Home BERITA Lectio Divina 8.5.2025 – Makan Roti Hidup

Lectio Divina 8.5.2025 – Makan Roti Hidup

0
110 views
Menyambut Yesus, by Elizabeth Wang

Kamis. Minggu Paskah III, Hari Biasa (P)

  • Kis. 8:26-40
  • Mzm. 66:8-9.16-17.20
  • Yoh. 6:44-51

Lectio

44 “Tidak ada seorang pun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman. 45 Ada tertulis dalam Kitab Nabi-nabi: Mereka semua akan diajar oleh Allah. Setiap orang, yang telah mendengar dan belajar dari Bapa, datang kepada-Ku.

46 Hal itu tidak berarti bahwa ada orang yang telah melihat Bapa. Hanya Dia yang datang dari Allah, Dialah yang telah melihat Bapa. 47 Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Siapa saja yang percaya, ia mempunyai hidup yang kekal. 48 Akulah roti kehidupan. 49 Nenek moyangmu telah makan manna di padang gurun dan mereka telah mati.

50 Inilah roti yang turun dari surga: Siapa saja yang memakannya, ia tidak akan mati. 51 Akulah roti hidup yang telah turun dari surga. Jikalau seseorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu untuk hidup dunia ialah daging-Ku.”

Meditatio-Exegese

Mengertikah Tuan apa yang Tuan baca itu?

Diakon Filipus dipanggil dan diminta untuk menemui sida-sida Etiopia, bendahara dan pengawal puteri-puteri kerajaan. Fillipus menempuh perjalanan 80 kilometer dari Yerusalem ke arah selatan, Gaza.

Tradisi alkitabian mencatat Etiopia menjadi bagian kerajaan Nubia, yang diduduki keturunan Kusy (Kej 10:6). Wilayah ini membentang dari Aswan ke selatan hingga pertemuan Sungai Nil di dekat Kartum sekarang.

Sri Kandake merupakan gelar tradisional yang disematkan kepada ibu ratu, yang bertanggung jawab atas tugas-tugas administrasi kenegaraan. Sedangkan sang raja dianggap terlalu suci untuk mengurusi urusan-urusan administrasi.

Sida-sida Etiopia nampaknya pemeluk agama Yahudi dari bangsa asing yang berziarah ke Yerusalem untuk beribadah dan sedang dalam perjalanan pulang. Saat ditemui Filipus, ia sedang membaca perikop dari kitab Nabi Yesaya, Yes. 53:7-8, yang diyakini Gereja menubuatkan sengsara Yesus Kristus di salib.

Dalam perjalanan, pejabat tinggi asing itu membaca kitab suci dengan suara nyaring, hingga Filipus tahu apa yang sedang dibacanya. Santo Yohanes Chrysostomus menulis, “Ingat, sungguh baik tidak mengabaikan membaca Kitab Suci, bahkan, ketika sedang dalam perjalanan…

Hendaklah kalian merenungkan hal ini: mereka tidak membaca Kitab Suci di rumah karena mereka bersama dengan istri atau berperang membela negara, atau sibuk dengan pekerjaan rumah atau urusan lain, sehingga mengira bahwa tidak ada kewajiban bagi mereka untuk berusaha membaca Kitab Suci. […]

Orang Etiopia ini mengajarkan pada kita semua – yang hidup berkeluarga, menjadi tentara, pegawai, dengan kata lain, semua laki-laki dan perempuan juga, khususnya perempuan yang selalu di rumah, dan mereka yang memilih cara hidup monastik.

Mari kita belajar bahwa tidak ada satu situasi apa pun yang menjadi halangan untuk membaca sabda Allah; inilah yang dapat dilakukan tiap orang tidak hanya ketika ia sendiri di rumah, tetapi juga di alun-alun, dalam perjalanan, dalam kebersamaan dengan orang lain, atau ketika sedang bekerja. Saya sarankan pada kalian: mari kita tidak melalaikan untuk membaca Kitab Suci.” (Homily on Acts, 35). 

Menjawab pertanyaan Filipus apakah ia  memahami isi Kitab Suci pejabat tinggi itu menjawab, “Bagaimana aku dapat mengerti, kalau tidak ada yang membimbing aku?” (Kis. 8:31). Jawaban ini menggemakan seruan dari seluruh penjuru angin.

Tidaklah mungkin seseorang mengerti makna hanya dengan membaca atau mengharapkan Allah mengilhaminya secara langsung.  Tiap orang harus mengambil jalan kodrati yang tersedia, yakni: pengalaman dan pengetahuan para ahli dan orang-orang yang memiliki kebijaksanaan.

Naskah Kitab Suci tidak sederhana, seperti terdapat jurang yang sangat lebar dengan pembaca zaman sekarang: bahasa, adat-istiadat, gaya hidup. Maka, seperti sida-sida Etiopia, tiap pribadi membutuhkan bantuan untuk memahami sabda Allah dan Gereja selalu menemani dan membantu (bdk. DV 12).

Setelah dibantu Filipus, sida-sida itu membuka hati dan jiwa untuk pembaptisan. Santo Yohanes Chrysostomus menulis, “Kita patut memuji keseiapan hati sida-sida itu untuk dibaptis. Ia tak pernah berjumpa dengan Yesus atau pun tidak menyaksikan mukjizat.

Apa yang telah mengubah hatinya? Karena, sebagai pribadi tekun mempelajari agama, ia selalu mempelajari kitab-kitab suci dan menjadikannya bahan untuk renungan dan pengetahuan.” (Homily on Acts. 19).

