70 Hari di Rumah Khalwat Roncalli: Kaum Religius Menghayati Kaul Kemiskinan (18)

0
945 views
Ilustrasi (Ist)

Senin, 14 November 2016

MATERI baru hari ini, yaitu tentang kemiskinan yang diberikan oleh Sr. Melanie Rotina FCh. Ada begitu banyak contoh yang beliau sampaikan kepada kami tentang kemiskinan ini, apalagi dengan pengalamannya sebagai Sr. Provinsial FCh selama 10 tahun.

Beberapa teman juga menyampaikan sharing pengalaman mereka yang sehubungan dengan penggunaan fasilitas dalam komunitas, yang merupakan milik bersama/umum. Saya semakin merasa diperkaya dengan banyaknya yang saya dengarkan selama kursus ini.

Syukurlah di biara saya, tidak begitu banyak masalah tentang kemiskinan karena banyak hal yang sehubungan dengan barang-barang pada umumnya kami menerima sama rata melalui pembagian dari Sr. Priorin. Tentu saja ada perkecualian, khususnya bagi mereka yang dengan alasan kesehatan memerlukan barang khusus sesuai kebutuhannya.

Dalam Konstitusi kami,  hal ini sudah dibicarakan. Berdasarkan usia, mereka boleh menggunakan barang tertentu.

 Baca juga:   70 Hari di Rumah Khalwat Roncalli: Seksualitas dan Dunia Luar (17)

Hari ini Ordo Karmel merayakan Pesta Semua orang Kudus Karmel.

Rm. Vence OCD menyatakan kepada saya, kalau saja bisa membagikan skapulir Karmel kepada teman-teman kursus. Maka saya minta kepada Sr. Priorin supaya mengirimkan skapulir Karmel dengan doanya, biasanya kami mempunyai persediaan, untuk dibagikan kepada teman-teman. Mereka senang sekali menerima skapulir Karmel ini.

Pada saat makan malam, saya duduk berdekatan dengan Sr. Melanie FCh. Seperti biasa kami saling sharing. Waktu itu saya bercerita tentang ‘rasa’ kemiskinan di biara saya. Eh, tiba-tiba Sr. Melanie mengatakan, dia punya sesuatu yang ingin diberikan kepada saya.

Selesai makan malam, saya diajak ke kamarnya, diambilnya ulos dan dibeberkannya di hadapan saya. Lalu diberikan kepada saya ulos yang indah dan lebar itu. Beliau berkata, ulos ini selalu dibawanya ke mana pun dia berada. Beliau mohon kepada Tuhan, supaya ditunjukkan, kepada siapa ulos ini akan diberikan dan diberikan kepada orang yang tepat, dan baginya orang yang tepat itu adalah saya, tepatnya untuk komunitas saya.

Jadi, sayalah yang sangat beruntung mendapatkan ulos yang begitu indahnya.

Terima kasih, Suster atas hadiah yang luar biasa ini. Sesampainya di biara, saya serahkan ulos ini kepada Sr. Priorin.

Selasa, 15 November 2016

Hari ini dan besok masih membahas tentang trikaul, yaitu kemiskinan dan ketaatan. Ketiga kaul ini menjadi dasar bagi semua kaum religius. Ketiga kaul ini menjadi bagian dari hidup kami dan tidak dapat ditiadakan.

Penghayatan kemiskinan yang dewasa:

  • Penyerahan kebutuhan manusiawi. Kebutuhan manusiawi dapat dibagi dalam tiga taraf yakni: Berhubungan dengan kebutuhan materi atau kebendaan; Kebutuhan berhubungan dengan sesama manusia; Ketiga, kebutuhan nilai yang luhur, nilai cinta kepada Allah.

Hidup dengan penuh kesadaran, mau menggantungkan diri secara penuh kepada Allah.

  • Penyerahan kehendak. Kita perlu menjaga kesehatan dan hidup kita dengan rela memersembahkan kehendak kita kepada Allah. Untuk Allah kita rela dan siap sedia mengubah diri, mengubah kepribadian kita, bila kepribadian kita menghalangi karya Allah. Kita rela menerima tugas dan tempat yang diberikan kepada kita oleh pemimpin, meskipun hal itu tidak sesuai dengan keinginan kita.
  • Penyerahan segenap waktu. Kita perlu menggunakan waktu sebaik-baiknya dan seefektif mungkin. Maka kita perlu mengatur dan mengisi waktu dengan penuh tanggungjawab.
  • Penyerahan seluruh bakat dan kemampuan. Menyerahkan diri secara total kepada Penyelenggaraan Ilahi, mempunyai konsekuensi menyerahkan seluruh bakat dan kemampuan yang ada, demi pelayanan penuh cinta kepada Kristus dan sesama.
  • Penyerahan nama diri, kedudukan, gengsi, dan kuasa. Bila kita memusatkan diri kepada Allah, maka nama, kedudukan, gengsi, dan kuasa menjadi tidak penting. Kristus menunjukkan jalan ini dalam hidup-Nya, “Aku tidak memerlukan hormat dari manusia”. Orang yang mempunyai kedalaman iman, kedalaman batin tidak membutuhkan semuanya yang tidak langgeng. Kemiskinan yang nyata mengandalkan kerendahan hati, menerima segala keterbatasan diri.
  • Berpusat pada Allah. Kemiskinan membawa kita untuk menghayati dan memusatkan perhatian kita kepada Allah, di atas segala-galanya. Kemiskinan memerdekakan, menyembuhkan, membebaskan, dan memerkaya hidup kita. Kemiskinan menjadi sarana bersikap lepas bebas terhadap “dunia”, nafsu-nafsu, hasrat dan cinta diri. Penghayatan kemiskinan yang benar membuat kita terarah dan rasa terpikat, terkuasai oleh cinta Allah.

