Sabtu, 24 Juli 2021
Kel. 24:3-8.
Mat.13:24-30.
SORE itu, saya ditelepon oleh seorang bapak. Ia minta dukungan doa, karena anaknya terlibat dalam judi online dan ditangkap oleh polisi.
“Anak yang nomer berapa, Pak?” tanyaku.
“Siapa lagi Mo, kalau bukan dia yang selalu membuat kami pusing,” jawabnya gundah.
“Saya tidak habis pikir, mengapa dari tiga bersaudara, anakku yang satu itu yang selalu membuat masalah,” lanjutnya.
“Bukan sekali ini saja kan Mo, sudah beberapa kali, dia menyeret kami ke dalam masalah yang tidak kami duga sebelumnya. Bisa-bisa kami mati jantungan karenanya,” tuturnya.
“Padahal saya mendidik mereka dengan cara yang sama, mengasihi mereka dengan kasih yang tidak membeda-bedakan. Tetapi mengapa sikap dan tabiat anakku yang satu ini bisa berbeda sekali dengan saudara lainnya,” lanjutnya.
“Kami tidak mengerti dari mana dia belajar berbohong, belajar berjudi, menipu orang lain,” lanjutnya,
“Rasanya malu sekali harus berhadapan dengan polisi, karena perilakunya,” lanjutnya lagi.
“Kakak dan adiknya malah dimusuhi, jika ikut mengingatkan dia. Ia iri dengan saudaranya. Ia merasa bahwa kami lebih sayang pada kakak dan adiknya. Kenyataannya, malahan dia yang selalu mendapatkan perhatian dan fasilitas dibanding saudaranya,” keluh bapak itu.
“Bagaimana pun dia anakku, maka apa pun yang dia lakukan kami tidak bisa membiarkannya, melepaskan, atau menutup mata,” lanjutnya.
“Saya hanya bisa berdoa siang malam, semoga Tuhan berkenan menuntun anakku ke jalan hidup yang benar,” katanya.
Bagai ilalang dan gandum yang tumbuh bersama
Bapak itu harus menghadapi kenyataan perilaku anaknya yang jauh berbeda dengan anak yang lainnya. Ibarat bumi dan langit sikapnya.
Satu anaknya seakan menjadi ilalang di antara dua anaknya yang bagaikan gandum.
Dua anaknya sangat baik, menurut dan selalu membuat orang tuanya bahagia.
Hanya dengan keiklasan dan kesabaran serta penyerahan pada Tuhan, bapak itu bisa dengan tegar mendampingi anak-anaknya khususnya sedang bermasalah.
Apakah aku punya hati bagi orang yang sedang bermasalah?
