“4th Lifetime Achievement Award 2016 Social Work Field”, Penghargaan Tahir Foundation untuk Tokoh Filantropi Berkelas seperti Pandji Wisaksana

0
987 views
Menjelang merangkai usianya genap pada angka 92 tahun, Pandji Wisaksana (berbatik cokelat) menerima penghargaan dari Tahir Foundation pada hari Kamis 8 Juni 2017. (Courtesy of Dhony Setiawan/The Jakarta Post)

BANYAK orang suka berbuat baik dan  berbagi berkat  atas nama nilai kemanusiaan serta sering melakukan itu sebagai ungkapan syukur atas berbagai hal. Namun, tak banyak orang tak acuh dengan kebutuhan diri untuk eksis dan publikasi demi bisa mendongkrak popularitas diri. Untuk kategori ‘manusia baik’ yang berjiwa sangat sosial ini, rasanya sangat tepat bila kita mesti menyebut nama orang yang satu ini, yakni Pandji Wisaksana.

Sejak puluhan tahun silam, pengusaha besar ini sudah sering melakukan perbuatan-perbuatan baik dengan berbagi berkat kepada sesama dan menjadikan kegiatan itu sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas rahmat kehidupan dan lainnya. Tahun 2017 ini, Pandji Wisaksana akan genap berusia 92 tahun. Dalam usianya yang sudah sangat sepuh ini, Tuhan masih menganugerahinya stamina kesehatan yang prima. Bahkan Pandi tetap tekun bergiat melakukan fitness  setidaknya tiga kali setiap pekannya.

Raja Plastik dan Bapak Pralon Indonesia

Sejatinya, Pandji Wisaksana adalah nama besar di panggung bisnis nasional. Dari pemikiran seorang pebisnis tulen yang sangat inovatif seperti Pandji Wisaksana inilah, masyarakat Indonesia lalu mengenal aneka barang-barang kebutuhan rumah tangga berbahan dasar plastik seperti ember, gayung, bakul, baskom, dan lainnya.

Semua produk barang plastik kebutuhan rumah tangga besutan Pandji Wisaksana ini membawa label dagang bernama Pioneer. Mendiang Presiden Suharto dan PM Belanda Joseph Luns bahkan berkesempatan mengunjungi stan Pioneer di arena Jakarta Fair pada tahun 1973. Berkat karya inovatif yang dia prakarsai di tahun 1964 ini, layaklah kita menyebut Pandji Wisaksana sebagai Raja Plastik Indonesia –sebutan yang di tahun itu sunggguh belum terlalu biasa untuk bisa disematkan pada sosok inovatif.

Pandji Wisaksana menerima tanda penghargaan dari Tahir Foundation. Penghargaan itu langsung diberikan penggagas Tahir Foundation sekaligus CEO Mayapada Group Sri Dato Tahir (berkemeja putih) bersama mantan Kapolri Jenderal (Purn) Da’i Bachtiar dan Todung Mulya Lubis (Courtesy of Dhony Setiawan/The Jakarta Post).

Setahun sebelumnya, Pandji Wisaksana bahkan juga  telah menggulirkan satu inovasi baru nan penting berupa penggunaan pralon PVC sebagai pengganti pipa berbahan baku besi untuk keperluan bangunan seperti pipa air, pipa listrik, dan lainnya. Atas inovasi besar dalam sejarah industri barang-barang kebutuhan bangunan inilah, Pandji Wisaksana lalu mendapat julukan sebagai Bapak Pralon Indonesia.

Sejak itu, tiba-tiba saja kata ‘pralon’ itu menjadi satu kosa kata baru dalam bahasa Indonesia. Padahal, sejatinya kata ‘pralon’ itu tak lebih sebagai singkatan dari nama perusahaannya yang bernama PT Prakarsa Pralon. Sejak tahun 1963, pabriknya mulai memproduksi aneka barang kebutuhan bahan bangunan berbahan baku PVC dan salah satu yang menjadi ‘maskot’nya adalah pipa pralon atau paralon.

Ide memproduksi pipa-pipa pralon ini didapatkan Pandji Wisaksana, ketika ia datang menyaksikan proses produk pipa sejenis keluaran Pabrik  X-Plon di Jepang. Pada waktu itu, Pandji sudah merasa sangat kesengsem dengan produk pipa keluaran Jepang ini:  materialnya sekuatnya pipa besi, namun tidak karatan dan enteng.

Huruf “P” pada nama PT Prakarsa Pralon itu diambil dari nama Pandji.

Tak banyak orang tahu, Pandji Wisaksana telah menyumbang ribuan pipa pralon hasil  produksi pabriknya secara gratis untuk pembangunan Masjid Besar Istiqlal Jakarta.

