Artikel Politik: Rabbi Yahudi di Saudi Arabia dan Diterima Hangat oleh Raja Salman

0
743 views
David Rosen, seorang rabbi Yahudi, datang mengunjungi Arab Saudi dan diterima oleh Raja Salman, penguasa Kerajaan Saudi Arabia. (KAICIID)

TIBA-tiba saja –seperti kata banyak pengamat Timur Tengah—hari-hari ini terjadi perubahan sangat cepat di peta geopolitik Timteng.

Salah satunya, pemicunya adalah guncangan bom ammonium nitrat di sebuah gudang di kawasan Pelabuhan Beirut, Lebanon. Korbannya banyak sekali. 200-an tewas, ribuan luka-luka dan ratusan ribu lainnya kehilangan tempat tinggal.

Peta politik di Lebanon langsung “berubah”. Pemerintahan Lebanon pimpinan Perdana Menteri Hassan Diab langsung rontok. Dimulai dari sejumlah menterinya yang mundur. Lalu Diab –seorang teknokrat dan profesor—ikut memilih mengembalikan mandatnya kepada Presiden Michel Aoun.

Berikutnya, pemimpin Hezbollah Hassan Nasrallah yang berafilisai dengan Iran menjadi bulan-bulanan di Beirut. Sejumlah protes massal di Ibukota Lebanon malah menjadikan patung kertasnya sebagai “mainan”. Dikasih tali gantungan.

Di Lithuania, Hezbollah langsung dibuat “KO” dengan pernyataan keras. Mendeskripsikan Hezbollah sebagai organisasi teroris –hal yang sudah lama dilakukan oleh Amerika Serikat dan banyak sekutunya di Eropa.

Lalu, tiba-tiba saja kegemparan lain muncul di Uni Emirat Arab (UEA). Kamis (13/8/2020) pagi lalu, Presiden AS Donald Trump membuat geger peta politik Timteng.

Betapa tidak. Israel –musuh bebuyutan negara-negara Arab di Kawasan Timur Tengah dan Teluk Arab—mendadak bungah sekali, karena berhasil mengajak UEA mau menjalin hubungan diplomatik.

Bahkan, Perdana Menteri Israel Benjamin “Bibi” Netanyahu sudah sesumbar. Tidak lama lagi, sejumlah negara Teluk akan mengikuti jejak UEA. Berjabat tangan dengan Tel Aviv dan membuka kerjasama dalam bingkai hubungan diplomatik dengan negara Yahudi ini.

Dan itu –kata Bibi Netanyahu—adalah Oman dan Bahrain. Dua-duanya negara super kaya. Seperti UEA, kedua negara Teluk ini menjadi makmur berkat deposit minyak mentah dan gas dalam jumlah besar.

Untuk meretas program “Abraham Accord” –istilah untuk menamai hubungan diplomatik antara Tel Aviv dan Abu Dhabi ini- baik UEA dan Israel kena banyak dampratan.

  • UEA kena semprot api marah dari Turki, Otoritas Palestina, Hezbollah, dan tentu saja Iran.
  • Sedangkan Israel kena semprot oleh warganya sendiri –kaum ultra kanan dan para pemukim Yahudi di Tepi Barat—karena demi “Abraham Accord”, rencana pencaplokan Sebagian wilayah Palestina di Tepi Barat lalu tidak jadi kesampaian.

Padahal, PM Israel Benjamin “Bibi” Netanyahu sudah buru-buru “mengoreksi” kesan umum yang terlanjur “salah”. Tel Aviv untuk sementara memang telah menanggguhkan projek pencaplokan itu. Bukan meniadakannya.

Riyadh diam

Yang menarik dari semuanya ini: Arab Saudi hingga ini memilih sikap berdiam seribu bahasa. Meski sebelumnya di sejumlah media terbitan Israel, Putera Mahkota Kerjaan Arab Saudi MBS (Mohammad Bin Salman Al Saud) berkali-kali juga memberi sinyal negaranya akan beroleh “keberuntungan” kalau bisa “dekat” dengan Tel Aviv.

Sudah barang tentu, komentar itu harus diletakkan dalam konteks geopolitik Timur Tengah. Terutama akhir-akhir ini. Pengaruh politik dan militer Iran –musuh utama Saudi Arabia dan Israel— semakin bergiat menancapkan kukunya di Timur Tengah.

Di sini harus diingat bahwa sampai sekarang status Israel dan Arab Saudi masih dalam kondisi “perang” alias bermusuhan. Namun, bisa dimengerti pula, kalau sama-sama memusuhi Iran, maka tak bisa disangkal pula bahwa di bawah meja –siapa tahu—Riyadh dan Tel Aviv diam-diam saling “akrab” dan bekerjasama.

Rabbi Yahudi diterima Raja Salman. (KAICIID)

Rabbi Yahudi diterima Raja Salman

Secara kelembagaan Israel dan Arab Saudi itu masih “jauh dari panggang api”.

Namun, siapa sangka pula, bahwa baru-baru ini Raja Salman –penguasa Saudi Arabia—bahkan telah bersedia “membuka tangan” menerima dengan hangat rombongan kecil di mana di situ ikut pula seorang rabbi Yahudi.

Loh opo tumon? Kok bisa? Nyatanya benar-benar terjadi. Seorang pemuka agama Yahudi telah diterima dengan sangat hangat oleh Raja Salman di Istana Kerajaan Arab Saudi. (The Tablet).

Nama rabbi Yahudi itu adalah David Rosen. Ia diterima hangat oleh Raja Salman di Istana Kerajaan Saudi Arabia Juni 2020 lalu.

Ia diterima dalam kapasitas anggota sebuah organisasi baru bernama the King Abdullah International Centre for Interreligious and Intercultural Dialogue (KAICIID).

Lembaga ini hasil besutan mendiang Raja Abdullah di tahun 2012.Dibentuk Bersama Austria, Spanyol, dan Vatikan. Kantor pusatnya ada di Wina, Austria. “KAICIID dikelola oleh kelompok pemimpin agama dari lima besar agama. Dan saya satu-satunya orang Yahudi di KAICIID ini,” tutur David Rosen.

Kisah persahabatan yang dibesut KAICIID ini diawali dengan inisitif mendiang Raja Abdullah bin Abdul Aziz dari Saudi Arabia sendiri. Ia sampai bertandang ke Vatikan menemui Paus untuk minta bantuan moral atas upayanya menggelorakan semangat persahabatan antarpemuka agama.

Berikutnya, didesainlah sebuah konferensi di Madrid (Spanyol) dan di Markas Besar PBB di New York, AS.

Menurut David Rosen, berkat hadirnya  KAICIID inilah, dia bisa datang mengunjungi Saudi Arabia dan berkenalan dengan para pemuka agama negeri ini.

Yang menarik, kata David Rosen, banyak pemuka agama di Saudi Arabia ini belum pernah bertemu dengan orang Yahudi sama sekali.

Kisah David Rosen –seorang rabbi Yahudi—bisa datang ke Saudi Arabia dan ngobrol akrab dengan Raja Salman ini tentu saja menarik.

Tidak saja dalam konteks hubungan antaragama. Tapi juga dari perspektif geopolitik di Timur Tengah. Terutama kalau negara-negara Arab dan Teluk ini akhirnya mau “merapat” ke Tel Aviv mengikuti jejak UEA.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here