Ciri-ciri ketaatan religius yang dewasa, antara lain:

  • Tanggungjawab: Para religius mempunyai kebebasan dan tanggung jawab atas keputusan dan tindakan hidupnya dalam pengikraran ketaatan. Tiap-tiap anggota harus ambil bagian secara aktif dan tanggung jawab dalam proses membangun Kerajaan Allah berdasarkan kharisma masing-masing.
  • Peka terhadap Sabda Allah: Religius adalah pribadi yang mengarahan hidup dan seluruh kemampuannya untuk memahami, mengerti, dan menghayati rencana-rencana Ilahi, peka terhadap Sabda Allah. Menimbang kehendak Allah yang tersirat dalam Konstitusi, menimbang semuanya dalam Roh Kudus dan bukan demi mewartakan diri sendiri.
  • Mampu membedakan Roh: Setiap saat religius mampu membedakan gerakan Roh. Dalam penegasan Roh harus menyertakan seluruh informasi yang ditimba dengan mendengarkan dambaan, gagasan, dan sarana-sarana jujur dari tiap-tiap pribadi yang terlibat dalam aneka macam tugas hidup dan kerasulan.
  •  Mampu mendengarkan: Para religius perlu saling mendengarkan dan saling memahami antara pimpinan dan anggota. Bila menghadapi seorang anggota, janganlah mengadili dahulu sebelum mendengarkannya. Tak seorang pun memonopoli kebenaran.
  • Mampu terbuka dan berdialog: Setiap religius, entah pemimpin atau anggota harus berusaha menyelami isi hati yang lain. Berdialog perlu disertai ketulusan hati, keterbukaan, dan kejujuran tanpa syak wasangka dan kekakuan. Jangan memiliki kebiasaan menentang atau berapriori jelek. Ciri berdialog yang dewasa: menggunakan seluruh daya dan kemampuan untuk mencapai kejelasan masalah, ramah tamah, damai, sabar, jujur, rendah hati, tidak menentang, saling memercayai; bijaksana memahami rasa perasaan yang lain dan bijaksana dalam mengutarakan pendapat.
  • Mampu menghargai setiap pribadi: Sadar akan kerapuhan dan keterbatasan, kita perlu menghargai satu dengan yang lain sebagai pribadi. Menerima dan mengakui perbedaan yang lain akan saling memerkaya. Terbuka terhadap macam-macam kemungkinan pemecahan persoalan yang lebih dalam serta terbuka terhadap pandangan yang berbeda.
  • Saling melengkapi dan memperkaya: Apabila tiap-tiap anggota dapat menerima dan bergembira oleh karena berbagai macam kekayaan yang dianugerahkan oleh Roh Kudus kepada tiap-tiap pribadi, maka akan terbangunlah semangat saling memerkaya dan saling melengkapi yang kemudian mendorong usaha untuk saling membantu danmerintis hubungan persaudaraan yang aktif.
  • Mampu menghayati semangat injili: Religius berusaha untuk terus-menerus membuat cita-cita hidup pribadi sesuai dan selaras dengan nilai-nilai Kristus, nilai-nilai yang diwartakan Gereja, nilai-nilai yang diwartakan Kongregasi atau komunitas secara konsisten. Sikap siap selalu menghayati semangat Injil walaupun tak ada seorang pun yang memuji, bahkan mengetahuinya pun tidak. Rela menyerahkan hidup, melupakan diri seperti lilin yang terbakar habis demi keselamatan jiwa-jiwa.
  • Pribadi matang secara psikologis: Kedewasaan psikologis di sini berarti kemampuan untuk memadukan ketiga taraf (fisik-sosial-spiritual rasional) dalam proporsi yang benar. Kedewasaan ini adalah buah dari keseimbangan antara dorongan-dorongan naluri dan kebutuhan sosial yang kadang-kadang muncul dalam perasaan-perasaan spontan (secara sadar atau tidak sadar).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here