Artikel Kesehatan: Hari Orang Sakit Sedunia

0
416 views
Ilustrasi: Memberi pelayanan Sakramen Pengurapan Orang Sakit oleh Pastor Frans MSC.

HARI Orang Sakit Sedunia (World Day of the Sick) ditetapkan oleh Sri Paus Yohanes Paulus II dan mulai dirayakan pada 11 Februari 1993.

Tema peringatan tahun 2020 ini adalah “Datanglah kepadaKu, kamu semua yang letih lesu dan berbeban berat, dan Aku akan memberikan kelegaan kepadamu.” (Mat 11:28).

Puncak acara akan diselenggarakan pada Pesta Santa Perawan Maria di Lourdes, Perancis pada hari Selasa, 11 Februari 2020.

Apa yang sebaiknya dilakukan?

Ketiga subtema yang terus-menerus didengungkan pada Hari Orang Sakit Sedunia adalah:

  • Pertama, mengingatkan semua orang beriman, untuk berdoa secara khusuk bagi mereka yang sedang sakit.
  • Kedua, mengundang semua orang beriman untuk merefleksikan sakit dan penderitaan manusia.
  • Ketiga, penghargaan bagi semua petugas kesehatan.

Melayani saudara kita yang sedang sakit, seharusnya diawali dengan kemurnian hati sampai kita mampu bersikap seperti Ayub: “Saya mata untuk orang buta, dan kaki bagi orang lumpuh.” (Ayub 29:15), kepada sesama yang sakit.

Kita semua diajak untuk mampu menjadi “mata untuk orang buta” dan “kaki bagi orang lumpuh”.

Pelayanan kita tidaklah harus dilakukan dengan menjadi petugas kesehatan bagi para pasien. Sebenarnya kita dapat sekedar dekat dengan orang sakit, terutama yang membutuhkan perawatan lama, membantu dalam memandikan, berpakaian, mencucikan dan menyuapkan makanan.

Layanan sederhana seperti ini, terutama bila dilakukan berkepanjangan, pastilah dapat menjadi sangat melelahkan dan memberatkan.

Meskipun tidak ada yang menginginkannya, namun setiap manusia akan mungkin mengalami sakit, penderitaan dan bahkan dapat berlanjut dengan kematian.

Sakit yang ringan sekalipun, sebaiknya digunakan sebagai sebuah momentum penting untuk mensyukuri sehat.

Kita diingatkan untuk bersandar pada Tuhan, menyadari pentingnya iman bagi mereka yang sakit dan berbeban berat, untuk datang pada Tuhan.

Dalam pertemuannya dengan Tuhan melalui caranya masing-masing, mereka yang sakit akan menyadari bahwa dirinya tidak sendirian.

Bagi kita semua yang sehat, memberikan pendampingan, penghiburan dan perhatian untuk mereka yang sakit, sangatlah berarti. Selain itu, kita disadarkan akan pergerakan roda kehidupan.

Pada saat sehat, kita seharusnya meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan dana untuk membantu mereka yang sakit. Pada saat yang lain, sangat mungkin kita sendiri justru menjadi orang yang sakit dan memerlukan hal yang sama dari semua orang di sekitar kita, sebagaimana pergerakan dan putaran roda kehidupan.

Pada era JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) yang berlaku di Indonesia, kendali mutu dan kendali biaya untuk pasien yang sakit akan terus diwujudkan.

Hal ini karena kebebasan profesi dokter semakin direduksi, kompleksitas masalah medis pasien semakin diabaikan, dan mutu layanan medik yang dilakukan semakin disetarakan.

Untuk itu, terhadap pasien dengan sakit berat dan berbiaya mahal, para dokter wajib membedakan sifat tindakan medis yang akan diambilnya, menjadi ‘ordinary’ atau ‘extraordinary’.

Disebut ‘ordinary’ kalau memenuhi enam syarat, yaitu tiga aspek medis dan tiga aspek moral.

Syarat aspek medis adalah teruji secara imiah, terbukti berhasil secara statistik, dan tersedia secara rasional.

Sedangkan aspek moral adalah menguntungkan, bermanfaat, dan tidak menjadi beban finansial bagi pasien, keluarga maupun RS.

Penilaian sifat tindakan medis tersebut adalah ‘hic et nunc’, yaitu sekarang dan di RS tersebut. Apabila salah satu saja dari enam syarat tersebut tidak tepenuhi, maka tindakan medis tersebut termasuk ‘extraordinary’, sehingga secara etika tidak wajib dilakukan oleh dokter.

Ketentuan etika tersebut diperlukan untuk menghindari tiga hal, yaitu ‘agresive medicine’ (tindakan berlebihan), ‘futile medicine’ (intervensi sia-sia), dan rasa bersalah yang tidak perlu, baik bagi dokter, para petugas RS lain, pasien maupun keluarganya.

Selain itu, kematian pasien tidak boleh dianggap sebagai kegagalan dokter, asalkan kewajiban dokter sudah dilaksanakan.

Dalam melayani orang sakit, dokter dan petugas kesehatan profesional lain agar memprioritaskan kata benda ‘orang’, dibandingkan kata sifat ‘sakit’.

Oleh sebab itu, para petugas kesehatan profesional hendaknya selalu berusaha meningkatkan martabat dan kehidupan setiap orang.

Selain itu, juga menolak kompromi ke arah euthanasia, bunuh diri yang dibantu atau penindasan hidup, bahkan dalam kasus penyakit terminal.

Hidup itu suci dan hanya milik Allah, sehingga kehidupan tidak dapat diganggu gugat dan tidak ada orang yang dapat mengklaim memiliki hak, untuk membuang kehidupan dengan bebas. Hidup haruslah disambut, dilindungi, dihormati, dan dilayani dari awal hingga akhir.

Namun demikian, kalau tidak dapat lagi memberikan obat atau tindakan medik pada orang sakit berat, kita masih tetap dapat memberikan perawatan dan penyembuhan, melalui gerakan, tindakan, dan prosedur medik, yang memberikan hiburan atau bantuan bagi orang sakit.

Momentum Hari Orang Sakit Sedunia (World Day of the Sick) Selasa, 11 Februari 2020, mengingatkan kita agar memiliki kebijaksanaan hati dan memberikan kelegaan bagi para orang sakit yang berbeban berat.

Selain itu, saat terjadi sakit juga tidak perlu putus asa, karena adanya kemuliaan dan kasih Tuhan sampai pada akhir kehidupan.

Sudahkah kita menemani orang sakit di sekitar kita?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here