Workshop Menulis Artikel Opini: Filosofi Menulis dan Dimensi Sosial Kreatifnya (2)

0
1,411 views

SEBELUM masuk pada materi pokok tentang bagaimana kiat menulis artikel opini untuk konsumsi media massa, Mathias Hariyadi memaparkan terlebih dahulu konsep berpikir filosofis di balik semua kegiatan berjuluk menulis, merekam, mensyuting. Menurut dia, menjadi nilai lebih manusia dibanding binatang ketika Tuhan menciptakan manusia dengan kelebihannya yakni memiliki ratio (pikiran) dan kemampuan untuk ‘merekam’ segala sesuatu yang terjadi di sekitarnya.

Manusia –kata penulis buku filfasat eksistensialis Gabriel Marcel ini—tidak hanya memiliki kemampuan mimesis (meniru kembali apa yang sudah berlalu), tapi juga dilengkapi kemampuan untuk mencipta, berkreasi justru karena punya potensi daya pikir dan daya rekam yang kuat.  Kemajuan teknologi IT inilah yang membuat lompatan jauh ke depan dari semula hanya terekam dalam pikiran, lalu kemudian terekam dalam format artefak, foto, tulisan, dan kemudian dalam format digital. “Jutaan informasi kini bisa genggam dalam kepalan tangan, karena data itu sudah terekam secara digital,” kata alumnus STF Driyarkara Jakarta tahun 1984 ini.

Nah, menulis merupakan proses kreatif. Artinya, menuangkan rekaman dan hasil pikiran manusia dalam bentuk  ‘padat’ atau ‘virtual’ hingga kekayaan intelektual itu kini menjadi ‘milik bersama’. “Jadi, menulis atau bernarasi punya dimensi profetik dan pewartaan karena dengan menulis peristiwa iman, kita pun ikut ambil bagian dalam pewartaan Gereja,” jelasnya.

Demi karir dan pengembangan diri

Untuk menunjang karir dan pengembangan diri, kata Mathias Hariyadi, menulis menjadi salah satu kredit poin yang layak diperhitungkan. Dengan menulis, orang menjadi terkenal dan dikenal. Kapabilitasnya sebagai ‘orang intelek’ bisa diketahui publik melalui tulisan-tulisannya.

“Tentu saja, kategori tulisannya ya harus intelektual juga. Bukan sekedar tulisan ecek-ecek demi kepentingan bernarsis ria. Menulis artikel opini adalah jembatan paling efektif untuk  bisa menunjang keperluan eksistensi diri dan pengembangan karir,” ujar penggemar otomotif Peugeot ini.

Kalau berkarir sebagai pegawai negeri, maka keberhasilan menulis artikel opini dan bisa dimuat di media massa tentu saja akan mendongkrak martabat yang bersangkutan sebagai PNS yang intelek. Sebagai karyawan swasta, artikel opini yang berhasil dipublikasi media juga akan mengerek positioning yang bersangkutan secara sosial.

Social impact inilah yang bisa mendorong motivasi dan intensi kita untuk sekarang memulai belajar menulis opini,” tandas Co-founder Sesawi.Net  yang mengawali karir jurnalistiknya dengan terlebih dahulu menjadi seorang penulis artikel opini di beberapa media massa.

Di ujung program pelatihan menulis, Mathias Hariyadi memberi kesempatan bagi ke-16 peserta untuk mempraktikkan langsung kemampuan mereka menganalisis semua peristiwa dan kemudian menuliskan hasil ‘penerawangan ilmiah’ itu dalam bentuk tulisan argumentatif berbentuk artikel opini.

Dari ketersediaan waktu selama 45 menit, ke-16 peserta program pelatihan menulis ini ternyata bisa menyelesaikan tugas dadakan ini dengan baik.

Coaching langsung dilakukan secara spontan dan cepat. Masing-masing peserta dimintai membacakan hasil tulisan argumentatifnya dan fasilitator memberi catatan-catatan kritis agar tulisan itu segera dikerjakan ulang (rewriting) agar hipotesis yang mereka tampilkan di awal penulisan akhirnya bisa mereka gugat atau pertahankan secara argumentatif dalam seluruh kerangka tulisan.

Hasilnya? Semua senang. Yang mengikuti program ini merasa senang karena mendapatkan ‘pencerahan intelektual’. Yang menjadi fasilitator juga ikut dibuat senang, karena dari tangan-tangan karyawan muda katolik inilah  akan lahir generasi Gereja yang terampil menulis dan kritis mensikapi lingkungan sekitarnya. (Bersambung)

Photo credit: Pelatihan Menulis Artikel Opini bersama Sesawi.Net (Royani Lim)

Artikel terkait:

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here