Belajar dari Ilmu Padi

0
972 views
Ilustrasi- Bulir padi. (Ist)

Puncta 30.10.21
Sabtu Biasa XXX
Lukas 14: 7-11

JINEJER ing Wedhatama (Tersaji dalam serat Wedhatama)
Mrih tan kemba kembenganing pambudi (Agar jangan miskin budi pekerti)
Mangka nadyan tuwa pikun (Padahal meskipun tua dan pikun)
Yen tan mikani rasa (bila tak memahami rasa)
Yekti sepi sepa lir sepah asamun (Sangat kosong dan hambar seperti ampas buangan)
Samasane pakumpulan (Ketika dalam pergaulan)
Gonyak-ganyuk nglelingsemi. (Terlihat bodoh memalukan)

Tembang Pangkur di atas adalah pembuka dari Serat Wedhatama tulisan KGPAA Mangkunegoro IV (1811-1881).

Tembang Pangkur banyak berisi nasehat dari orang yang sudah “mungkur” atau mundur dari keduniawian.

Salah satu contohnya adalah tembang di atas.

Tembang itu menggambarkan pentingnya seseorang selalu belajar tentang ilmu luhur.

Ilmu luhur adalah tentang kebijaksanaan hidup, tidak hanya kecerdasan intelektual, tetapi juga cerdas secara emosi dan spiritual.

  • Cerdas intelektual artinya mampu menggunakan daya nalarnya dengan baik dan benar.
  • Cerdas emosi berarti mampu mengelola emosi dan tidak mudah terpengaruh oleh situasi eksternal.
  • Cerdas spiritual berarti mampu mengendalikan sikap dan dirinya di hadapan Tuhan dan sesama.

Tembang di atas jelas memberi gambaran tentang bedanya orang berilmu luhur dengan orang yang tidak punya ilmu hidup.

Orang berilmu luhur bertindak dengan bijaksana.

Ia seperti setangkai padi, semakin berisi semakin merunduk merendahkan diri.

Orang bodoh seperti tong kosong berbunyi nyaring.

Dalam lagu itu dijelaskan meskipun sudah tua pikun, tetapi kalau tidak menghayati rasa atau kebijaksanaan akan kelihatan kosong dan hambar seperti ampas tak berguna. Ketika di dalam pergaulan nampak bodoh memalukan.

Dalam Injil, Yesus juga menasehati orang-orang untuk bertindak bijak dan tahu diri. Jangan menjadi sok penting dan ingin dihargai.

Orang demikian sering dianggap gila hormat, suka mencari pujian.

Orang bijak akan menggunakan ilmu padi. Semakin bernas berisi, ia semakin rendah hati, tidak tegak pongah berdiri. Biasanya yang tegak berdiri itu padi yang kosong tidak berisi.

Perumpamaan Yesus itu bukan soal duduk di muka atau di belakang, yang sering diterjemahkan salah sehingga orang tidak berani duduk di muka.

Tetapi soal sikap kerendahan hati. “Barang siapa meninggikan diri akan direndahkan; tetapi barang siapa merendahkan diri, akan ditinggikan.”

Suatu kali Gus dur ditanya, “Gus, kenapa kalau sampeyan ceramah isinya cerita saja? Gak ada kutipan ayat-ayat Hadis, juga gak pakai jubah plus sorban kayak si A atau si B itu?”

Gusdur menjawab, “Lha saya gini aja orang sudah tahu kalau saya Kyai. Kalau yang lain kan mesti banyak kutip ayat dan pakai sorban dan jubah, baru dianggap Kyai.”

Itulah bedanya orang berilmu tinggi dengan orang yang ilmunya “cethek”.

Tahu kan siapa yang berilmu seperti padi bernas dengan tong kosong berbunyi nyaring?

Gus Dur sangat dihormati karena beliau sungguh-sungguh berisi.

Alam semesta ini seperti buku kehidupan.
Mari kita terus belajar dan menerapkan.
Orang yang tinggi hati akan direndahkan.
Orang yang rendah hati akan ditinggikan.

Cawas, ngangsu kawruh bersama alam semesta…

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here