Apa Hebatnya Kartini?

0
136 views
Ilustrasi: “Habis Gelap, Terbitlah Terang”, warisan apik RA Kartini. (Ist)

KIRA-kira dua pekan sebelum 21 April 2021, seorang teman, perempuan eksekutif, menulis pesan melalui Whatsapp.

“Tolong ulas tentang Kartini pada saat perayaannya nanti.”

Ternyata, tak mudah. Berhari-hari seolah dapat beban untuk “belajar” tentang Kartini, pahlawan kebangkitan (perempuan) Indonesia yang legendaris.

Kartini banyak dikenal, surat-surat kepada para sahabatnya mengandung pemikiran-pemikiran yang menghentak pada waktu itu; bahkan hingga kini.

Tapi kalau harus meringkas dalam sebuah artikel, 600-an kata, tentu bukan pekerjaan yang mudah.

Setelah gegap-gempita perayaan mereda, sedikit demi sedikit kesan tentang Kartini mulai mengerucut. Apa yang istimewa?

Kartini lahir kira-kira 140 tahun lampau. Zaman itu, seorang perempuan pribumi sangat sulit membiarkan pemikirannya mengembara ke mana-mana. Kungkungan adat, penjajah dan “agama” membuatnya tak bisa berbuat banyak.

Tapi justru di situlah kekritisan Kartini mencuat.

Kartini mau, mampu, dan berani untuk terus berpikir. Mengejar jawaban sampai akalnya tak sanggup meneruskannya. Pemikirannya nyaris tak berbatas. Sekali lagi, unggah-ungguh mencegah seorang perempuan membiarkan berkelana hingga puncak nalarnya.

Itulah hebatnya Kartini. Berpikir, berpikir dan berpikir.

Kritis, mempertanyakan dan terus mencari jawabnya. Silakan menyimak tulisan-tulisannya. Sambil membayangkan “hidup” di zaman itu sebagai perempuan.

Tak peduli tentang apa. Entah dari mana, atau dari siapa. Kartini memburunya sampai lelah, sampai menyerah, pada ketakmampuannya meneruskan pengembaraannya sendiri.

Kartini selalu mempertanyakan hal-hal yang sudah biasa. “Challenging the conventional wisdom”.

Ketika kemerdekaan masih merupakan mimpi bagi kebanyakan orang, Kartini telah berani menulis tentang cita-cita suatu bangsa merdeka dan berdaulat. Dilakukan kira-kira 40 tahun sebelum 17 Agustus 1945, oleh seorang perempuan Jawa, yang bahkan untuk mengikuti sekolah formal pun dihalangi sana-sini.

“Melansir Harian Kompas, 21 April 2008, dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang, akan dijumpai kata-kata nasionalisme, demokrasi, negara, bangsa, kemerdekaan, hingga kesadaran nasional.

Hal ini pun direalisasikan Kartini dengan membangun sekolah perempuan pertama di Rembang yang saat ini menjadi gedung Gerakan Pramuka Kabupaten Rembang.

Meski Indonesia belum merdeka, tetapi kesadaran berbangsa telah dibangkitkan”. (https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/21/153100365/6-hal-tentang-habis-gelap-terbitlah-terang-kumpulan-surat-kartini-yang?page=all)

Ketika sebagian besar bangsa Indonesia belum paham tentang sampah feodalisme, Kartini telah memporak-porandakan pola-pikir yang bertumpu pada primodialisme.

Bagi Kartini, keningratan tak berarti, gelar adalah sia-sia, ikatan darah hanya omong kosong, bila tanpa akal sehat dan akal budi.

“Bagi saya hanya ada dua macam keningratan. Keningratan fikiran (fikroh) dan keningratan budi (akhlak). Tidak ada manusia yang lebih gila dan bodoh, menurut persepsi saya, dari pada melihat orang membanggakan asal keturunannya. Apakah berarti sudah beramal sholih orang yang bergelar macam Graaf atau Baron?. Tidaklah dapat dimengerti oleh pikiranku yang picik ini”. (Surat Kartini kepada Stella, 18 Agustus 1899 – https://www.asliindonesia.net/10-kutipan-surat-kartini/)

Coba simak, satu lagi.

Surat Kartini kepada Nyonya Abendanon, 27 Oktober 1902, begitu berani mengkritik bangsa Eropa yang mungkin dinilai sok di depan bangsa yang dijajahnya. Kalimat satir dan tajam yang menusuk langsung ulu hati mereka.

“Tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa dibalik hal yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal-hal yang sama sekali tidak patut sebagai peradaban?”. (https://www.asliindonesia.net/10-kutipan-surat-kartini/)

Dan inilah cuplikan keempat dari surat-surat Kartini. Saya menduga kalimat ini merupakan kata-kata bersayap yang mengandung otokritik bagi kalangannya. Sekaligus menyembul harapan di sana.

Entah, tak biasanya Kartini menulis sesuatu dengan begitu polos dan to the point seperti itu. Kartini cenderung menyindir dengan pas dan menghunjam dada.

“Moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat agama lain memandang agama Islam patut disukai”. (Surat Kartini kepada Nyonya Van Kol, 21 Juli 1902 – (https://www.asliindonesia.net/10-kutipan-surat-kartini/)

Pemikiran-pemikiran Kartini bahkan membuat orang zaman kini pun terkaget-kaget membacanya. Jangan lupa, itu muncul seratus lebih tahun yang lalu.

Tak hanya meloncat tapi terbang jauh dan tinggi melebihi zamannya. Padahal sebuah pemikiran, meski baru keboleh-jadian, bisa mengubah peradaban manusia.

A thought, even a possibility, can shatter and transform us”. (Friedrich Wilhelm Nietzsche, 1844-1900 – Seorang filsuf Jerman ternama dan ahli ilmu Filologi)


@pmsusbandono
26 April 2021

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here