DALAM sebuah negara dan kehidupan bermasyarakat dengan tingkat sensibilitas atau sentimentalitas identitas sangat tinggi, maka kegiatan berdialog menjadi komponen yang amat penting. Bukan saja sebuah komponen, tetapi dapat menjadi medium atau sarana yang menjembatani ke-bhinneka-an negara dan bangsa dengan latar belakang yang beraneka ragam.
Dengan demikian, dialog memiliki peran sentral dalam kenyataan hidup berbangsa dan bernegara di Indonesia.
Pada hari Rabu, 20 April 2022 lalu, Seminari Tinggi SVD Surya Wacana di Kota Malang mengadakan sebuah seminar dengan tema “Mengenal Spiritualitas Agama Sang Buddha”. Dilakukan dengan narasumber Bhikku Karunasilo.
Seminar ini diikuti oleh para frater SVD dan beberapa suster PRR, didampingi Ketua Komisi Hubungan Antaragama Keuskupan Malang Romo Peter B. Sarbini SVD.
Seminar ini dilaksanakan sebagai respon terhadap gerakan Sinode Gereja yang sedang berlangsung. Lebih dari itu, seminar ini juga menjadi sarana bagi para calon imam misionaris SVD untuk mengenal sesama yang berbeda.
Dalam hal ini adalah agama Buddhisme dan sosok Sang Buddha. Harapannya, para calon pemimpin umat Katolik ini kelak dapat menjadi profil pemimpin umat yang berjiwa inklusif, pengabdi kebenaran, dan pembawa damai bagi sesama.
Sebelum pemaparan materi, Romo Peter B. Sarbini SVD menyampaikan pengantar yang berisi ucapan terimakasih atas kesediaan Bhikku Karunasilo.
Juga disampaikan pengenalan singkat seputar Seminari Tinggi SVD. Juga disampaikan keinginan yang hendak dicapai dari pertemuan atau seminar ini: ingin mengenal, memahami, dan menimba spiritualitas dari agama Sang Buddha.
Setelah pengantar, acara selanjutnya adalah pembacaan curiculum vitae Bhikkhu Karunasilo yang disampaikan oleh moderator seminar: Fr. Joan Nami Siagian SVD. Kemudian dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh pembicara: Bhikkhu Karunasilo.
Sosok Sang Buddha
Untuk mengenal ajaran Buddhisme, hal pertama yang harus dimengerti adalah memahami apa dan siapa itu “Sang Buddha”.
Buddha adalah suatu gelar yang diberikan kepada seseorang yang telah ‘tercerahkan’.
Dalam pandangan umum, istilah “Buddha” dirujukan kepada satu orang, yaitu pendiri agama Buddhisme itu sendiri. Tentu gambaran umum seperti ini harus dibenahi dengan gambaran baru yang telah tertera di atas.
Pendiri agama Buddhisme sendiri merupakan seorang pangeran yang meninggalkan istana supaya bisa menjadi pertapa. Pangeran itu bernama Siddharta. Ia mencapai pencerahan pada usia 45 tahun (588 SM) di Boghaya.
Intisari religius
Ada begitu banyak muatan religius dari agama Buddhisme sebagaimana dipaparkan oleh Bhikkhu Karunasilo dalam seminar ini.
Namun yang tertera di sini hanya beberapa intisari yang dianggap penting untuk diketahui bersama.
Buddhisme mengenal tiga mutiara utama.
- Pertama mutiara Buddha yaitu pencerahan itu sendiri.
- Kedua mutiara Dhamma berupa hukum alam universal yang berbunyi; segala sesuatu tidak kekal, segala sesuatu fana.
- Dan ketiga, mutiara Sangha, yaitu komunitas para siswa yang didirikan Sang Buddha.
Masing-masing dari ketiga mutiara ini membawa dampak nyata di dalam kehidupan para penganut agama Buddhisme. Sebagai contoh, ketika seseorang masuk dalam komunitas para siswa Buddhis, di situ tidak ada lagi sistem kasta yang berlaku umum di India.
Dhamma sebagai unsur pentingdalam agama Buddha, memiliki dimensi praktis yang terdiri dari empat bagian.
Praktik ini terdiri dari empat bagian, yaitu.
- Pertama adalah Dana, yang mengajak setiap pengikutnya untuk memberi dengan bijak agar pemberian tersebut tidak mendatangkan kerugian.
- Kedua yakni Sila, yaitu suatu bentuk moralitas berupa ucapan yang benar, perbuatan yang benar, dan mata pencaharian yang benar.
- Ketiga adalah Bhavana, yaitu suatu meditasi dengan usaha yang benar, perhatian yang benar, dan konsentrasi yang benar.
- Dan yang terakhir adalah Panna, yaitu suatu kebijaksanaan berupa pandangan yang benar dan pikiran yang benar.
Ada salah satu ajaran dari Sang Buddha yang sangat mengesan.
Ajaran itu adalah “Kalama Sutta” yang mengajarkan supaya setiap orang yang mau mengikuti Buddha jangan begitu saja percaya terhadap segala sesuatu yang diajarkan Buddha.
Ajaran dari Sang Buddha harus dipikirkan baik-baik hingga mencapai titik kesadaran bahwa memang ajaran itu berguna, masuk akal, dan tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.
Jika telah mencapai kesadaran semacam itu, maka terimalah ajaran itu sebagai ajaran yang benar dan laksanakanlah dalam hidup sehari-hari.
Semangat toleransi
Buddhisme memiliki semangat toleran yang sangat tinggi. Hal ini dibuktikan dengan fakta historis bahwa Sang Buddha tidak menginginkan agar penganut agama lain berbalik menjadi pengikutnya.
Sebab dia sendiri mengakui bahwa setiap agama memiliki kelebihan dan keunggulannya masing-masing, baik dalam skala kecil maupun besar.
Sang Buddha tidak memiliki misi untuk mengumpulkan pengikut dalam jumlah yang besar, melainkan ia hanya ingin mengajarkan kebajikan, kemuliaan hati, dan akal budi yang sehat kepada semua manusia.
Sang Buddha juga melakukan pengajaran kepada pengikutnya dengan metode latihan yang bersifat edukatif, bukan seperti indoktrinasi dengan ajaran-ajaran aneh.
Sikap-sikap Sang Buddha pada intinya menunjukkan sebuah kearifan yang bijak dan penghargaan yang luar biasa terhadap agama lain.
Yang lain adalah sesama. Dan kepada sesama, tidak diperbolehkan untuk melakukan kejahatan atau keburukan.
Suatu penarikan simpulan, sebagai manusia kita hidup bersama orang lain, dan orang lain itu adalah mereka yang berbeda dari kita.
Di tengah kehidupan itu, masing-masing kita dipanggil untuk membangun relasi yang inklusif, solid, dan humanis dengan sesama yang berbeda. Secara khusus sebagai orang katolik, seperti yang dikatakan Paus Yohanes Paulus II, dalam diri kita terdapat suatu tugas untuk membawa pesan perdamaian dan menjadi saksi dari solidaritas universal.
Maka, marilah menjadi pribadi yang terbuka terhadap perbedaan dan hendaknya kita senantiasa berdialog dengan sesama dan menjadikan mereka sebagai sahabat dalam hidup kita di dunia ini.
Dunia begitu indah, harmonis, dan menyenangkan ketika semua perbedaan hidup berdampingan sebagai satu kesatuan dalam persahabatan dan persaudaraan.