Artikel Kesehatan: Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)

0
301 views
Ilustrasi: Ist

PELANTIKAN anggota KKI (Konsil Kedokteran Indonesia) oleh Presiden Joko Widodo Rabu, 19 Agustus 2020, telah menuai polemik.

Hal ini terjadi karena komposisi personil yang diusulkan Menkes RI Dr. Terawan A. Putranto, tidak sesuai dengan usulan IDI dan enam organisasi dokter lainnya, sebagaimana diamanatkan dalam UU Praktik Kedokteran No 29 Tahun 2004.

Apa yang sebaiknya dilakukan?

Dr. Putu Moda Arsana, SpPD-KEMD, FINASIM, wakil dari Ikatan Dokter Indonesia dipilih sebagai Ketua KKI periode 2020-2025.

KKI mempunyai fungsi dan tugas untuk melakukan registrasi dokter, mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran.

Melihat tugas tersebut, maka keanggotaan KKI adalah sangat penting untuk diisi oleh para tokoh yang memiliki dedikasi luhur.

Penyelesaian polemik melalui jalur hukum di PTUN dipilih oleh tujuh organisasi dokter melawan Menkes, sesuai dengan asas legalitas. Namun demikian, keuntungan dan kerugian saling berhadapan (legal standing) melalui jalur tersebut rasanya tidak sedikit dan berisiko menghabiskan sumber daya.

Selain itu, program pengembangan pendidikan, layanan, penelitian dan kerjasama antar para dokter di Indonesia menjadi berisiko melambat.

Dalam aspek pendidikan dokter, sampai saat ini rasanya belum terlihat berbagai upaya sistematis dalam menciptakan pendidikan dokter yang terjangkau, baik secara ekonomi maupun secara akses yang adil bagi semua generasi muda.

Juga proses pendidikan dokter spesialis yang masih berbasis perguruan tinggi, bukan berbasis RS pendidikan, adalah sebuah sistem pendidikan yang layak diubah.

Tentu juga proses adaptasi untuk para dokter lulusan luar negeri, perlu direvisi menjadi prosedur yang lebih sederhana dan tidak diskriminatif.

Apalagi untuk mengirim para putera terbaik Indonesia agar menjadi dokter di luar negeri, belum ada program sama sekali. Dahulu pernah ada program serupa untuk pendidikan para insinyur pada era Prof. BJ Habibie sebagai Menristek saat Orde Baru dulu, yang layak dicontoh untuk para dokter agar juga dididik di LN. Rencana impor dokter asing yang dicetuskan oleh Menko Luhut B. Panjaitan wajar saja kalau menghebohkan, karena para dokter kita didominasi lulusan dalam negeri, sehingga tidak terlalu siap untuk bersaing.

Namun demikian, kalau sudah banyak dokter Indonesia tamatan luar negeri, program ‘ASEAN Free Trade Area’ (AFTA) tentu akan berjalan lebih lancar.

AFTA adalah perjanjian perdagangan bebas antar negara ASEAN mencakup delapan jenis profesi yang berlaku sejak 1 Januari 2016. Delapan profesi itu meliputi insinyur, arsitek, tenaga pariwisata, akuntan, surveior, dokter, dokter gigi, dan perawat, yang masuk dalam liberalisasi perdagangan dan jasa.

Jasa kesehatan mungkin akan terkendala, karena kualitas dokter Indonesia diduga masih kurang kompetitif dan terancam oleh kompetitor yang lebih maju, seperti dari Singapura, Malaysia dan Thailand.

Dalam aspek layanan dokter, hambatan para dokter yunior untuk mendapatkan rekomendasi praktik dari dokter seniornya, bukanlah barang langka.

Persaingan dalam diam antardokter juga tidak mudah diselesaikan, selama dokter diperlakukan sebagai pekerja mandiri, bukan bekerja secara tim.

Selain itu, paradigma layanan dokter yang berubah dari ‘pasien saya’ menjadi ‘pasien kita’ dalam program Jaminan Kesehatan nasional (JKN), perlu dikawal terus menerus.  Karena ternyata tidak mudah dilakukan oleh para dokter.

Penelitian oleh para dokter Indonesia, misalnya terkait covid-19, memiliki rasio sangat kecil dibandingkan jumlah penderitanya. Kasus covid-19 di Indonesia pada Senin, 24 Agustus 2020 sudah sebanyak 155.412 Orang Positif covid-19.

Data LIPI menyebutkan jumlah publikasi jurnal LIPI pada 2019 tercatat 3.012 dan pada awal 2020 hingga sekarang tercatat baru 527 publikasi.

Namun demikian, penelitian dan publikasi ilmiah yang dilakukan oleh para dokter, tidak terdata dengan baik dan sangat mungkin tidak sebanyak jumlah publikasi jurnal LIPI, karena LIPI tidak memiliki bidang kedokteran.

Penelitian oleh para dokter di bidang kedokteran dan kesehatan, selama ini dilakukan secara sporadis di fakultas kedokteran atau RS pendidikan.

Koordinasi dan sinkronisasi dalam sebuah lembaga penelitian nasional, tentu sebuah langkah penting untuk menghasilkan temuan penelitian berkelas dunia, termasuk calon vaksin covid-19.

Sebagai lembaga negara, KKI memegang peran penting dalam memadukan langkah para dokter Indonesia, menjawab berbagai tantangan dokter yang tidak ringan tersebut.

Untuk itu, para anggota KKI memerlukan masukan, energi ekstra dan dukungan penuh dari berbagai pihak, bukan justru dijadikan materi sengketa di PTUN.

Kekisruhan pelantikan anggota KKI ini menggambarkan kurangnya komunikasi, koordinasi dan kesamaan visi antar pemangku kepentingan dokter.

Sengketa hukum di PTUN yang akan ditempuh dalam mengatasi kekisruhan ini, sangat mungkin justru  kontraproduktif.

Cara ini akan semakin menenggelamkan koordinasi dalam mengatasi berbagai permasalahan dokter yang jauh lebih penting, dari sekedar polemik keanggotaan KKI.

Bagaimana sikap kita?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here