Bekas Luka sebagai Tanda Cinta

0
358 views
Thomas yang tidak percaya, by Caravaggio, c. 1602

Kamis, 24 April 2025

Kis. 3:11-26.
Mzm. 8:2a,5,6-7,8-9.
Luk. 24:35-48

TERKADANG kita melihat tubuh kita dengan kacamata dunia: harus sempurna, ideal, tanpa cela.

Tidak sedikit orang yang mudah merasa rendah diri karena luka di masa lalu, cacat fisik, atau bentuk tubuh yang tak sesuai standar. Namun, pandangan Tuhan jauh berbeda dari pandangan dunia. Di mata-Nya, tubuh kita adalah ciptaan yang mulia, bukan karena sempurna, tapi karena mengandung kisah kasih dan kehidupan.

Tuhan Yesus sendiri menunjukkan betapa tubuh itu berharga. Saat Ia bangkit dari kematian, Ia tidak membuang tubuh-Nya dan tidak menghapus bekas luka-Nya.

Sebaliknya, Ia menunjukkan luka-luka itu sebagai bukti kasih dan pengorbanan. Luka-Nya menjadi tanda kemenangan, bukan aib.

Dari situ kita diingatkan: tubuh yang memiliki luka, cacat, atau kekurangan bukan berarti tidak layak atau hina. Justru di situlah ada cerita yang dalam, ada proses, ada perjuangan, dan ada karya Allah.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Lihatlah tangan dan kaki-Ku: Aku sendirilah ini! Rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu kan tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada pada-Ku.”

Sambil berkata demikian Ia memperlihatkan tangan dan kaki-Nya kepada mereka.”

Tuhan Yesus hadir. Bukan sebagai roh atau bayang-bayang, tetapi sebagai pribadi nyata. Ia memperlihatkan tangan dan kaki-Nya, memperlihatkan luka-luka salib. Ia ingin mereka tahu: “Ini Aku. Yang dahulu bersamamu, yang disalibkan, kini hidup kembali.”

Kebangkitan-Nya bukan sekadar kemenangan rohani, tetapi juga nyata dalam tubuh. Tubuh yang sama, tapi kini dimuliakan.

Dari peristiwa ini, kita belajar bahwa Tuhan tidak memisahkan antara yang jasmani dan rohani.

Tubuh kita, meski rapuh, luka, bahkan cacat, tetaplah berharga. Luka-luka bukan hal yang perlu disembunyikan, karena bahkan tubuh kebangkitan Yesus tetap menyimpan bekas luka.

Itu adalah bagian dari kisah hidup, dari perjuangan, dari cinta yang berkorban.

Yesus tidak datang dengan tubuh sempurna tanpa bekas, melainkan dengan tubuh yang menceritakan kasih-Nya. Maka kita pun diajak untuk tidak malu dengan tubuh kita, dengan ketidaksempurnaan yang kita miliki. Sebaliknya, kita diajak untuk merawat tubuh ini, menghormatinya sebagai anugerah, dan menggunakannya untuk kemuliaan Tuhan.

Ada keterhubungan antara kehidupan sekarang dan kehidupan yang akan datang. Kebangkitan bukan berarti membuang yang lama, tetapi menyempurnakan.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku bisa menerima cacat, luka dan ketidaksempurnaan hidupku?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here