7 Jam ke Sungai Daka, Jalan Panjang Pastoral Mgr. Pius Riana Prapdi di Keuskupan Ketapang (1)

0
997 views
Uskup Keuskupan Ketapang Mgr. Pius Riana Prapdi bersiap meninggalkan "kabin" perut perahu motor menuju Dermaga Sandai usai melakukan perjalanan dari Riam Dadap melalui Sungai Bihak yang penuh riam dengan arus sangat deras. (Mathias Hariyadi)

SUNGAI Daka itu ibarat satu nohtah kecil di jagad maha luas di Tanah Kayong, Kabupaten Ketapang.

Sekedar tahu saja, luas wilayah Kabupaten Ketapang itu jauh lebih besar dibandingkan luas wilayah Provinsi Jateng atau Jabar plus Banten. Dan menurut anggota DPR RI asal Kalbar Ir Michael Jeno, luas wilayah Kabupaten Ketapang itu kurang lebih mencapai 30% dari keseluruhan total wilayah Pulau Jawa.

Luas Kabupaten Ketapang itu kurang lebih 3,2 juta hektar. Sedangkan Pulau Jawa itu punya luas wilayah sebesar 11 juta hektar.

Paling luas di Kalbar

Kabupaten Ketapang juga merupakan wilayah paling luas se Provinsi Kalbar. Wilayah Provinsi Kalbar punya luas 14,7 juta hektar. Luas wilayah 3,2 juta hektar sudah “diambil” oleh Kabupaten Ketapang sendiri.

Namun, jangan tanya akses transportasi dari “pusat kota” Ketapang menuju daerah-daerah lain di luar Ibukota Kabupaten.

Bila perlu, harus jalan kaki menuntun sepeda motor.

Kondisi jalannya masih sangat “tradisional” alias banyak jalan masih beralaskan tanah liat. Hujan akan dengan mudahnya menjadikan badan jalan seperti kobangan lumpur pekat. Di musim  kemarau, jalanan itu akan segera berubah menjadi “lautan” debu.

Sungguh sangat tidak nyaman melakukan perjalanan dari pusat kota Ketapang menuju daerah-daerah pinggiran yang kondisinya sangat  minim fasilitas akses jalan yang beraspal dan jaringan komunikasi.

Di banyak kawasan pedalaman, kadang memang ada jaringan listrik PLN. Namun lebih banyak tidak ada. Untuk kebutuhan listrik, orang harus pasang getset dengan biaya ongkos solar yang besar.

Ingat bahwa getset itu harus hidup di malam hari dan itu berlangsung setiap hari.

Kalimantan –termasuk di dalamnya Kabupaten Ketapang– itu kaya akan sumber alam, namun masyarakatnya masih hidup tidak “nyaman”. Itu  karena lokasinya terpencil plus minim fasilitas hidup berupa akses jalan, listrik, ketersediaan air bersih, kamar mandi/WC, dan jaringan telekomunikasi.

Inilah yang disebut ‘jalan perusahaan’ dengan melintasi areal perkebunan sawit di kawasan Sandai, Kabupaten Ketapang, Kalbar. (Topan Putra Tan)

Dalam artian tertentu, Sungai Daka memang sudah lebih “modern” dibanding banyak “kota” lainnya di kawasan pedalaman. Listrik PLN sudah ada di sana, tapi masih saja tetap byar pet alias kadang hidup dan tak jarang malah tidak mau menyala.

Jaringan sinyal HP untuk fasilitas WA belum tersedia. Yang ada di Sungai Daka hanya sinyal jaringan telepon dan SMS. 

Cerita Bergambar Turne Masuk Pedalaman Ketapang bersama Mgr. Pius Riana Prapdi

Tujuh jam perjalanan 

Sungai Daka berlokasi sangat jauh dari “pusat kota” Ketapang. Butuh waktu setidaknya tujuh jam perjalanan dengan kendaraan roda empat menuju Sungai Daka.

Itu pun masih harus diberi catatan penting: jangan naik sedan ke Sungai Daka. Tapi, naiklah kendaraan roda empat jenis 4×4 WD (four-wheel drive). Ini agar bila roda mobil sampai terjebak masuk ke dalam kobangan bubur lumpur di jalan, jip atau minivan itu bisa bangkit kembali dari “kuburan” lumpur dan kemudian bisa berjalan lagi.

