Akun Medsos Rohaniwan Katolik Jadi Sasaran Empuk Hacker

0
514 views
Ilustrasi: Hacker bisa siapa saja dan beroperasi dari mana saja. (Ist)

ZAMAN sekarang ini, semua orang telah terhubung di dalam jaringan (daring). Akses internet membuka ragam peluang bagi siapa saja untuk masuk dan terlibat di dalamnya. Aneka pekerjaan mulai diaplikasikan ke dalam jaringan komputer sehingga mempermudah orang dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

Pemanfaatan database dan aplikasi-aplikasi dekstop online sudah marak digalakkan oleh aneka organisasi, instansi, masyarakat, dinas, pemerintahan dan pertahanan militer.

Tidak heran, segala hal yang serba canggih perlahan merambak ke berbagai sektor kehidupan manusia dan mengubah cara-cara lama. Tentu saja ada konsekuensi dari pemanfaatan akses internet yang saat ini masih belum terkontrol baik dari segi keamanan dan efektivitas penggunanya.

Di masa pandemi ini, para imam, suster, bruder, biarawan-biarawati mulai memanfaatkan akses internet sebagai sarana pelayanan.

Penyebaran informasi katekese, doa daring, zoom meeting, webinar rohani, konten YouTube, misa streaming, Rosario online dan lain sebagainya telah mengubah cara konvensional ke sistem jaringan.

Maka dari itu, pemanfaatan media sosial tersebut bukan lagi menjadi kepentingan sebagian pihak, tetapi sudah masuk ke ranah kebutuhan setiap orang. Termasuk para imam, biarawan dan biarawati.

Bagaimana tidak, umat di situasi saat ini juga memanfaatkan media sosialnya untuk berinteraksi, berkarya, bekerja dan terhubung dengan siapa saja.

Maka mau tidak mau, para imam, biarawan dan biarawati juga harus update dan kreatif dalam berpastoral; terutama pastoral secara daring.

Meskipun ada hal-hal yang tidak dapat menggantikan aktivitas luring dalam berkatekese atau pelayanan pastoral.

Katekese daring

Katekese dan pastoral di media sosial dapat dikatakan cukup efektif. Apabila dilihat dari data pengguna media sosial menurut survei Hootsuite (We are Social: Indonesian Digital Report 2021) per Januari 2021 di Indonesia berjumlah sekitar 170 juta (61,8% dari jumlah populasi di Indonesia).

Adapun aplikasi yang paling banyak diakses adalah YouTube, Whatsapp, Instagram, Facebook dan Twitter disusul beberapa aplikasi lainnya.

Masyarakat Indonesia saat ini sangat aktif dalam memanfaatkan akses internet terutama media sosial.

Ilustrasi – Murid melakukan pembelajaran sekolah secara daring atau sekolah online. (Ideas next door)

Hal ini mau mengatakan bahwa media sosial menjadi alat komunikasi, alat informasi dan alat kerja yang tidak dapat lagi dipisahkan dari kehidupan sehari-hari.

Tidak heran, jika pengguna media sosial Katolik terutama kaum milenial membutuhkan sapaan dari para rohaniwan.

Ini terbukti dari banyaknya grup aktif di media sosial yang memfasilitasi webinar, doa online, misa streaming, podcast rohani, cover lagu rohani dan konten kreatif lainnya.

Dengan fenomena yang terjadi di masa pandemi ini, sudah saatnya umat disegarkan dengan pembinaan melalui cara-cara baru.

Sembari mencegah penularan Covid-19 yang masih terjadi, para rohaniwan dipaksa untuk memikirkan bagaimana umat senantiasa dilayani meskipun secara online.

Mau tidak mau, para imam, biarawan-biarawati mulai bersinergi utnuk menguasai ilmu komputer, mempelajari informatika, minimal tahu dan memahami cara penggunaan aplikasi online seperti media sosial, aplikasi meeting dan editting photo dan video.

Hal tersebut sudah dipraktikkan beberapa rohaniwan Katolik yang aktif di media sosial dan mendapatkan sambutan yang baik oleh netizen Katolik yang ada di dunia maya.

Hacker incar kaum religius

Meskipun menjadi kesempatan untuk berkatekese, ternyata ada oknum yang tidak bertanggungjawab yang memanfaatkan kesempatan ini untuk berbuat jahat. Sudah seringkali ditemukan beberapa akun para imam, biarawan-biarawati yang terindikasi mengalami hacking.

Rata-rata akun tersebut diretas sedemikian rupa, dimanfaatkan oleh pelaku untuk meminta pulsa dari teman-teman yang ada dalam daftar pertemanan.

Parahnya, tidak sedikit yang percaya dan menjadi korban penipuan.

Contohnya saja ketika pelaku berpura-pura untuk meminta pulsa, ada umat yang percaya dan tanpa pikir panjang menuruti keinginan si pelaku.

Ilustrasi – Sandi yang tersimpan di Browser dapat diretas siapa saja saat komputer tidak berada dalam pengawasan pengguna. (ist)

Alasannya tidak lain adalah rasa kasih dan percaya kepada tokoh rohaniwan yang menjadi korban peretasan tersebut.

Setelah pelaku mendapatkan apa yang diinginkan, pelaku memblokir akun korban dan barulah tersadar bahwa korban telah mengalami penipuan.

