Home BERITA Aja Keminter Mundhak Keblinger, Aja Cidra Mundhak Cilaka

Aja Keminter Mundhak Keblinger, Aja Cidra Mundhak Cilaka

0
22 views
Ilustrasi - Aja keminter. (Ist)

Qiānlùn zé míng, piānxìn zé àn 谦论则明偏信则暗. Mendengar semua pandangan membawa terang; mempercayai satu sisi saja membawa kegelapan.

Di ruang belajar, Mama Phei duduk anggun di depan tiga Anaknya: Yacintha, Dyah, dan Mulyadi.

Mama Phei tersenyum lembut: Mama pernah dengar mutiara Jawa: “Aja keminter mundhak keblinger, aja cidra mundhak cilaka.” Siapa berani menafsirkan jiwanya?

Yachinta penuh semangat: Ini tentang kesombongan intelektual. “Pengetahuan membuat orang menjadi sombong, tapi kasih membangun.” (1 Korintus 8:1). Kadang kita terlalu yakin pada pengetahuan sendiri hingga lupa bahwa kasih adalah wujud tertinggi kebijaksanaan.

Mama Phei mengangguk: Tepat.

“‘Qiānlùn zé míng, piānxìn zé àn. 谦论则明,偏信则暗. Mendengar semua pandangan membawa terang; mempercayai satu sisi saja membawa kegelapan.”  Kesombongan intelektual itu bentuk percaya hanya pada diri sendiri, yang akhirnya membutakan.

Dyah nada teduh: Ya. “Wahai orang-orang yang beriman. Bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar.” Kejujuran adalah fondasi amal. Ketika seseorang cidra, menipu, berkhianat, maka ia sedang menanam benih kehancurannya sendiri. Cidra itu seperti retakan kecil yang bisa meruntuhkan seluruh bangunan iman.

Mulyadi: Setuju. “Aja keminter mundhak keblinger.” Ini bukan larangan untuk berpikir, melainkan peringatan agar tidak ujub, terlalu yakin pada diri sendiri. Dan “Aja cidra, mundhak cilaka” adalah hukum moral yang pasti: setiap kecurangan akan berbuah bencana.

Nenek moyang kita bahkan juga berkata: “Becik ketitik, ala ketara.” Cepat atau lambat, kebenaran akan menampakkan diri, dan kesalahan akan terbongkar.

Mama Phei berjalan mengelilingi: Menarik. Gereja mendorong ilmu, tapi menegaskan bahwa ilmu tanpa kasih kehilangan makna. Lalu ada pepatah berbunyi “Tuntutlah ilmu sampai ke Negeri Cina.” Tapi kecerdikan harus dikawal oleh taqwa dan kejujuran.

Dan kearifan filosofi Jawa, mereka sadar: Musuh terbesar bukan kebodohan, tapi pengetahuan yang kehilangan nurani. “Keminter tanpa eling lan waspada berujung keblinger. Cidra sekecil apa pun, bibit cilaka yang pasti tumbuh.”

Kesimpulannya: jangan jadi pintar, tapi jadilah bijak. Jangan jadi cerdik, tapi jadilah jujur.’

emua ini bertemu pada satu titik: Kasih, Kebenaran, dan Kebijaksanaan, penjaga yang menyelamatkan manusia dari keblinger dan cilaka.

Ilmu adalah cahaya, tapi tanpa hati ia bisa membakar.

Jadilah manusia berilmu namun rendah hati, cerdik namun jujur.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here