10 Orang Milenial SCJ Ucapkan Kaul Pertama

0
381 views
10 milenial jadi SCJ.

KISAH nyata. Carlo Acustis, remaja milenial inilahir di Inggris pada 1991. Ia terlahir dari keluarga broken home. Orangtuanya berpisah. Carlo tumbuh dan besar di Italia bersama ibunya.

Carlo menderita penyakit leukemia. Namun, kondisi itu tidak membuat dirinya patah arang untuk berbuat baik kepada siapa saja.

Carlo sering mengumpulkan teman-temannya yang juga broken home. Ia memberi peneguhan tentang Allah Yang Maha Kasih dan Maha Rahim.

Carlo juga mengumpulkan teman-temannya yang cacat, yang secara fisik lemah itu sering dibuli oleh teman-temannya. Carlo pembela kaum lemah.

Yang lebih besar lagi, Carlo remaja, mengumpulkan dan mendokumentasikan mukjizat Ekaristi di seluruh dunia, sejauh yang ia dapat.

Kemudian ia memasukkan ke website-nya sebelum ia meninggal. Carlo menghidupkan dan berdevosi tinggi kepada Ekaristi.

Tanggal 4 Oktober 2020nanti, Carlo akan dikukuhkan sebagai Beatus Milenial (15) di Basilika St. Fransiskus Assisi.

Di tempat itu akan dibuat patung seorang remaja milenial dengan membawa tas ransel dan memakai sepatu kets.

Dunia modern tidak menghalangi remaja milenial untuk menjadi santo. 

10  muda milenial

Hari Senin, 20 Juli 2020 di Gereja St. Pius X, Gisting, Lampung, ada 10 orang muda menambah jumlah barisan suci. Mereka ingin membaktikan diri kepada Gereja dan dunia di tengah zaman yang cepat berubah ini.

Mereka adalah:

  • Fr. Attanasius Wirayudha.
  • Fr. Blasius Dinda Anugraha.
  • Fr. Deodentus Ola Atarodang.
  • Fr. Andi Prima Purwonugroho.
  • Fr. Nirwan Prasetyo.
  • Fr. Gregorius Rizky Saputra.
  • Fr. Hendrikus Cahyono.
  • Br. Ignasius Heri Satrya Wangsa.
  • Fr. Stefanus Rizki Adi Purnama.
  • Fr. Yohanes Yudistira.
Kaul pertama kaum milenial dalam Kongregasi Imam Hati Kudus (SCJ)

Mereka mempersembahkan diri dalam Kongregasi Imam-imam Hati Kudus Yesus (SCJ) melalui pengikaran kaul pertamanya dalam Perayaan Ekaristi. Yang memimpin perayaan ini adalah Uskup Keuskupan Tanjungkarang Mgr. Yohanes Harun Yuwono.  

Perayaan syukur ini ditayangkan secara live streaming oleh penggiat Komsos Keuskupan Tanjungkarang.

Tentang angkatan

Bercermin dari Carlo, remaja milenial, calon santo itu, dengan bergurau Mgr. Harun tidak akan mengatakan angkatan yang bengkok hatinya kepada orang-orang muda itu. Seperti bacaan Injil hari itu, Matius 12:38-42.

Lalu Uskup mendefinisikan tentang angkatan. Di mata Uskup Harun, angkatan adalah sekelompok orang yang saling mengenal, sehati dan seperasaan, dan akan bangga dengan teman angkatannya itu.

Uskup mengakui kalau ia juga bangga dengan angkatan tahbisannya.

Tak henti-hentinya, Uskup bercerita ketika tahbisan sembilan orang. Dan sampai sekarang masih utuh. “Bukan berarti kami saleh semuanya,” ujarnya.  

Teman angkatan, entah kualitasnya seperti apa, selalu dibela dengan argumen entah masuk akal atau tidak. Dan mereka mempunyai pengaruh baik, tetapi bisa juga buruk.

Legowo

Kita dipanggil untuk mempengaruhi teman angkatan kita masing-masing dengan pengaruh yang baik bukan yang buruk.

Sememalukan apa pun, kalau itu buruk, haruslah kita akui dan bukan kita tutup-tutupi. Jika ditutup-tutupi dan diganti dengan kebaikan. Yang kita tutupi akan terpendam dan akan menjadi luka.

Kelemahan harus diperangi dan diganti dengan kebaikan. Dengan diperbaiki, kita akan menjadi sehat dan bahagia.

Memang bila ingin memperbaiki, kita dituntut untuk teguh bila kita dalam posisi yang benar. Jangan sampai yang benar menjadi salah, dan yang salah dibenarkan.

Tetapi kita harus legowo bila kita kalah dalam bersaing. Juga dalam berdebat dan berdiskusi bila pendapat kita itu salah. Apalagi kalau kita berhadapan dengan kelompok lain.

Kita dituntut untuk tetap tenang, rasional, tidak kehilangan kontrol dan tidak merusak. Kita harus bisa meredam ‘tim sukses dan simpatisan’ atau angkatan kita untuk tidak berlaku anarkis.

Kita harus meneladan Yesus, yang meminta Petrus untuk menyarungkan pedangnya karena Petrus ngotot ingin membela Yesus.

Merusak, memftnah, bukan jalan yang benar, justru akan merendahkan diri kita sendiri. Bila kita berlaku benar, tetapi difitnah, percayalah Tuhan akan tidak tinggal diam. Allah mboten sare. Allah adalah Sang kebenaran. (Yoh 14:6).

Uskup juga meminta agar kita bersikap: rendah hati, mengalah, pasrah pada Tuhan, tanda keberimanan kita pada Allah. Mengalah bukan berarti kalah. Itu adalah sikap Allah sendiri.

Allah bukan otoriter. Dia disiksa tetapi tidak membalas. Beranikah kita mencontoh Allah yang demikian? Allah sangat merendahkan diri-Nya sama seperti manusia.

Hidup bukan berdasarkan hukum rimba tetapi kasih. Kasihlah yg harus kita hidupi dan kita wartakan, pun bila hidup kita dalam kesulitan dan kekurangan. Dunia modern tidak menghalangi remaja Carlo Acustis, menjadi santo milenial.

Uskup Harun berharap semoga sepuluh orang muda milenial ini juga menjadi “Carlo-Carlo” lain.

Tidak harus menjadi santo, namun memenuhi permintaan Tuhan agar dengan rendah hati dan sukacita memberikan hidup bagi Allah dan sesama.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here