Senin, 18 Januari 2021
Bacaan I:Ibr 5:1-10
Injil : Mrk 2:18-22
“AYO ambil saja, tapi ingat temannya supaya semua bisa dapat bagian,” demikian seru seorang nenek kepada anak-anak yang mengerumuni bakul dagangannya.
“Matur nuwun (terima kasih) ya mbah,” kata anak-anak itu satu persatu mengucapkan terima kasih.
Kemudian mereka mengambil makanan yang masih ada di bakul itu lalu duduk makan.
“Nek, apakah tidak rugi, kalau dagangannya dibagikan kepada anak-anak tanpa harus membayar seperti ini?,” tanyaku.
“Tidak ada yang dirugikan, saya pun tidak, malah saya diuntungkan,” jawabnya.
“Bagaimana bisa untung?,” tanyaku benar-benar tidak paham.
“Makanan yang saya berikan pada anak-anak itu adalah kelebihan dan mungkin memang berkat bagi mereka kalau saya bawa pulang malah saya yang repot mas; di rumah tidak ada yang makan, karena saya tinggal sendiri, mau disimpan lalu dijual besok pun pasti tidak laku lagi, karena sudah tidak enak,” kata nenek itu.
“Saya senang melihat anak-anak sehat dan gembira wajahnya,” katanya lagi.
Hari ini kita baca dalam Injil, “Murid-murid Yohanes dan murid-murid orang Farisi berpuasa, mengapa murid-murid-Mu tidak?”
Jawab Yesus kepada mereka, “Dapatkah sahabat-sahabat pengantin pria berpuasa selagi pengantin itu bersama mereka?”
Perbuatan baik, seperti berpuasa, berderma, berbagi kasih adalah tindakan yang mestinya sangat pribadi bukan untuk dipamerkan. Tujuan berbuat baik adalah semakin memuliakan Tuhan melalui hidup kita.
Seperti tujuan berpuasa bukan hanya menahan lapar tetapi supaya semakin dekat dengan Tuhan. Dan jika Tuhan ada bersama kita, tentu kita pantas bergembira dan berpesta bukan berpuasa.
Nenek tadi mengingatkan kita bahwa berbuat baik dan berindak atas dasar kasih itu menggembirakan dan begitu alami tanpa menuntut penghargaan bahkan pahala dari perbuatannya.
Nenek itu senang jika anak-anak itu senang.
Apakah ada keutamaan hidup yang melekat dalam perilaku kita sehari-hari?