Pelaku tidak hanya mencari keuntungan, tetapi juga memperdayai korban. Cara-cara yang dilakukan pelaku hacker terkadang tidak disadari oleh orang-orang yang mengenal rohaniwan yang akunnya telah diretas tersebut.

Hacker ini cukup kreatif untuk meniru gaya chat, cara menyapa dan meyakinkan orang-orang dalam daftar pertemanan.

Meskipun ada juga yang segera menyadari bahwa hal tersebut adalah penipuan dan ikut iseng mengerjai pelaku tersebut.

Tetapi tidak sedikit pula yang telah termakan tipu daya sehingga merasa menyesal setelahnya.

Ada beberapa cara agar akun dapat diretas dengan mudah. Yang paling populer saat ini adalah dengan menyamar menjadi salah seorang teman entah menggunakan akun palsu atau akun yang telah diretas pada aplikasi Facebook.

Selanjutnya, oknum tersebut akan berpura-pura meyakinkan bahwa akunnya saat ini sedang memerlukan pemulihan. Cara paling jitu yang dilakukan hacker tersebut adalah meminta bantuan dari korban untuk memberikan nomor telepon.

Nomor telepon tersebut selanjutnya digunakan pelaku untuk melakukan verifikasi berupa empat digit angka.

Padahal sebenarnya, angka-angka tersebut merupakan kode reset password yang nantinya digunakan oleh pelaku untuk mengubah kata sandi lama akun dengan kata sandi yang baru.

Selanjutnya, akun tersebut akan dikeluarkan dari perangkat dan korban tidak akan bisa mengakses akunnya karena baik password dan email sudah diubah oleh pelaku.

Setelah akun korban berhasil di take-over, barulah aksi penipuan dilancarkan.

Modus penipun di FB. (Ist)

Phising

Selain cara di atas, ada beberapa cara lain yang digunakan hacker untuk meretas akun pengguna media sosial.

Cara yang paling sering adalah phishing yaitu membuat tiruan dari halaman login media sosial dan membaginya kepada korban agar melakukan login di halaman tersebut.

Tujuan phishing adalah untuk memperoleh username dan password pengguna.

Sasarannya biasanya media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, dan email.

Penipuan berujung hacking dengan menggunakan kode resetting via SMS (Ist)

Kedua, adalah keylogging menggunakan software untuk melacak rekaman tombol keyboard yang ditekan oleh pengguna dan mengirim rekaman tersebut melalui internet.

Ketiga, melalui password browser yang merupakan jebakan dengan menggunakan aplikasi untuk mendapatkan akses fisik laptop dan mengirim semua kata sandi melalui aplikasi tersebut.

Dan berhati-hati pada hacker yang ada di sekitar yang menggunakan cara pembajakan melalui akses cookie dengan ekstensi browser pada laptop secara langsung di saat lengah.

Pencegahan

Ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya peretasan akun media sosial. Hacking dengan cara phishing dapat diantisipasi dengan memperhatikan URL pada browser atau mengetikkan langsung URL media sosial.

Antisipasi phising juga dapat dilakukan dengan menggunakan antivirus yang mampu mengidentifikasi halaman palsu pada browser.

Untuk peretasan keylogging, user dapat melakukan akses pada situs yang dipercaya, dan lakukan scan drive eksternal sebelum digunakan.

Antisipasi peretasan password browser dapat dilakukan upaya preventif yakni membiasakan diri untuk tidak membagikan informasi pribadi ke media sosial, tidak berbagi laptop dengan siapa pun dan tidak perlu menyimpan kata sandi di dalam laptop/PC.

Selain itu penggunaan antivirus juga sangat disarankan. Biasakan untuk tidak menggunakan akses wifi publik di mana pun.

Dan juga biasakan diri untuk tidak mudah percaya pada siapapun apabila meminta kode melalui SMS, chat messenger, whatsapp dan media sosial lainnya.

Menipu kaum religius

Sudah banyak korban hacking akun media sosial dari para imam, biarawan-biarawati. Para pelaku memanfaatkan akun media sosial para rohaniwan untuk memperoleh keuntungan melalui penipuan dan terkadang pemerasan.

Media sosial yang paling sering diretas adalah Facebook.

Agar tidak terjadi kembali hal serupa, para rohaniwan perlu mengetahui cara untuk mengamankan akun media sosial mereka.

Terutama pada pengaturan autentifikasi dua faktor, notifikasi SMS ataupun email, dan juga pengamanan kunci ganda yang tersedia pada fitur media sosial.

Apabila terjadi aktivitas yang mencurigakan, para rohaniwan dengan segera dapat mengamankan akun sosial medianya dan diarahkan untuk mengubah password dengan segera sembari IP dari peretas akan di-block.

Meskipun demikian, para hacker selalu punya cara untuk tetap bisa melancarkan aksi kejahatannya.

Maka sikap terbuka untuk belajar dan terus belajar akan pengetahuan mengenai security dirasakan begitu penting sebagai modal utama para rohaniwan untuk memanfaatkan media sosial secara aman dan bijak.

Waspada dan berjaga-jaga itu perlu, sebab hacker bisa menjadi siapa pun dan berada di saat apa pun, terutama di saat setiap orang merasa lengah.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here