Gerakan MataHati

Ya memang itulah profil ‘manusia langka’ bernama Pandji Wisaksana ini. Ia boleh dibilang merupakan satu contoh tentang sosok besar di panggung bisnis Indonesia sekaligus tokoh penting di balik aneka kegiatan filantropi di Tanahair selama puluhan tahun, namun sepi dari publikasi. Salah satu alasannya –sebagaimana berkali-kali penulis dengar dari Pandji Wisaksana sendiri dalam beberapa kesempatan bertemu– karena tujuan utamanya ingin melakukan perbuatan-perbuatan baik itu bukan demi reputasi atau ketenaran.

Rasanya memang sangat jauh panggang dari api.  Pun pula Pandji Wisaksana justru ingin lebih memaknainya sebagai ungkapan rasa syukurnya kepada Tuhan atas rahmat kehidupan dan berkat-Nya yang berlimpah serta keinginan mewujudkannya dalam gerakan kemanusiaan.

Dato Sri Tahir penggagas Tahir Foundation memberi penghargaan kepada seniornya di dunia bisnis Indonesia: Pandji Wisaksana. (Courtesy of Dhony Setiawan/The Jakarta Post)

Salah satu kiprah kemanusiaan yang telah digulirkan Pandji Wisaksana adalah Gerakan MataHati. Inilah kegiatan filantropi atas nama kemanusiaan yang peduli pada kesehatan mata. Gerakan MataHati ini telah membantu ribuan orang penderita katarak melalui kegiatan operasi katarak gratis.

Gerakan MataHati lahir dari nurani baik seorang sosok bernama Pandji Wisaksana. Sebagaimana pernah diceritakan Pandji sendiri kepada penulis di tahun 2016 lalu, dia belajar mengasah nurani kemanusiaan ini dari kehidupan nyata yakni keluarganya sendiri. Pandji Wisaksana mengalami dan melihat sendiri bagaimana ayah kandungnya telah mengalami kebutaan sejak muda,  lantaran efek bekerja di ladang-ladang eksplorasi timah di Pulau Bangka. Itu terjadi, ketika Pandji Wisaksana masih berumur sangat dini sebagai anak.

Tak sampai hati melihat banyak orang Indonesia ikut mengalami kebutaan karena tiada biaya pengobatan, maka melalui Gerakan MataHati itulah Pandji Wisaksana menginisasi semangat berbagi hati dan nilai kemanusiaan. Caranya, bermodalkan  semangat partisipatif dari banyak orang dan kerja ringan tangan bersama sejumlah tokoh lainnya, Pandji Wisaksana melalui Gerakan MataHati  bersedia membiayai ribuan pasien katarak untuk berobat secara gratis.

Sosok filantrop

Beberapa dekade sebelumnya, perbuatan-perbuatan baik seorang filantrop sejati ini juga terekam jejak dan sejarahnya melalui Lions Club Indonesia. Pada tanggal 31 Oktober 1971, bersama Suharso Suhandinata dan Eddy Kowara, Pandji Wisaksana merintis berdirinya Lions Club Jakarta Metropolitan (LCJM).

Dalam kapasitasnya sebagai Ketua Komite Kesejahteraan Orang Buta (The Blind Welfare Committee), Pandji  Wisaksana lalu aktif mengkampanyekan penggunaan tongkat putih bagi para tunanetra. Karena inisiatifnya ini maka  di tahun 1975 mendiang Presiden Suharto berkenan menerimanya di Bina Graha untuk melaporkan kegiatan LCJM.

Setahun kemudian di tahun 1976, Pandji  Wisaksana terpilih menjadi Presiden LCJM. Di tahun 1977, Pandji Wisaksana malah telah  menjadi orang Indonesia pertama yang berhasil memimpin kontingen Indonesia di forum pertemuan International Lions Club ke-60 di New Orleans, AS.

Kurun waktu tahun 1982-1983, Pandji Wisaksana tercatat sebagai orang Indonesia keturunan Tionghoa pertama yang dipercaya komunitas internasional untuk menjabat Gubernur Distrik 307 Lions Club International. Dalam kapasitasnya itu, Pandji Wisaksana lalu meluncurkan program Flying Eye Hospital, ORBIS, Projek Yodisasi Garam, Lions Journey for Sight.

Pada tahun 1980, Pandji Wisaksana mendirikan Yayasan Lions Club Indonesia dan menjadi ketua yayasan kelompok filantropi ini selama dua periode pasca era ‘pemerintahan’ H. Mashudi, mantan Gubernur Jabar dan Ketua Kwarnas Pramuka.

