. 2:1-5; Mrk. 31-37

DIBANDINGKAN dengan cacat mata atau organ tubuh yang lain, bisu dan tuli tidak begitu kelihatan. Tetapi bisu dan tuli adalah cacat yang paling merusak hubungan antara orang itu dengan dunia sekitarnya. Orang yang cacat tangan atau kakinya, dapat melihat, menikmati, mengerti dan berkomunikasi dengan dunia dan manusia sekitarnya. Orang buta, meski tidak dapat melihat, dapat juga menikmati dan memahami dunia dan manusia sekitarnya. Tetapi orang yang bisu dan tuli, dapat melihat, bergerak, memakai, tetapi tidak mengerti apa dan siapa yang ada disekitarnya dan tidak dapat berkomunikasi dengan sekitarnya. 

Karena manusia memahami dunia dan lingkungannya melalui gagasan dan konsep dari apa yang dialaminya dan diungkapkannya. Dengan disembuhkan oleh Yesus, orang bisu-tuli itu dipulihkan hubungan dan komunikasinya dengan manusia dan lingkungan sekitarnya. Yang menarik ialah bahwa Yesus memisahkan orang itu dari orang-orang sekitarnya dan setelah mereka sendirian, baru Yesus menyembuhkan dia. Yesus ingin agar dia mendengar dan melihat Yesus lebih dahulu, sebelum mengenal, berkontak dengan sesama dan lingkungannya. Agar ia mengalami kontak dengan sekitarnya dalam pengalaman iman sehingga manusia dan sekitarnya dialami sebagai kurnia dari Allah.

Dunia modern dengan segala kesibukannya juga membuat banyak manusia bisu dan tuli. Kita sejak bangun tidur sudah sibuk dengan segala kegiatan dan telinga kita juga dipenuhi segala macam hal dari sekitar kita, entah itu berita, musik dsb. Sesudah sehari sibuk dengan segala pekerjaan dan kegiatan, malam hari pun kita masih dijejali segala informasi dan hiburan dari dunia ini. Sehingga banyak kali hidup ini menjadi mengalir lewat tanpa kita sempat menyadari arti dan makna segala kegiatan dan kesibukan kita. Dan kita bertindak dan bereaksi terhadap segala kejadian disekitar kita sesuai dengan kebiasaan pribadi atau lingkungan kita.

Bahkan hal ini pun terjadi dalam ibadat.

Kalau pastur tidak bicara, maka koor bernyanyi. Kalau pastur dan koor tidak berbunyi maka umat mulai omong sendiri. Kita menjadi tuli karena terlalu banyak bunyi dan menjadi gagap karena terlalu sibuk bereaksi terhadap dunia dan manusia sekitar kita. Hidup seperti ini adalah hidup tanpa arah, hidup yang ikut arus saja. Tujuan dan harapan hidup kita, sekedar apa yang biasa ada dalam masyarakat. Apa yang menjadi kehendak atau rencana Allah dalam hidup kita, tidak kita kenali, tidak kita perdulikan. Kita pasti punya berbagai rencana dan harapan. Tetapi seringkali itu merupakan rencana dan harapan akan hal-hal duniawi dan sementara sifatnya. Kita berharap mendapat kenaikan pangkat, penghasilan yang lebih baik, biaya untuk pendidikan anak-anak, kesehatan dsb. Tetapi apakah semua rencana dan harapan itu juga kita hayati dalam kerangka hubungan kita dengan Allah? Apa yang diharapkan Allah jika Ia mengabulkan atau tidak mengabulkan permohonan, harapan dan keinginan kita itu?

Seperti orang tuli dan gagap itu disendirikan agar dapat bersama Yesus mengalami Kuasa Allah; agar kita tidak kehilangan arah dan tujuan hidup, kita juga perlu bertemu sendiri dan pribadi dengan Allah. Apakah itu mungkin dengan kesibukan kita yang begitu banyak? Kita tidak punya waktu untuk berdoa.  (Bersambung)

Photo credit: Mathias Hariyadi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here