5 September 2022: Ekaristi bersama Kardinal Suharyo Peringati 25 Tahun Meninggalnya Bunda Teresa dari Calcutta (1)

0
574 views
Santa Bunda Teresa dari Calcutta (Ist)

HARI Senin tanggal 5 September 2022 mendatang adalah tepat 25 tahun lalu Santa Bunda Teresa (1910-1997) dari Calcutta (Kolkata) meninggal dunia.

Ini hari penting bagi segenap anggota Kelompok Kerabat Kerja Ibu Teresa (KKIT). Karenanya, peringatan 25 tahun meninggalnya Bunda Teresa ini akan dirayakan di Gereja Katedral Jakarta. Dalam gelaran Perayaan Ekaristi bersama Bapak Uskup Keuskupan Agung Jakarta Ignatius Kardinal Suharyo bersama segenap anggota kerabat KKIT dan umat Katolik yang berminat ingin ikut.

Perayaan Ekaristi hari Senin (5/9) petang ini bebas, terbuka untuk umum.

Mother Teresa Co-Workers alias KKIT

Sebagai pembesutnya adalah Mother Teresa Co-Workers – biasa disebut Kerabat Kerja Ibu Teresa (KKIT).

Sebelum acara puncak berupa Perayaan Ekaristi ini, KKIT sudah terlebih dahulu menggelar Doa Novena Bunda Teresa secara daring.

Dilakukan bersama sejumlah uskup atau representasi keuskupan masing-masing; sudah berlangsung sejak tanggal 27 Agustus dan akan berakhir tanggal 4 September 2022 – sehari sebelum “acara puncak”.

Santa Bunda Teresa dari Calcutta – I Thirst Movement. (Ist)

Untuk melihat spektrum yang lebih besar di balik sebuah gelaran Perayaan Ekaristi demi peringatan 25 tahun meninggalnya Santa Teresa dari Calcutta, Sesawi.Net bersama Titch TV datang menjumpai Sinta Ekoputri.

Dari isteri pengusaha Irwan Hidayat ini, kami mendengar banyak hal sangat menarik.

Terutama tentang sepak-terjang KKIT dalam upayanya agar tetap bisa memberi makna konkrit dalam keseharian mereka terhadap spiritualitas yang sangat khas sebagai warisan rohani Bunda Teresa.

Sinta Ekoputri. (Mathias Hariyadi)

Pemaknaan itu ingin mereka wujud-nyatakan, terutama di dalam keseharian mereka sebagai umat Katolik. Juga sebagaimana lazimnya warga negara Indonesia yang benar-benar mencintai tanahair Indonesia dan sesama anak bangsa; terutama mereka yang secara sosial-ekonomi di masyarakat sangat terpinggirkan dan terlupakan.

Untuk tema besar tentang pemaknaan spiritualitas Bunda Teresa itu, mari kita mulai dari hal yang paling dasariah dulu. Yakni, tentang pengalaman visiun Bunda Teresa yang konon dia alami di tahun-tahun terakhirnya menjelang meninggal dunia. Terjadi kira-kira pada tahun 1992, beberapa lama sebelum Bunda Teresa meninggal dunia tanggal 5 September 1997 di Calcutta, India.

“I Thirst”, panggilan kedua Bunda Teresa

Hari Kamis jelang petang tanggal 1 September 2022, kami membuat wawancara dengan Sinta Hidayat. Ia ditemani Sally, Oma Threes, dan Widyastuti.

Wawancara ringkas dengan Majalah Hidup, Sesawi.Net dan Titch TV ini terjadi di Wisma Sahabat Baru – rumah singgah yang menampung banyak orang-orang sepuh terlantar- di kawasan Kedoya, Jakarta Barat.

Kepada kami, Sinta Hidayat menerangkan bagaimana sekali waktu dalam hidupnya Bunda Teresa sebagai suster biarawati dari Loreto (yang berbasis di Irlandia) sampai mengalami “panggilan keduanya”.

Kisah ringkas tentang visiun itu sengaja kami sebut di sini. Pengalaman spiritual Bunda Teresa itu dia terima, saat tengah menempuh perjalanan naik kereta api tanggal 10 September 1946 dari Calcutta ke Biara Loreto di Darjeeling (India) untuk memulai program retret tahunannya.

Kisah ini penting, karena di kemudian hari  pengalaman visiun ini mendasari secara fundamental semua kegiatan belarasa Bunda Teresa yang mulai dia rintis di gang-gang kumuh di Calcutta.

Di dalam visiun itu, Bunda Teresa diajak Bunda Maria untuk “memberi seteguk air” kepada Yesus yang tengah kehausan dan menanggung rasa sakit amat sangat di atas kayu salib.

Kata-kata penuh makna warisan rohani Santa Bunda Teresa dari Calcutta. (Ist)

Home for the Dying di Khaligat, Calcutta

Tahun-tahun berikutnya -usai meninggalkan Biara Loreto (India) dan kemudian mulai bergiat menyusuri gang-gang kumuh berisi gelandangan miskin di Calcutta- maka di “tanah misi” India inilah Bunda Teresa lalu menemukan makna sesungguhnya dari ajakan “memberi seteguk air” kepada Yesus yang tersalib itu.

Setelah membesut berdirinya Kongregasi Suster Misionaris Cinta Kasih (Missionaries of Charity) tahun 1950, maka pengalaman rohani diajak Bunda Maria untuk “memberikan seteguk minum” itu lalu diwujudkan Bunda Teresa dalam praktik belarasa (compassion) secara nyata.

Home for the Dying di Khaligat, Calcutta, di mana sejumlah penggiat kelompok Kerabat Kerja Ibu Teresa – I Thirst Movement (KKIT-ITM) Indonesia pernah kunjungi dan tinggal selama hampir tiga pekan untuk melihat langsung karya kemanusian Mother Teresa dan para Suster Missionaries of Charity. (Ist)

Di sepanjang gang-gang kumuh penuh gelandangan miskin di Calcutta itulah, bersama Kongregasi Suster MC, Bunda Teresa setia selalu memberi “seteguk kasih” kepada mereka yang sekarat mau mati, yang terpinggirkan dan terlantar.

Sejak tahun 1952, kisah-kisah kemanusiaan itu dilakukan Bunda Teresa bersama para suster biarawati MC di sebuah fasilitas amal kasih bernama Home for the Dying di Khaligat, Calcutta, India.

Di kalangan para penggiat KKIT “cabang” Indonesia, maka semangat utama  ingin berbelarasa dengan sesama itu juga selalu dilandasi oleh spiritualitas “berilah seteguk kasih”.

Karenanya, ITM yang berarti “I Thirst Movement” lalu melengkapi nama kelompok belarasa berbasis spiritualitas Santa Bunda Teresa dari Calcutta ini.

Sehingga nama lengkapnya menjadi Kelompok Kerabat Kerja Ibu Teresa – I Thirst Movement (KKIT-ITM) Indonesia. (Berlanjut)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here