Bilamana Umat Paroki Saling Bermusuhan

0
358 views
Debat konflik by Imre.uk

Selasa, 28 September 2021

Tema: Tempaan hidup.

  • Za. 8: 20-23.
  • Luk. 9: 51-56.

SETIAP orang punya kebaikan. Setiap orang ingin berbuat sebaik mungkin, sebenar mungkin. Secara pribadi, ia bebas mengekspresikan dan mewujudkan kebaikan yang dia yakini.

Namun dalam peziarahan bersama, orang mesti menjumpai sesama sebagai orang lain. Tidak adil, bila ada pemaksaan kehendak. Bahkan harus sepaham dengan apa yang dianggapnya baik dan benar.

“Mo, saya jengkel dengan orang itu. Rasanya mau saya ‘sekolahkan’. Selalu nantang, seolah-olah dia yang punya paroki.

Seakan-akan dia yang paling tahu dan paling benar. Semua harus mengikuti dia. Kehadirannya selalu buat onar,” geramnya.

Ia melanjutkan kisahnya.

Di banyak pertemuan-pertemuan, kehadirannya selalu saja ada ambisi tunjukkan ketidaksetujuannya. Pertanyaan kritis memang sebaiknya ada.

Tetapi kadang ngotot bahwa apa pun gagasannya harus diterima. Bila tidak terkesan, lalu ngambek, mengancam, dan tidak mau muncul di dalam kehidupan paroki selama beberapa saat.

Ia kadang lalu mengritik dari luar.

“Biarkan saja,” kataku menenangkan.

“Maksudnya, Mo?”

“Iya, biarkan saja dia berbicara. Keputusan bersama itu lebih kita pegang dan menjadi cara kita mewujudkan iman dalam kebersamaan di paroki ini.

Memang setiap orang boleh dan berhak dalam sebuah rapat menguji gagasan, mengembangkan kebaikan dan memperjuangkan apa yang dia rasa baik dan benar. Hasil kesepakatan bersama itu yang lebih menjadi pegangan perjalanan kita,” jawabku.

“Tapi orang itu selalu berbuat begitu. Kami merasa jengkel dan malas untuk berurusan dengan dia. Kami diam saja menghindari keributan yang tak perlu. Capek menghadapi dia,” ungkapnya penuh emosi.

“Baiklah. Mari kita bantu untuk berjalan bersama. Mungkin perlu pertobatan personal dan pastoral. Artinya, semua perubahan yang diharapkan mesti berada pada pengutusan sesuai dengan visi misi dan strategi keuskupan. Bila tidak, kita akan mandek dan introvert,” kataku.

  • Bagaimana memahami seseorang yang berwatak keras, kendati bermaksud baik?
  • Bagaimana umat tetap berhimpun dan bergembira atas kehadirannya?

Seorang psikolog menjelaskan.

“Romo seseorang itu dipengaruhi oleh masa lalunya sadar atau tidak sadar,” kata dia.

Apa yang dirasakan dan dialami, ketika seorang ibu sedang mengandung berpengaruhi pada mentalitas anak.

Kalau ia mengalami kebahagiaan, merasa dicintai dan diterima, anak akan berkembang dalam suasana yang nyaman, aman.

Ia merasa diterima dan dicintai. Kalau tidak sebaliknya akan terjadi.

Apakah keluarga itu menerima dan gembira bahwa si ibu sedang mengandung? Kalau tidak, banyak hal yang membuat anak ini merasa ditolak.

Penolakan sedari awal akan berpengaruh bagaimana ia bergaul dengan orang lain.

Kata-kata seperti:

  • “Aduh kecolongan lagi.”
  • “Kamunya sih nggak jaga, kita benar-benar enggak siap.”
  • “Ekonomi semakin berat, beban kita.”
  • Bahkan ada yang berkata: “Gugurkan saja.”

Kata atau gerak apa pun yang mengarah bahwa kehadiran sang bayi ditolak, maka nantinya ia cenderung menjadi “trouble maker”.

Juga, apa yang dialami anak ketika umur 1 sampai 5 tahun, akan mempengaruhi karakter pribadinya.

Kalau anak bertumbuh dalam kehangatan cinta, penerimaan yang tulus, ia akan berkembang baik. Kalau, mengalami kekerasan, ia belajar keras dan mendendam.

Kebutuhan diterima dan dicintai itulah prinsip dasarnya.

“Ya kan kita tidak tahu, Mo. Umat begitu banyak. Latar belakang hidup berbeda. Aktifis silih berganti. Umat datang dan pergi,” katanya lagi penuh emosi.

Itulah Gereja, himpunan orang-orang yang selalu belajar berproses, belajar berjalan bersama, mengembangkan kebaikan bersama dan demi kebaikan.

Mari menyadari, Gereja itu milik Allah. Roh Kudus sendiri yang menghimpun, mengobarkan dan memampukan umat beriman.

Mungkin juga paroki belum cukup dekat dengan umat; komunitas, lingkungan, belum menghayati persekutuan dan partisipasi, dan membuat mereka sadar akan pengutusannya.

“Orang-orang Samaria itu tidak mau menerima Dia, karena perjalanan-Nya menuju Yerusalem.” ay 53.

Tuhan, himpunlah kami menjadi umat kudus bagi kemuliaan-Mu. Amin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here