Jalan sawit penuh lumpur pekat di waktu hujan. (Courtesy by Topan di Sandai)

Naik motor bisa sedikit mempersingkat waktu perjalanan: hanya enam jam saja. Namun, tetap saja pengendara motor akan menemukan banyak areal berupa “jebakan Batman” ada di mana-mana di sepanjang jalan itu.

Ingat bahwa akses jalan aspal dari “pusat kota” menuju pedalaman Sungai Daka itu tidak lebih dari 60 km.

Selepas jalan “enak” ini, maka motor dan jip atau minivan 4×4 WD harus mau menyusuri jalanan non aspal dengan tekstur tanah liat pekat lumpur bila hujan dan menjadi lautan debu di kala musim kemarau.

Bila tak mau naik kendaraan, orang bisa memilih memakai speedboat melalui aliran sungai.

Jalan perusahaan yang sangat licin di kala musim hujan karena jenis tanah merah. Namun menjadi sangat ‘berkabut’ karena penuh debu ketika jalan ini dilalui kendaraan mobil atau bahkan motor sekalipun. (Topan Putra Tan)
Speedboat sederhana menjadi alat transportasi air andalan melalui aliran sungai di Kabupaten Ketapang by Mathias Hariyadi
Naik perahu motor menyusuri aliran Sungai Bihak yang penuh riam dan arus sangat deras. Penumpang berkopiah kuning adalah Uskup Keuskupan Ketapang Mgr. Pius Riana Prapdi. (Mathias Hariyadi)

Tiga opsi perjalanan

Rute Ketapang menuju Sungai Daka bisa ditempuh dengan tiga opsi.

Pertama, kita bisa melewati wilayah Kabupaten Kayong Utara, tepatnya lewat Siduk, Sumber Periangan, tempat nyaman untuk bisa berhenti makan siang atau sekedar beristirahat.

Perjalanan lanjutan harus melalui Sungai Kelik, lalu Tayap, Sandai, Randau.

Melalui rute ini, kita mau tak mau harus rela memasuki kawasan perkebunan sawit yakni melaju kendaraan di atas “jalan sawit” –begitu orang di Ketapang biasa menyebutnya.

Jalan sawit ini milik perusahaan PT Prakarsa Tani Sejati (PTS).

Opsi kedua ditempuh melalui jalur Pelang. Dari situ, kita menuju Sungai Melayu, lalu Rayak dan kemudian Tayap, Sandai, dan kemudian masuk ke “jalan sawit” milik PT PTS.

Opsi ketiga adalah melalui aliran sungai. Kini jalur sungai dari Ketapang ke Sungai Laur sudah tidak ada lagi. Yang masih “tersedia” adalah alur sungai dari Ketapang menuju Sandai.

Naik speedboat menyusuri aliran sungai  tentu akan menjadi pengalaman mengasyikkan bagi para avonturir yang datang dari luar Ketapang.

Jalan mobil di hutan Randau Limat: mesti tebang dahan dulu supaya kendaraan bisa lewat by Fr. Dictus Pr.

Teman-teman dari Jawa yang suka menikmati aroma turne dengan naik perahu motor menyusuri aliran sungai dan itu perjalanan bisa berlangsung berjam-jam, maka perjalanan Sungai Daka dan tempat lainnya di Ketapang itu akan menjadi perjalanan  “wisata alam” yang mengasyikkan.

Tapi jangan ngambek. Soalnya, begitu sampai di Sungai Daka, maka Anda hanya akan menemukan “desa” di kawasan pedalaman. Itu pun  dengan pasokan listrik yang tidak stabil dan di sana juga tidak bisa main WA.

Nah, siapa mau main ke Sunga Daka? (Berlanjut)

Tiga remaja Dayak di Tanjung Beringin –kawasan pedalaman sekitar 7 jam perjalanan naik kendaraan dan speedboat dari Ketapang menuju Sepotong dan kemudian sambung lagi naik speedboat selama dua jam ke arah Tanjung Beringin by Mathias Hariyadi

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here