40 Tahun Perkawinan, Restu Mertua Datang Belakangan

0
381 views
Ilustrasi (Ist)

BAPERAN-BAcaan PERmenungan hariAN.

Kamis, 14 April 2022.

Tema: Sukacita Keluarga.

Bacaan.

  • Yes. 65: 1-3a, 6a, 8b-9.
  • Why. 1:5-8.
  • Lk. 4: 16-21.

MO saya bahagia dan kami sekeluarga akan lebih bahagia bila Romo bisa ber-Ekaristi di keluarga kami.

Hari apa itu pak?

Kebetulan hari Minggu. Anak mantu cucu dari luar kota pada datang semua. Kumpul semua. Minggu malam mereka Langsung pulang. Mereka menyempatkan diri romo.

Ada acara apa?

Kami merayakan 40 tahun perkawinan.

Waouw… selamat ya pak. Karena itu hari Minggu, apakah tidak baik di rayakan agak cukup meriah bersama umat di gereja. Sekaligus diintensikan untuk kebahagiaan keluarga.

Juga bisa menjadi sebuah kesaksian iman. Kegembiraan iman dan sukacita keluarga bila disyeringkan dapat meneguhkan dan inspirasi atas pergulatan iman keluarga-keluarga yang lain. Pastinya juga menjadi warta baik bagi Gereja.

Makanya Romo saya minta kalau bisa. Biasanya tahun-tahun sebelumnya kami juga demikian Romo. Lalu berbagi nasi kotak untuk umat yang hadir.

Tapi ini kan yang ke-40 Romo, sambil memberi hadiah istimewa untuk isteri saya.

Kami pun sudah merencanakan Romo pada hari lain. Kami akan mengundang umat yang hadir sehabis ekaristi Minggu di paroki dengan sedikit pesta di aula.

Kok tidak sekalian saja?

Bagi kami, ini momen penting dalam keluarga kami. Mohon bisa ya Romo. Isteri saya pasti senang sekali.

Kenapa dengan nyonya?

Aduh Romo. Saya bahagia luar biasa. Tak terkatakan. Kalau mengingat kebaikan Tuhan dalam keluarga, saya hanya bisa menangis. Tuhan sungguh membimbing keluarga saya. Kami bertumbuh dalam Tuhan.

Isteri saya dulu belum mengenal Tuhan. Keluarga besarnya kurang bersahabat dengan Gereja. Perkawinan kami pun tidak disetujui. Tidak ada yang hadir saat kami menerima Sakramen Perkawinan.

Tapi itu saya menerima keadaan ini dengan ikhlas. Dia ditolak dari keluarganya sendiri. Disingkirkan dan tidak dianggap.

Kalau pun kami mampir ke rumah mereka, tidak ada yang menyambut. Hanya bibik yang disuruh keluar menemani kami di depan rumah. Seandainya kami pun membawa makanan atau oleh-oleh tidak diterima.

Namun dia tabah.

Setelah kami punya anak lima barulah suasana mencair dan mereka mau menerima kami. Kebetulan cucu kami cakep dan pintar. Santun lagi. Mereka pun bisa sembahyang, tapi memakai rumus doa gereja.

Saya sih menyetujui sejak perkawinan. Saya tidak memaksanya menjadi seiman dengan saya.

Setelah punya anak yang ketiga baru isteri minta supaya seiman dengan saya dan dibaptis. Tidak pernah saya memaksa dia atau menyinggung-nyinggung soal ini.

Inilah kebahagiaan kami Romo.

Ditambah lagi Tuhan baik. Pekerjaan dan usaha kami lancar. Kami tidak kekurangan. Kami dapat selalu membantu keluarganya bila kekurangan. Bahkan adik-adiknya sering ke rumah dan menginap. Mereka tahu cara hidup kami.

Dan lagi Romo, mertua dan keluarga besar mereka akan datang. Tentu juga dengan keluarga besar kami.

Akhirnya kami sungguh bahagia. Kami, karena iman, akhirnya bisa menyatukan kedua keluarga besar kami. Dan kami percaya itu hadiah terindah dari Tuhan sendiri.

Buah Sakramen Perkawinan kami.

Itulah sebabnya, kami minta Romo merayakan Sakramen Ekaristi di rumah. Biarlah mereka pun tahu.

Dan Romo selalu menyebut nama-nama yang telah meninggal dalam ekaristi. Kami pun akan mohon, nanti Romo berkenan menyebut nama-nama dari kedua keluarga besar kami yang sudah meninggal. Mereka pasti bahagia.

Baiklah, kalau begitu. Sebuah pengecualian. Saya juga agak mengajak Romo yang lain ke rumah. Bergembira bersama.

Aduh… matur nuwun Romo. Matur nuwun Gusti.

“Pada hari ini, genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarkannya.” ay 21. Tuhan, dalam iman, kami akan selalu bersekutu dengan-Mu. Hadirlah selalu. Amin

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here