SEMINARI Menengah St. Petrus Canisius di Yogyakarta ini merupakan Seminari Menengah pertama di Indonesia dan di bawah tanggung jawab Vikariat Apostolik Batavia. Karena merupakan Seminari Menengah pertama di Indonesia, para seminarisnya pun tidak melulu berasal dari para pemuda pribumi Jawa tetapi juga dari daerah lain di Indonesia: Manado, Ambon, Cina, Batak dan juga pemuda Eropa.
Pada tahun-tahun ini, seminari pun mengalami beberapa pembenahan dalam hal kurikulum pendidikan.
Pada tahun 1934, Seminari Menengah St. Petrus Canisius mengalami perkembangan yang cukup signifikan karena didukung oleh semangat dari Mgr. P.J. Willekens, SJ yang menggantikan Mgr. van Velsen sebagai Vikaris Apostolik Batavia pada tahun 1933.
Jumlah seminaris pun mulai bertambah dari tahun ke tahun. Hingga pada perayaan pesta peraknya yakni tahun 1936, seminari mendidik 107 seminaris yang terbagi ke dalam 7 kelas. Pengasuhnya terdiri dari 10 orang romo Jesuit, seorang guru musik dan seorang awam. Pada tahun itu pula, seminari mulai memunculkan seminaris-seminaris yang memiliki gagasan untuk menjadi imam diosesan. Gagasan dari beberapa seminaris tersebut direstui oleh Pater Presiden maupun Uskup Batavia Mgr. P.J. Willekens SJ.
Gagasan dari beberapa seminaris untuk melanjutkan sebagai imam diosesan ini segera direspon dengan baik oleh Mgr. PJ Willekens SJ yang memang memiliki perhatian begitu besar terhadap munculnya pendidikan calon imam diosesan (lokal/pribumi). Pada tanggal 15 Agustus 1936, Mgr. Willekens mendirikan Seminari Tinggi untuk calon imam diosesan bagi Vikariat Apostolik Batavia di Muntilan. Seminaris pertama yang masuk ke Seminari Tinggi diosesan ini berjumlah lima orang, lulusan seminari Yogyakarta.
Dari kelima seminaris tersebut, tiga di antaranya putra Indonesia asli, lainnya seminaris Eropa. Pada tahun 1938, Seminari Tinggi Muntilan berpindah ke Mertoyudan, menempati gedung yang sedang dibangun. Gedung itu sebenarnya dibangun untuk Seminari Menengah, namun karena belum cukup luas dan belum selesai dibangun, maka Seminari Tinggi untuk sementara menempati bangunan tersebut.
Pada tahun 1940 terjadi perkembangan yang cukup penting bagi Gereja Katolik di Indonesia yakni berdirinya Vikariat Apostolik Semarang oleh Paus Pius XII melalui Constitutio Apostolica Vetus de Batavia tertanggal 25 Juni 1940. Vikariat Apostolik Semarang ini dipimpin oleh Mgr. Albertus Soegijopranata SJ yang diangkat sebagai Vikaris Apostolik pada tanggal 1 Agustus 1940.
Pada tahun itu, pembangunan gedung Seminari Mertoyudan hampir selesai. Di awal tahun 1941, terjadi pertukaran tempat antara Seminari Menengah dan Seminari Tinggi. Seminari Menengah St. Petrus Canisius Yogyakarta berpindah ke Mertoyudan, sementara Seminari Tinggi berpindah ke Yogyakarta. Perpindahan dilakukan dengan menggunakan 23 gerbong kereta api NIS yang mengangkut para seminaris, staf formator dan juga perabot-perabot Seminari Menengah. (Bersambung)
Kredit Foto : Buku Kenangan Pesta Peringatan 100 Tahun Seminari Mertoyudan
Artikel terkait:
- 100 Tahun Seminari Menengah St. Petrus Canisius Mertoyudan: Pioner Pembinaan Imam Pribumi (1)
- Periode Vikariat Apostolik Semarang: Seminari Menengah St. Petrus Canisius di Mertoyudan (3)
- Periode Vikariat Apostolik Semarang: Seminari Menengah St. Petrus Canisius in Diaspora (4)
- Seminari Menengah St. Petrus Canisius kembali ke Mertoyudan (5)
- Seminari Mertoyudan pada Kurun Perubahan Pasca Konsili Vatikan II (6)
- Misa Akbar Pesta 100 Tahun Seminari Mertoyudan: Undangan Terbuka untuk Para Romo Alumni dan Non Alumni