Minggu, 18 Mei 2025
- Kis. 14:21b-27.
- Mzm.145:8-9,10-11,12-13ab.
- Why. 21:1-5a;
- Yoh. 13:31-33a, 34-35
KITA hidup di zaman di mana kata “kasih” begitu sering diucapkan, tetapi begitu jarang diwujudkan.
Banyak orang tahu bagaimana menjelaskan kasih, tetapi sedikit yang rela berkorban untuk mengasihi.
Kita bisa berbicara tentang kasih dalam diskusi, membagikannya dalam status media sosial, bahkan mengkhotbahkannya di mimbar, tetapi jika kasih tidak menjadi nyata dalam tindakan, semua itu kosong.
Kasih sejati tidak tinggal dalam wacana, tapi lahir dari hati yang mau peduli, tangan yang mau melayani, dan kaki yang mau melangkah keluar dari zona nyaman untuk menemui sesama.
Mengasihi bukan berarti menunggu momen besar, tetapi setia dalam kebaikan kecil yang konsisten.
Yesus adalah teladan sempurna. Ia tidak hanya mengajar tentang kasih, Ia menjadi kasih itu sendiri.
Ia menyentuh yang tak tersentuh, mengampuni yang berdosa, dan mengasihi tanpa syarat. Maka jika kita mau disebut murid-Nya, kita dipanggil untuk melakukan hal yang sama: menghidupi kasih dalam keseharian kita.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.”
Perintah ini bukan sekadar ajakan atau saran. Ini adalah perintah baru dari Yesus, inti dari kehidupan orang percaya.
Bukan hanya “saling mengasihi” secara umum, tetapi dengan standar yang sangat tinggi: “sama seperti Aku telah mengasihi kamu.”
Yesus tidak mengasihi secara setengah-setengah. Kasih-Nya penuh, total, dan tanpa syarat. Ia mengasihi mereka yang tidak layak, yang menyakiti, bahkan yang mengkhianati-Nya. Dan kasih seperti inilah yang diminta-Nya dari kita.
Mengasihi seperti Yesus berarti siap memberi, bahkan ketika tak dibalas. Mengampuni, meski sakit. Menjadi sahabat bagi yang dijauhi. Melayani, bukan karena pujian, tapi karena cinta. Ini bukan kasih yang mudah, tapi inilah kasih yang mengubah dunia.
Seringkali kita merasa cukup dengan bersikap baik kepada orang-orang yang kita sukai. Tetapi Yesus memanggil kita untuk melampaui batas itu: mengasihi mereka yang sulit, yang berbeda, yang bahkan mungkin melukai kita. Mengapa? Karena itulah yang Yesus lakukan kepada kita.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah kasihku hanya terbatas pada yang mudah dan nyaman?