Biarlah Sendiri

0
749 views
Ilustrasi - Menikah dalam gelap. (ist)

BAPERAN – BAcaan PERmenungan hariAN

Kamis, 10 Juni 2021

  • 2 Kor 3: 15-4: 1, 3-6.
  • Mt. 5: 20-26.

“Aku tak mau dirayu, aku tak mau dimadu, cintaku hanya padamu, slama hidupku.”

Sebuah penggal lagu yang menegaskan cinta yang tak terbagi akan lebih membuahkan  kebahagiaan abadi.

Dan kadang, apa pun yang mengarahkan hidup pada keabadian, bertentangan dengan apa yang ditawarkan oleh dunia; bahkan segala kebahagian dan kenikmatan semunya.

Santo Paulus menginspirasikan, “Sebab Allah telah berfirman: “Dari dalam gelap akan  terbit terang, Ia juga yang membuat terang-Nya bercahaya di dalam hati kita,  supaya kita peroleh terang dari pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus.” ay 6

Menanti yang tak pasti

Beberapa kali saya melihat seorang ibu berdoa lebih lama setelah Ekaristi. Khusuk dan  tenang.

“Pastur mohon doanya ya. Ada waktu? Saya ingin syering iman saja. Saya orang baru di sini pastor, karena pekerjaan.

Perkawinan kami sudah 16 tahun. Belum dikaruniai anak. Lima tahun yang lalu dengan alasan ingin punya anak, suami pasangan pergi dengan orang lain.

Saya sudah mengatakan adopsi saja. Tetapi dia keukeuh ingin  punya keturunan dari dirinya. Kami diskusi satu tahun lebih. Akhirnya dia memutuskan bersama yang lain. Saya ditinggal sendiri.

Dulu saya bukan Katolik.”

Dengan mata yang mulai berkaca-kaca, ibu ini melanjutkan.

“Sekarang ia mempunyai dua anak, laki dan perempuan. Saya tetap tidak mau cerai. Ia menghendaki sebaliknya.

Saya tetap bertahan dalam iman. Saya berdoa dan berharap suatu saat dia kembali. Tuhan pasti memberi yang terbaik.

Saya tetap menanti, kendati tidak tahu sampai kapan. Ia hanya membutuhkan keturunan. Itu saja.

Dan saya tidak bisa berbuat apa-apa. Fisik saya tidak bisa memberikan apa yang dia inginkan.

Tuhan menciptakan saya begini, ya saya terima. Tuhan belum memberi keturunan dan kalaupun saya tidak bisa, ya tidak apa-apa.

Saya ingin menikmati hidup. Kendati sendiri. Saya harus berjuang dan teguh dalam iman.

Tidak gampang Romo. Banyak godaan bahkan ada yang usul pembatalkan perkawinan.

Saya tidak mau.”

“Apa yang menyebabkan ibu memutuskan demikian?”

“Saya bangga menjadi murid Yesus. Saya ingin menghayatinya sampai mati. Di satu, sisi saya sudah “mati”.

“Saya tetap percaya. Kalau itu membuat dia bahagia, biarlah. Ada waktu. Apa yang saya miliki, tidak selamanya dapat saya genggam.

Ada saat melepaskan. Ada saat meninggalkan semua untuk berjumpa dengan Tuhan sendiri.

Saya menyiapkan itu. Saya tetap happy kendati ditinggal. Saya ingin dekat dan bersekutu dengan Tuhan; berkenan kepada-Nya.

Banyak yang mendekati saya. Saya tolak secara halus. Saya tidak mau melakukan yang bertentangan dengan iman saya.

Saya masih merasa sepi, menangis dan pilu, sedih dan kecewa. Tetapi saya mencoba percaya Tuhan baik. Saya tidak kekurangan. Saya bisa beli yang saya inginkan.

Saya tetap dapat mengisi waktu dengan kegiatan-kegiatan kemanusiaan. Bukan sebagai sebuah pelarian; tetapi sebuah pelatihan diri untuk merasakan penderitaan yang lain.”

“Baiklah bu. Selamat berziarah bersama Tuhan.”

Saya kagum. Masih ada pribadi yang tangguh dan tetap berpengharapan.

Lewat salib hidupnya tetap tekun berdoa. Kendati doa belum terkabul tetap terbuka pada orang miskin.

Tetap tenang kendati batin luka.

Tetap beraktivitas dan berkumpul kendati hidupnya terpukul.

Di atas semua itu, biarlah ibu ini tetap hidup dalam terang iman.

Yesus berkata, “Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar daripada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga.” ay 20.

Tuhan, sungguh ajaib penyertaan-Mu dalam hidupku.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here