Dua pebinis besar beda generasi: Sri Dato Tahir dan seniornya Pandji Wisaksana. (Courtesy of Dhony Setiawan/The Jakarta Post)

Penghargaan dari Tahir Foundation

Setelah malang melintang di panggung bisnis dan kegiatan filantropi baik di tataran nasional dan internasional, maka Dato Sri Tahir penggagas Tahir Foundation pada hari Kamis pada tanggal 8 Juni 2017 datang bersama rombongan kecil namun beranggotakan ‘orang-orang penting’ guna  menemui Pandji Wisaksana. Maksud kedatangannya tak lain karena dia ingin memberi penghargaan “The 4th Lifetime Achievement Award 2016 Social Work Field” kepada Pandji Wisaksana. Prosesi ringkas acara pemberian penghargaan ini terjadi di rumah Pandji Wisaksana yang sederhana di kawasan Permata Hijau, Jakarta Selatan.

Sri Dato Tahir adalah menantu pebinis senior nan cemerlang yakni Mochtar Riady. Tahir juga menjabat CEO Mayapada Group. Ikut serta dalam rombongan kecil namun berisi orang penting itu antara lain mantan Kapolri dan Dubes RI untuk Malaysia Jenderal Polisi (Purn.) Da’i Bachtiar dan Todung Mulya Lubis.

Kepada Pandji Wisaksana, Sri Dato Tahir bersama rombongannya dari Tahir Foundation menyerahkan apresiasinya kepada sosok kakek sepuh ini atas dedikasi dan pengabdian sosialnya selama puluhan tahun yang luar biasa kepada masyarakat. Penghargaan ini diberikan setelah melalui proses seleksi oleh sejumlah juri guna menentukan kelayakan menerima penghargaan tersebut. Selain Jenderal Polisi (Purn.) Da’i Bachtiar dan Mulya Lubis, para juri lainnya yang melakukan semacam assesment terhadap Pandji Wisaksana adalah pengajar Prof. Komaruddin Hidayat, politisi Hidayat Nur Wahid, pebisnis Jusuf Wanandi, dan orang media Primus Dorimulu.

Peringatan sederhana HUT ke-91 Pandji Wisaksana dan HUT perkawinannya yang ke-70 tahun merangkai hidup perkawinan katolik bersama isterinya Ny. Trijuani Pandji. Pesta ini terjadi di bulan Agustus  2016 lalu. (Mathias Hariyadi)

Hari-hari di bulan Juni 2017 ini menjadi kilasan waktu menjelang Pandji Wisaksana akan menggenapi usianya pada angka 92 tahun, tepat pada tanggal 27 Juni 2017 mendatang.

Pandji Wisaksana yang terlahir dengan nama asli  Phan Wan Sin di Bandung ini bukannya langsung leha-leha dan duduk manis ongkang-ongkang kaki menikmati ‘kucuran dana’ sebesar satu milyar rupiah dari Tahir Foundation. Sama sekali tidak. Bantuan finansial itu langsung dia berikan kepada Gerakan MataHati guna membantu program pengobatan gratis kepada para pasien katarak yang telah dia kerjakan dalam kolaborasi dengan para tokoh pengusaha lain plus sejumlah dokter spesialis mata.

Sama seperti puluhan tahun lalu sebelumnya, jejak rekam  kepedulian Pandji Wisaksana kepada sesama itu sudah sangat panjang. Yang pasti, Pandji Wisaksana telah merintis jalan hidupnya menjadi  teramat luhur dan sangat mulia sebagai orang beriman sekaligus sebagai warga negara  yang baik dan begitu  peduli terhadap sesamanya.

Kini, berbuat baik atas nama nilai kemanusiaan dan sebagai wujud ungkapan syukur kepada Tuhan atas rahmat dan berkat berlimpah itu semakin menjadi nafas keseharian Pandji Wisaksana. Rupanya, kiat hidup sangat sederhana ini kian menjadikan hidup Pandji Wisaksana semakin bermakna. Dan itu pula yang menjadikan dia semakin bahagia di usianya yang sudah tidak muda lagi ini.

Ada pepatah dalam  bahasa Latin dari Caio Tito yang berbunyi verba volant, scripta manent.  Artinya adalah “kata-kata itu akan terbang lenyap, sementara tulisan itu tetap tinggal abadi”.

Namun, untuk  seorang kakek sepuh bernama Pandji Wisaksana ini, rasanya ungkapan lama itu mesti diakomodasi sedikit agar sesuai konteksnya. Bunyinya lantas menjadi seperti ini: verba volant, sed bonae voluntatis pro bono commune manent et recordatae omne tempus benefactis.

Saya ingin menerjemahkannya secara luwes saja. “Ucapan atau kata-kata itu akan gampang hilang ditelan waktu, namun perbuatan-perbuatan baik akan tetap tinggal dikenang orang sepanjang masa”.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here