Wisata Korea: Museum Cheong Gye Cheon (9)

0
1,243 views

WISATA sejarah sebuah bangsa dan menelisik peradaban mereka antara lain bisa ditelusuri melalui museum. Di jantung Ibukota Seoul, sejarah peradaban masyarakat Cheonggyecheon bisa ditelusuri dengan mengunjungi Museum Cheng Gye Cheon, persis di sebelah aliran sungai nan bening Chenggyecheon yang memberi nuansa eksotik alami di Seoul. (Baca juga: Wisata Korea: Revolusi 5,8 Km di Cheonggyecheon (8)

Saya tidak tahu persis mengapa ditulis terpisah Cheong Gye Cheon untuk menamai museum bagus ini, padahal nama sungai dan kawasannya selalu mengadopsi penulisan bersambung “Cheonggyecheon”.

Tak apalah. Museum Cheng Gye Cheon bagi saya lebih dari sekedar monumen perjuangan bagaimana Pemerintah Kota Seoul berhasil menata kembali tata kota yang sebelumnya semrawut hingga kemudian mengubahnya menjadi satu kawasan yang berwawasan lingkungan. Sejarah ‘peradaban’ kebijakan politik ini berhasil mengubah kawasan bisnis yang sarat dengan bangunan pertokoan dan perumahan kumuh serta ‘tenggelam’ dalam balutan kokoh jalan layang menjadi sebuah kawasan destinasi wisata yang indah, persis di tengah kota.

Bisa dibayangkan, misalnya di tengah Jl. Gajah Mada dan Hayam Wuruk di Jakarta Kota tiba-tiba ada aliran sungai yang bening dengan bantara sungai yang tertata rapi dimana para pejalan kaki bisa duduk bersandar di kursi atau berjalan menyusuri aliran sungai. Atau tiba-tiba di sepanjang aliran Selokan Mataram di Yogyakarta, ada kawasan pedestrian dengan lahan bagus untuk bersantai sembari menatap aliran sungai yang bening dan indah lengkap dengan aneka ikan dan burung di situ.

Changgyecheon berhasil membukukan catatan sejarah penting itu melalui Museum Chang Gye Cheon. Resmi beroperasi sejak 26 September 2005, Museum Chang Gye Cheon sangat menarik dikunjungi. Terutama oleh mereka yang ingin melihat Seoul dari perspektif sejarah peradaban Korea dan penataan ruang publik terbuka hijau dan tertata rapi di sebuah permukiman padat di tengah kota metropolitan sesibuk Seoul.

Museum cheong gye cheon2
Museum Cheng Gye Cheon menyimpan sejarah peradaban masyarakat sekitar Sungai Cheonggyecheon sekaligus pijakan penting Pemerintah Kota Seoul dalam menata kawasan perkotaan berwawasan lingkungan. (Mathias Hariyadi)

Memasuki Museum Cheong Gye Cheon maka kita akan dibawa masuk ke auditorium dimana akan tersaji video peristiwa sejarah perubahan tata kota di kawasan Sungai Cheng Gye Cheon ini. Barulah setelah itu, kita bisa menyusuri lorong-lorong auditorium dimana tersaji aneka dokumen fisik tentang ‘sejarah perjuangan’ Pemerintah Kota Seoul saat mengambil keputusan politik untuk mengubah konstruksi jalanan di kawasan Cheonggyecheong dari “hutan beton” jalan layang dan mengembalikan fungsi asali Kali Sungai Cheng Gye Cheon.

Hasilnya luar biasa. Di hamparan tengah kota yang padat, mengalirlah aliran sungai bening lengkap dengan aneka ikan di dalamnya. Aneka jenis burung dan unggas sekalian serangga juga sering bertengger menyusuri kawasan kali kecil ini.

Di malam hari, kawasan ini selalu ramai oleh pasangan muda-mudi Seoul yang sengaja hang out berkencan ngobrol. Turis asing pun membludak mengisi bantaran sungai ini dengan foto dan merekam semua pemandangan indah yang terjadi di sini.

Itu sekarang. Dulu –sebagaimana tampil dalam Museum Chang Gye Cheon—tersembul sejarah panjang selama hampir dua tahun hingga kemudian kawasan ini berubah ‘wajah’ alias face off. Sisa kejayaan masa silam Chang Gye Cheon yang kumuh masih tampil kokoh di luar gedung museum ini melalui paparan rumah kuno nan kumuh. Sementara di dalam museum, paparan sejarah dalam bentuk visualisasi yang indah dan menarik menjadi pesona menyenangkan bagi para wisatawan yang ingin melihat Seoul dengan sudut pandangan berbeda: sejarah peradaban.

Tiga zona

Museum Chang Gye Cheon ini terbagi dalam tiga zona berbeda.

Zona 1 bicara tentang kejayaan peradaban Changgyecheon pada saat Raja Taejong pada tahun 1411 membangun kompleks permukiman di kawasan aliran sungai ini.

Zona 2 bicara tentang Kali Chenggyecheon yang dimasa pendudukan Jepang selama 35 tahun selalu diplesetkan buruk sebagai ‘kanker’ Kota Seoul. Sementara pada zaman republik, jalan layang yang dibangun oleh Presiden Park Chung-hee ini sering diejak sebagai ‘jalan setan’. Jalan layang ini mulai dibangun pada tahun 1958 dan selesai pada tahun 1977, lalu dibongkar total pada tahun 2003 dan selesai menjadi kawasan baru berwawasan lingkungan pada tahun 2005.

Zona 3 berisi catatan kisah perjalanan kawasan ini setelah 10 tahun pasca restorasi. Fokusnya adalah paparan bagaimana menghadirkan air yang bening serta kawasan terbuka hijau di sekitarnya.

Jangan panik kalau ingin mengunjungi museum ini, karena tidak ada pungutan apa-apa alias gratis.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here