Godaan Menjadi Orang Super (4)

2
4,588 views

KETIKA penulis mengikuti acara Mario Teguh di MetroTV, Mario selalu mengucapkan salam supernya. Kata-kata itu tidak salah, betul seratus persen. Dia selalu mengucapkan kata-kata super berkali-kali kepada para pemirsa di studio dan juga di rumah.

Setiap orang ingin menjadi super dalam arti memiliki jabatan, kekuasaan, pangkat. Singkat kata tiga T (tahta, harta, dan titel/gelar ). Yang terakhir itu bisa saja berupa gelar akademis di depan dan dibelakang namanya; juga bisa label sosial masih berdarah biru/ningrat .

Godaan ketiga adalah godaan untuk menjadi orang yang super. Setan memperlihatkan kepada Yesus semua kerajaan dunia dengan segala kemegahannya. Katanya,”Semua ini akan kuberikan kepada-Mu jika Engkau menyembahku.” (Mat 4:8-9)

Gila kuasa

Lihat, dewasa ini orang tanpa malu-malu mencari kekuasaan. Sejak kita menapakkan kaki untuk menggapai posisi puncak, kita meyakinkan publik bahwa perjuangan mendapatkan kekuasaan dan keinginan untuk melayani dianggap sama. Lihat saja isi pidato-pidato pilkada: “Kalau saya terpilih, maka saya akan begini-begitu”.

Kekeliruan ini begitu tertanam di dalam seluruh cara hidup kita. Akibatnya, kita tidak ragu-ragu berusaha menggapai posisi-posisi berpengaruh,dengan keyakinan bahwa kita melakukannya demi kepentingan bahwa ada hal-hal yang baik yang berasal dari ketidak-berdayaan.

Kekuasaan memiliki banyak bentuk: uang, jabatan, pangkat, kemahsyuran, kemampuan intelektual, ataupun keahlian-keahlian dalam segala bidang. Semuanya itu dapat menjadikan sarana untuk mendapatkan rasa aman (comfort zone), dimana orang seolah bisa memegang kendali dan mengatur segala hidupnya

Hampir tidak ada sesuatu yang lebih sukar diatasi daripada keinginan untuk berkuasa. Kekuasaan selalu menghendaki adanya suatu kekuasaan yang lebih besar lagi. Sehingga tidak disadari segala upaya ditempuh, bila perlu menyuap dan membunuh sekalipun akan ditempuh.

Tidak memberi rasa aman

Sebenarnya kekuasaan itu hanyalah sebuah ilusi. Dari pengalaman, kita tahu bahwa kekuasaan tidak memberi kita rasa aman seperti yang kita inginkan tetapi malahan sebaliknya. Kekuasaan justru memperlihatkan kerapuhan dan keterbatasan kita. Kendati demikian, kita tetap percaya bahwa kekuasaan yang lebih besar akan sanggup memuaskan kebutuhan kita.

Yesus menanggapi godaan akan kekuasaan ini dengan bersabda,”Hendaknya kepada Tuhan Allah saja, engkau berbakti”.

Kata-kata ini mengingatkan kita bahwa hanya melalui keterarahan kepada allah sajalah maka pelayanan yang tidak mengandalkan kekuasaan dapat diwujudkan. Selama kita membagi waktu dan energi kita antara Allah dan orang lain, kita melalukan bahwa pelayanan tanpa Allah tidak lain daripada pencarian diri.

Pelayanan yang berorientasi pada pencarian diri dapat mengarah kepada manipulasi, manipulasi mengarah kepada permainanan kekuasaan; permainan kekuasaan kepada kekerasan dan kekerasan melahirkan kehancuran…sekalipun semuanya itu mungkin dilakukannya dengan mengatasnamakan pelayanan.

Serviam …. aku akan mengabdi. Mengabdi kepada siapa dan dalam bentuk apa? Bagaimana caraku bertindak dalam “aku mengabdi” itu?

Godaan untuk menjadi orang yang relevan, mengagumkan/populer dan super/berkuasa akan selalu kita hadapi sepanjang hidup.

Ketiganya menggoda kita untuk bergabung dengan orang-orang yang menempuh jalan  yang berorientasi kepada kemajuan. Namun, jika kita mampu mengenalinya sebagai sesuatu yang menggiurkan agar kita melekat pada jati diri kita yang palsu, maka godaan dapat menjadi undangan untuk menegaskan jati diri kita yang baik dan benar, yakni jati diri yang dikenal oleh Allah saja.

Ketika kita mampu terus melayani sesama, sekalipun hidup kita terasa sama/hambar saja, sekalipun tidak banyak orang yang memuji kita, dan sekalipun kita tidak berkuasa sama sekali, kita tetap menerima diri kita sebagaimana Allah mengenali dan menerima kita, yakni sebagai putera dan puteri yang bernaung dalam Kasih-Nya.

2 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here