Setelah membaptis bendahara istana Sri Kandake, yang kemudian mewartakan Injil pada bangsanya, Filipus secara luar biasa dilarikan Roh Allah untuk berkarya di tempat lain.

Setiap orang datang kepada-Ku

Datang kepada Yesus berarti percaya kepada-Nya. Iman itulah yang tidak ditemukan pada para pemimpin agama Yahudi waktu itu.

Seperti nenek moyang mereka di padang gurun, mereka bersungut-sungut, “Bukankah Ia ini Yesus, anak Yusuf, yang ibu bapanya kita kenal? Bagaimana Ia dapat berkata: Aku telah turun dari surga?” (Yoh. 6:41-42). Seolah-olah mereka paling tahu tentang Allah.

Datang atau percaya kepada Yesus berarti membuka diri dan setia mendengarkan Allah. Jauh dalam lubuk hati Allah meletakkan sabda-Nya untuk didengarkan dan dilakukan (bdk. Ul. 30:14).

Nabi Yeremia menyingkapkan kehendak Allah, “Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku.” (Yer. 31:33).

Maka, semua manusia yang mendengarkan sabda-Nya dan melakukan-Nya akan ditarik untuk percaya kepada Yesus. Nubuat Nabi Yesaya dikutip penulis Injil secara bebas, “Mereka semua akan diajar oleh Allah. Dan setiap orang, yang telah mendengar dan menerima pengajaran dari Bapa, datang kepada-Ku.” (Yoh. 6:45; bdk. Yes. 54:13).

Ungkapan ‘diajar oleh Allah’ selalu mengandaikan manusia dengan suka rela mendengarkan dan menerima pengajaran dari Bapa. Mendengarkan dan menerima pengajaran dari Bapa tidak berarti bahwa orang itu telah melihat Bapa.

Siapa pun yang mendengarkan dan menerima pengajaran dari Bapa ditarik untuk percaya kepada Yesus  karena Ia berasal dari Bapa. Maka, Ia telah melihat Bapa. Dialah Jalan menuju kepada-Nya (Yoh. 14:6-9).

Setiap orang yang percaya diundang untuk percaya kepada-Nya, mendengarkan ajaran-Nya dan melihat pekerjaan-Nya yang menyatakan Bapa. Kepada yang percaya, Ia menganugerahkan hidup kekal.

Akulah roti hidup

Injil keempat tidak secara langsung menyingkapkan penetapan Sakramen Ekaristi. Tetapi ia memberi makna atas sakramen yang luhur itu.

Roti ini diperbandingkan dengan manna yang dimakan para leluhur bangsa Yahudi di gurun. Sabda-Nya (Yoh. 6:48), “Akulah roti hidup.”, εγω ειμι ο αρτος της ζωης, ego eimi ho artos tes zoes, Ego sum panis vitae.

Manna menjamin hidup bangsa Israel untuk bertahan sementara dalam perjalan ke tanah yang dijanjikan. Manna tidak menjadi sumber hidup kekal. Roti itu menjadi pralambang Roti Ekaristi yang diserahkan Yesus kepada para murid pada malam sebelum Ia diserahkan kepada musuh, disiksa dan dibunuh.

Sebaliknya, Roti yang diberikan Yesus pada para murid-Nya tidak hanya membantu manusia mengarungi peziarahan menuju surga. Ia juga menganugerahkan hidup adi koderati dari Allah untuk hidup abadi.

Ketika menerima Roti Ekaristi dari altar Tuhan, tiap murid-Nya dipersatukan dengan Yesus Kristus. Ia memberikan tubuh dan darah-Nya dan mengijinkan tiap murid ambil bagian dalam hidup abadi-Nya.

Santo Ignatius dari Antiokhia, 35-107, menulis, “Roti itu menjadi obat melawan kematian, racun melawan maut. Makanan itu membuat kita hidup selamanya dalam Yesus Kristus.” (Ad Ephesios. 20,2).

Katekese

Berjumpa Yesus dalam Ekaristi. Paus Fransiskus, Buenos Aires, 17 Desember 1936:

“Perjumpaan dengan Yesus dalam Kitab Suci membawa kita kepada Ekaristi, di mana Sabda yang sama mencapai dayanya yang maksimal, sebab inilah kehadiran nyata dari Dia yang adalah Sabda hidup.

Dalam Ekaristi, Yang Mahamulia satu-satunya menerima penyembahan terbesar yang bisa diberikan oleh dunia, sebab Kristus sendirilah yang dipersembahkan.

Ketika kita menerima-Nya dalam Komuni Suci, kita memperbarui perjanjian kita dengan-Nya dan memperkenankan-Nya semakin mewujudkan secara penuh karya-Nya yang mengubah kehidupan kita.” (Seruan Apostolik, Bersukacita dan Bergembiralah – Gaudete et Exultate, 157)

Oratio-Missio

Tuhan, Engkaulah Roti Hidup dari surga. Semoga aku selalu hidup dengan penuh sukacita dan damai, bersatu dengan Bapa, Putera dan Roh Kudus, sekarang dan selamanya. Amin.

  • Apa yang harus kulakukan di tengah pandemi untuk selalu merindukan Tuhan?

Ego sum panis vivus, qui de caelo descendi. Si quis manducaverit ex hoc pane, vivet in aeternum; panis autem, quem ego dabo, caro mea est pro mundi vita – Ioannem 6:51

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here