Belajar, Mengajar atau Mengajar (dan) Belajar?

0
1,151 views

 

 

[media-credit name=”udl.blog.uvm.edu” align=”alignleft” width=”503″][/media-credit]MENGAJAR tampak sekilas seperti suatu lalu lintas satu arah. Ada yang memberi pengajaran, sebut saja guru, dosen, trainer, dan ada yang diberi ajaran, entah itu murid, mahasiswa, trainee.Berdasarkan pengalaman saya baru-baru ini memberi kursus di sebuah universitas negeri, saya menemukan bahwa mengajar ternyata selalu melibatkan proses pembelajaran, pertama dan terutama bagi sang pengajar.

 

Pembelajaran terutama ada sejak saat persiapan hingga pelaksanaan pengajaran itu sendiri.

Tampaknya sederhana, saya mempersiapkan materi dan memikirkan cara penyampaian materi.  Namun ternyata proses persiapan itu sungguh makan waktu dan menguras tenaga serta pikiran.

Dari sisi materi ajar, persiapan saya tertuju untuk melakukan riset pada sebanyak mungkin materi, seluas mungkin subjek dan sedalam mungkin persoalan yang mungkin timbul. Semakin lengkap persiapan, semakin menyuntikkan kepercayaan diri bahwa saya akan menjadi narasumber yang kompeten bagi para murid.

Entah mengapa, dari suasana batin yang tercipta ketika mempersiapkan materi, saya terbawa untuk selalu memvisualisasikan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin muncul dari peserta, manakala saya mempelajari sumber-sumber referensi.

Sungguh mengherankan bahwa sumber referensi ternyata dapat dengan sangat cepat terserap dan saya seperti menemukan materi sebagai sebuah dialog yang terjadi dalam diri saya. Pengalaman itu sungguh berbeda ketika saya mempersiapkan diri untuk suatu ujian pada saat menjadi mahasiswa. Saya belajar untuk menjawab pertanyaan yang mungkin muncul dalam ujian. Tapi jarang saya menggali lebih lanjut untuk memahami semuanya secara utuh, terutama untuk soal-soal yang rumit dan sulit.

Ternyata sikap batin untuk mengajar membuat disposisi batin saya seperti spons yang menyerap semuanya, menganalisis serta memilah milah materi menarik, rumit dan sulit, serta berusaha memahami semuanya  untuk kemudian menemukan kaitan antara bahan yang satu dengan yang lain dengan logika yang masuk akal.

Dalam arti tertentu, saya setuju pendapat yang mengatakan, ‘murid tidak akan melampaui gurunya,’ karena proses pembelajaran yang dialami seorang pengajar ketika mempersiapkan dan akhirnya mempresentasikan di kelas jauh lebih unggul dibanding upaya belajar sang murid.

Belum dari sisi materi ajar. Saya sendiri merasakan hampir selalu apa yang dipelajari jauh lebih banyak daripada apa yang berhasil dipresentasikan di kelas. Kurang lebih 10 persen hingga maksimal 30 persen.

Kok sangat sedikit? Ya, saya sendiri kaget melihat bahwa kebanyakan materi karena satu dan lain hal tidak dapat secara maksimal disampaikan. Entah karena waktu yang selalu terbatas atau karena dinamika yang terjadi di dalam kelas, seperti daya tangkap murid atau mungkin saya melewatkan beberapa hal.

Singkatnya, selalu saja materi yang dipersiapkan jauh lebih banyak dan lengkap daripada yang secara real dipresentasikan.

Sisanya yang 70 persen tetap tinggal sebagai ilmu dan pengetahuan baru pertama dan terutama bagi saya sebagai pengajar.

Sungguh mengajar, ternyata, membuat pintar. Semakin banyak mengajar, semakin pintarlah kita. Yuk, mengajar.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here