SEMULA, sebenarnya vihara ini berada di lokasi yang lebih bawah, di dekat sumber air panas, dibangun tahun 1960. Namanya Brahma Vihara.
Dirintis oleh Ida Bagus Giri (Bhante Giri Rakhito Mahathera). Vihara ini menjadi tempat belajar meditasi vipassana.
Karena perkembangan, lantas dirasa tidak memadai lagi, sehingga dipindahkan ke lokasi yang lebih atas dan luas di sini pada tahun 1969, dan kini namanya menjadi Brahma Vihara Arama.
Konon katanya, penambahan istilah arama, karena di situ ada taman yang luas. Kompleks ini dirancang mengikuti pola perkembangan dan pencapaian dalam meditasi vipassana.
Maka ada kompleks taman arca, ada kompleks pagoda, ada dharmasala, ada stupa. Bahkan jumlah anak tangga pun mengikuti tahap-tahap menurut vipasssna, seperti yang tertulis di anak tangga itu.
Meditasi vipassana
Lantas apa sih meditasi vipassana itu?
Sekali lagi, kalau mau mendapatkan penjelasan yang komprehensif dan tepat, silakan lihat buku-buku yang bagus. Apa yang saya sampaikan adalah sejauh apa yang bisa saya tangkap saja dari apa yang dijelaskan.
Maka tulisan ini sekaligus menjadi masukan bagi penyelenggara apakah yang disampaikan oleh guru dapat dipahami dengan baik oleh para murid.
Dua faktor
Memang, dalam hal penangkapan pemahaman, ada dua faktor.
- Pertama apakah gurunya mumpuni dan dapat menyampaikan dengan baik.
- Dan kedua, apakah muridnya memang punya kemampuan untuk menangkap apa yang diberikan.
Pada retret ini, gurunya sangat mumpuni, karena beliau seorang bhante senior yang sudah menjadi bhikkhu selama hampir 50 tahun. Beliau seorang sayadaw, suatu gelar istimewa.
Pelajaran disampaikan dalam bahasa Inggris, dan diterjemahkan dengan baik oleh panitia penyelenggara.
Maka kalau sampai pelajaran tidak ditangkap dengan baik oleh murid, yang bermasalah tentu muridnya, entah karena kurang memperhatikan, entah karena memang kurang mampu menangkap apa yang diberikan.
Sejauh yang saya ketahui, ada begitu banyak teknik meditasi. Buddhisme merupakan salah satu agama yang sangat menekankan pentingnya meditasi, bahkan mengembangkan teknik meditasi yang kampiun.
Dua model
Dalam meditasi yang berasal dari Budhisme ini, dapat dibedakan dua kelompok berdasarkan pada objek konsentrasinya.
Secara umum, objek konsentrasi bisa “single-pointed” dan bisa “diffused”.
Meditasi dengan objek konsentrasi yang “single pointed” ini disebut samatha bhavana.
Tahapan pencapaian dalam meditasi samatha bhavana disebut jhana, dimulai dari jhana satu sampai sembilan.
Untuk jenis ini, tampaknya tidak perlu diuraikan lagi, karena sudah cukup jelas, yakni objek konsentrasi yang single-pointed.
Tapi kalau ingin mendapatkan uraian lebih jauh tentang samatha bhavana, banyak tersedia sumber daring, misalnya http://bhadramegha.blogspot.co.id/2014/02/meditasi-samatha-bhavana.html.
Vipassana
Lantas bagaimana dengan vipassana?
Menurut pemahaman saya, meditasi vipassana ini objek konsentrasinya bersifat diffused, menyangkut segala macam hal secara sekaligus.
Ini sesuatu yang tidak mudah. Maka untuk mempermudah, perlu dilakukan penyederhanaan terlebih dahulu, khususnya bagi pemula.
Secara umum, latihan meditasi vipassana biasanya dilakukan pada posisi duduk, berjalan, berdiri, dan berbaring.
Namun untuk menjelaskannya, saya ambil saja posisi berjalan.
Proses berjalan sebenarnya mencakup begitu banyak tahapan.
Kalau meditasi samatha bhavana diumpamakan memotret, maka potretnya merupakan satu gambar. Kualitas hasil pemotretan ada pada fokus dan ketajaman resolusinya.
Semakin fokus dan tajam, semakin bagus.
Sedangkan meditasi vipassana bisa diumpamakan rangkaian frame-frame yang secara keseluruhan menjadi satu gerakan.
Untuk kamera yang kemampuannya rendah, jumlah framenya lebih sedikit. Semakin canggih, jumlah frame-nya akan lebih banyak.
Maka kualitas hasil banyak ditentukan sebanyak apa frame yang bisa diambil, di samping tentu saja kedalaman pada setiap frame-nya.
Bila diterapkan pada saat berjalan, dengan kemampuan yang rendah, mungkin yang bisa diamati sekedar langkah kiri dan langkah kanan saja.
Lebih meningkat, selain kanan dan kiri, juga bisa diamati angkat kaki dan turun kaki. Meningkat lagi, kanan kiri, naik, dorong maju kiri, turun kiri, angkat kanan, dorong maju kanan, turun kanan.
Makin meningkat, frame yang bisa diamati makin banyak. Dan seterusnya.
Pemberian label kiri/kanan/naik/turun/dorong kiri/dorong kanan, dst, sebenarnya hanya upaya untuk membantu pada tingkat awal.
Tujuan vipassana adalah membedakan fenomena material, yakni peristiwa gerak fisik kaki kiri/kanan/naik/turun/dorong kiri/dorong kanan dengan fenomena mental yang memberi label seperti itu.
Bagi mereka yang pernah membaca Immanuel Kant, barangkali ini sejalan dengan proposal tentang adanya realitas noumenal dan realitas fenomenal.
Kelak, dengan makin majunya kemampuan bermeditasi vipassana ini, pelabelan itu justru mengganggu, karena cakupan fenomena material yang diamati semakin banyak, dan tidak mungkin lagi diberi label.
Konon, Sang Buddha pada saat yang sama dapat “memotret” triliunan fenomena material.
Bisa kurang tepat
Apakah benar atau tidak pemahaman saya? Biarlah para pakar yang menilainya. Sekaligus bisa mengoreksi kalau pemahaman saya kurang tepat.
Seperti telah disinggung di muka, meditasi vipassana ini dilakukan dengan latihan meditasi duduk, jalan, berdiri, dan berbaring.
Namun karena alasan yang masuk akal bahwa dengan berbaring akan makin sulit untuk mempertahankan konsentrasi, latihan meditasi dengan berbaring tidak dilakukan, sehingga hanya mencakup meditasi duduk, jalan, dan berdiri saja. (Berlanjut)