Rabu, 11 September 2025
Kol. 3:12-17.
Mzm. 150:1-2,3-4,5-6.
Luk. 6:27- 38
NO way, untuk dendam. Dendam dan amarah yang merusak, serta keserakahan yang membutakan hati. Dendam hanya memperpanjang rantai luka.
“Melihat mantan menteri keuangan berpamitan dengan penuh haru membuat perasan ini penuh gejolak,” kata seorang ibu
“Jika saja tidak ada penjarahan di rumahnya mungkin dia tidak masih akan berusaha menjaga perekonomian negara ini. Terlepas adanya kebijakan soal pajak yang sungguh membuat bangsa ini menjerit.
Di tengah isak tangis yang tertahan, mantan menteri keuangan, berseru dengan lirik,” Jangan lelah mencintai Indonesia,”ujarnya.
Amarah warga yang dibiarkan tumbuh akan membakar habis sukacita kita sendiri. Keserakahan menutup mata terhadap sesama dan membuat kita miskin kasih.
Tetapi ketika kita memilih untuk mengampuni, mengendalikan diri, dan berbagi, kita sedang berjalan di jalan Kristus. Di sanalah hati menjadi ringan, jiwa dipenuhi sukacita, dan hidup kita memancarkan terang.
Menjadi murah hati bukan hanya soal memberi materi, tetapi juga memberi ruang di hati untuk memaafkan, memberi kesempatan kedua bagi orang lain, memberi doa bagi yang menyakiti kita, serta memberi kasih tanpa pamrih.
Hati yang murah hati adalah hati yang menyerupai hati Allah sendiri, yang tidak pernah berhenti mencurahkan kasih setia-Nya meski kita sering jatuh dalam dosa.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,” Janganlah kamu menghakimi, maka kamupun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamupun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni.”
Menghakimi hanya melahirkan tembok pemisah: kita merasa lebih baik, sementara orang lain semakin dijauhkan.
Menghukum membuat luka semakin dalam, bukan menyembuhkan. Sebaliknya, Yesus menunjukkan jalan yang lebih sulit tetapi lebih indah: mengampuni.
Mengampuni bukan berarti membenarkan kesalahan, melainkan melepaskan belenggu sakit hati.
Mengampuni adalah menyerahkan luka kita ke dalam tangan Allah, yang lebih adil dan penuh kasih. Dan saat kita mengampuni, kita pun mengalami kelegaan, karena hati kita dibebaskan dari racun dendam.
Allah sendiri telah lebih dulu mengampuni kita. Setiap kali kita datang dengan dosa-dosa kita, Ia tidak menghukum, melainkan merangkul kita dengan belas kasih. Maka, kita pun dipanggil untuk menyalurkan rahmat yang sama kepada sesama.
Hidup ini terlalu singkat jika diisi dengan menghakimi dan menghukum. Lebih indah jika kita memilih untuk memberi maaf, sebab di sanalah kita pun mengalami pengampunan Allah yang tak terbatas.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah saya masih sering cepat menilai dan menghakimi orang lain?