
Selasa, 3 Juni 2025
Yoh 17:1-11a
SERING kali kita terlibat begitu aktif dalam berbagai kegiatan pelayanan, mengajar, mengatur acara gereja, membantu sesama, terlibat dalam aksi sosial. Semua ini tentu baik, bahkan sangat mulia.
Namun, ada satu hal mendasar yang tak boleh kita abaikan: akar dari semua karya itu haruslah doa. Tanpa doa, semua aktivitas pelayanan yang tampak sibuk dan meriah hanyalah gerakan luar tanpa daya rohani di dalamnya. Kita bisa tampak sibuk untuk Tuhan, tapi sebenarnya jauh dari Tuhan.
“Saya merasa lelah beberapa waktu lalu dengan semua pelayanan ini,” kata seorang bapak.
“Belakangan ini saya mulai merasakan sesuatu yang berbeda. Saya mulai merasa cepat lelah, tidak hanya secara fisik, tapi juga secara batin.
Saya mulai bangun pagi dengan berat hati, menghadiri rapat pelayanan tanpa semangat, bahkan dalam doa pribadiku, saya berbisik dalam hati, “Tuhan, aku capek.”
Dalam keheningan malam itu, saya merasa tersentuh oleh suara lembut dalam hatiku: “Engkau terlalu sibuk bekerja untuk-Ku, tapi jarang duduk bersama-Ku.”
“Saya pun terdiam. Saya sadar, selama ini saya begitu sibuk melakukan banyak hal untuk Tuhan, namun lupa meluangkan waktu bersama Tuhan. Doaku menjadi formalitas, relasiku dengan Tuhan menjadi rutinitas, bukan perjumpaan.
Malam itu menjadi titik balik bagiku. Aku memutuskan untuk perlahan menata ulang pelayananku,” ujar bapak itu.
Doa bukan pelengkap, bukan jeda dari kesibukan rohanin tetapi sumber utama kekuatan dan terang untuk memahami apa yang sungguh menjadi kehendak Allah.
Lewat doa, kita dituntun untuk bertanya: “Apakah yang kulakukan ini sungguh kehendak-Mu, Tuhan?”
Doa menyelaraskan hati kita dengan hati Allah. Doa membentuk sikap batin kita agar pelayanan bukan tentang “aku dan kemampuanku,” tetapi tentang “Engkau dan rencana-Mu.”
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Aku berdoa untuk mereka. Bukan untuk dunia Aku berdoa, tetapi untuk mereka, yang telah Engkau berikan kepada-Ku, sebab mereka adalah milik-Mu.”
Doa bukan pelengkap. Doa bukan sekadar jeda. Doa adalah sumber utama kekuatan dan terang untuk memahami apa yang sungguh menjadi kehendak Allah.
Tanpa doa, kita rentan menjalani pelayanan seperti orang yang berjalan tanpa kompas. Kita mungkin tampak aktif, bahkan berhasil, tetapi sesungguhnya bisa saja kita sedang bergerak menjauh dari kehendak Tuhan.
Tanpa akar doa, pelayanan kita mudah disusupi kesombongan rohani. Kita mulai merasa hebat karena berhasil, karena dipuji, karena dianggap aktif. Kita mulai mengandalkan kekuatan dan kepandaian sendiri, dan lupa bahwa segala sesuatu berasal dari rahmat Tuhan.
Di sinilah perlahan namun pasti, jiwa kita mulai kering. Kita bekerja untuk Tuhan, tapi tidak lagi berjalan bersama Tuhan.
Kita dipanggil, kembali ke dasar: mencari Tuhan terlebih dahulu dalam doa, sebelum kita bekerja untuk-Nya. Biarlah setiap tindakan pelayanan kita lahir dari keheningan bersama-Nya.
Biarlah karya kita bukan hanya aktivitas lahiriah, tetapi pancaran dari kehidupan batin yang penuh relasi dengan Allah.
Ketika doa menjadi akar, pelayanan kita akan berbuah. Ketika Tuhan menjadi pusat, karya kita akan membawa damai. Dan ketika rahmat menjadi sumbernya, hasilnya bukan hanya memuliakan kita, tetapi memuliakan Dia yang hidup dan bekerja di dalam kita.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku punya waktu dan yang aku baktikan untuk hidup doaku?