Berlayar Mengarungi Lautan

0
766 views
Ilustrasi: Perahu di lautan. (Ist)


KAPAL dibuat bukan untuk diikat di pantai atau pelabuhan, melainkan untuk mengarungi samudera. Ombak yang besar dan arus yang kencang menguji kapal-kapal berkualitas.

Bangsa pelaut menunjukkan kemampuannya, ketika berani mengarungi lautan nan luas dengan ombak yang buas. Semakin besar badai gelombangnya, semakin membuat pelautnya kuat perkasa. Bangga.

Demikian hidup setiap orang. Menghadapi badai kesulitan dan gelombang yang mengguncang. Gereja pun bagai bahtera yang mengarungi zaman.

Di tengah perjuangan orang bisa merasa sendirian. Ditinggalkan Tuhan. Tentu, itu perasaan subjektif semata, karena Dia hadir di mana-mana. Kapan saja.

Para murid yang menyeberangi danau juga mengalaminya. Harinya gelap dan air danaunya bergelora (bdk. Yoh 6: 17-18). Tatkala Tuhan mendekat pun mereka masih merasa takut. Namun, Tuhan meneguhkan mereka. “Jangan takut, ini Aku.” (Yoh 6: 20)

Tuhan tidak meninggalkan mereka.

Tatkala Gereja perdana menghadapi masalah terkait dengan pelayanan terhadap para janda, Tuhan hadir di tengah mereka. Melalui bantuan Roh Kudus mereka memilih para diakon yang membantu melayani jemaat yang kurang diperhatikan. Masalah teratasi.

Setiap kali harus mengarungi lautan sering muncul rasa takut. Ketika mesti menghadapi kesulitan, ada yang mau lari dari kenyataan. Manusia diciptakan bukan untuk bersembunyi dan lari, melainkan untuk berjuang mengatasi kesulitan.

Bagai kapal yang dibuat bukan untuk diikat di pantai, melainkan berlayar mengarungi lautan.

Sabtu, 30 April 2022

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here