Berjuang agar Bisa Hidup Layak dan Bermartabat

0
365 views
Ilustrasi -- Kerja keras.

BAPERAN – BAcaan PERmenungan hariAN.

Senin, 6 September 2021.

Tema: Uluran kasih-Nya.

  • Bacaan Kol. 1; 24-2:3.
  • Luk. 6: 6-11.

TAKUT? Bisa jadi kita pernah mengalami.  Tidak hanya takut tentang apa, tetapi kadang juga takut dengan siapa. Bukan tanpa alasan orang mengalami ketakutan.

Ketakutan paling parah adalah ketakutan tentang hidup itu sendiri. Apakah kita mempunyai alasan?

Sebagai orang beriman, mungkin tidak. Tetapi kadang terkait dengan penderitaan yang dialami. Ini sangat wajar. Manusia pada dasarnya adalah pribadi yang lemah.

Tidak bisa sendiri. Apalagi menyendiri. Ia butuh berelasi dengan yang lain.

Salah satu sumber ketakutan adalah rasa kekawatiran yang berlebihan. Khawatir tidak dapat membahagiakan orang yang dicintai.

Dengan bahasa iman itu berarti “melakukan apa yang tidak dikehendaki dan tidak menjalankan apa sebenarnya yang ingin dilakukan.”

Dalam bahasa psikologi, ketakutan bisa saja berawal sejak dalam kandungan. Apa yang dihadapi dan dialami saat seorang ibu hamil dapat menjadi bibit perpecahan dalam diri anak, tanpa disadari.

Merasa tidak diterima, “kecolongan”, dibuang, tidak diakui, tidak diperlakukan dengan baik, bahkan merasa tidak dicintai.

Tetapi tidak semua berawal dan berakhir demikian. Ada kasus-kasus yang mengagumkan.

Ada tangan “ilahi” yang campur tangan. The invisible holy hand. Bahasa iman menegaskan, Ia yang menjadikan segalanya baik adalah Ia pula yang mengatur segalanya sesuai dengan rancangan kasih-Nya yang semula.

Karena, “Engkau berharga di mata-Ku.”

The invisible holy hand

Seorang bapak bercerita tentang keindahan  hidupnya. Tentang kasih Tuhan, tentang imannya.

“Romo, saat saya masih berumur 9 tahun, orangtua meninggal.

Memang ada saudara dari ayah dan ibu yang membantu. Tetapi kami merasa harus berjuang untuk hidup. Harus bekerja keras. Juga harus saling membantu saudara. Hanya karena, kami keluar dari rahim yang sama.

Saya bekerja apa saja yang bisa menghasilkan uang. Saya berjanji, nanti, keluargaku harus hidup lebih baik. Jangan sampai tidak menyenangkan, menderita, pedih, terhina, hanya karena  miskin. Saya harus berjuang dan  survive. Bukan menjadi orang yang Sukanya minta- minta.

Tidak ada kamus dalam diri saya untuk begitu. Saya bekerja mati-matian.

Tuhan sungguh baik. Kini, kami hidup layak, menikmati kehidupan bersama keluarga. Asal mau bekerja keras -bahkan bila harus memulai dari nol- tidak ada yang mustahil bagi Tuhan.

Dari pengalaman itulah, saya lalu punyaiprinsip hidup tak pergoyahkan.

  • Apa mungkin manusia tidak bisa 15 menit saja setiap hari berdoa pada Sang Hyang Hidup?
  • Seandainya pun sulit, apakah tidak bisa dalam satu pekan itu bisa meluangkan satu jam bagi Tuhan?

Melawan godaan kedagingan

Memang butuh perjuangan, tidak gampang. Godaan yang terbesar adalah menikmati kehidupan. Usai sukses pasca harus bekerja keras dan membanting tulang. Lalu, menghibur diri, menikmati kesenangan untuk menghapus,  melupakan masa-masa silam yang sulit, saat menderita.

  • Ada saat-saat saya mengejar milik, menimbun kekayaan. Itulah yang menghilangkan derita. Itulah yang mengamankan diri lepas dari kelaparan, kemiskinan dan sebagainya.
  • Setiap hari saya tenggelam dalam mengejar materi. Bahkan tanpa sadar, saya bagaikan mesin uang.
  • Hanya maunya mencari dan mencari uang semata.

Sebenarnya, di balik semua itu, saya hanya ingin keluarga kami tidak lagi hidup dalam kekurangan.

Dan memanglah, Tuhan sungguh baik. Semua dimudahkan.

  • Kini, saya hanya mau bersyukur. Saya punya pengalaman masa lalu sepi, pahit, duka.
  • Kini, saya punya tangan tergenggam untuk berdoa. Saya punya tangan tersulur untuk berbagi dan melayani.
  • Punya tangan lengkap untuk memeluk dan melindungi keluarga yang kucinta.
  • Bahkan kaki yang kupaksa melangkah, kini menuju Tuhan dengan riang, berlutut memuji-Mu, bersyukur dan percaya.

Paulus berkata, “Kristus ada di tengah-tengah kamu; memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan.” lih ay 27-28.

Sabda Yesus, “Ulurkanlah tanganmu pada sesama.” Bdk ay 10.

Tuhan, kasih dan sentuhan-Mu sungguh mempesona. Ajari aku terus menyadarinya. Amin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here