Jumat, 31 Maret 2023
- Yer. 20:10-13.
- Mzm. 18:2-3a,3b-4,5-6,7.
- Yoh. 10:31-42.
“Tindakan membuktikan siapa seseorang; kata-kata hanya membuktikan siapa yang mereka inginkan.”
Tindakan lebih berarti ketimbang ucapan. Tindakan merupakan cerminan dari perasaan dan niat seseorang.
Seseorang bisa mengatakan apa pun yang ingin dikatakan, namun itu bisa jadi hanya sekadar ucapan belaka.
Itulah mengapa, seseorang harus memberikan bukti yang terlihat oleh mata, tak sekadar ucapan kosong, supaya bisa dipercaya.
Totalitas dalam tindakan memberikan bukti yang lebih dari cukup, jika dibandingkan dengan sekadar kata-kata.
Presiden kita Joko Widodo telah menunjukkan bukti totalitas dalam kepemimpinannya dengan kerja keras, hidup jujur dan sederhana.
Semua yang dia kerjakan untuk negeri ini.
Meski demikian, masih banyak orang yang menyerang dan meremehkan bahkan mencaci maki atas sitausi yang kadang tidak berjalan baik di negeri ini.
Segala yang tidak beres selalu ditujukan pada presiden, dan presiden selalu disalahkan.
Ada kelompok orang yang tidak mau melihat apa yang telah dikerjakan dan dihidupi oleh Presiden.
Hasil pembangunan, dan banyak lagi perkembangan dalam berbangsa dan bernegara karena komitmen dan kerja keras presiden dan para pembantunya.
Namun mereka tidak mau tahu dia tidak peduli atas semua itu.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
“Karena Aku telah berkata: Aku Anak Allah? tetapi jikalau Aku melakukannya dan kamu tidak mau percaya kepada-Ku, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu, supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa.”
Dalam Injil Yesus berhadapan dengan para penentang.
Banyak lawan Yesus, namun Dia tidak gentar. Segala tanda, perbuatan dan ajaran-Nya sulit mereka percaya.
Pendengar bukan mendengarkan Sang Sabda yang berbicara, tetapi mereka hanya mendengarkan dirinya sendiri.
Mereka terikat dengan daya pikirannya sendiri. Tidak terbuka hatinya akan firman Tuhan.
Dengan lugas Yesus mengajukan pilihan: mau percaya kepada Pribadi Yesus atau menolak-Nya sebagai utusan Tuhan.
Marilah kita coba memahami kehadiran Allah lewat sesama di sekitar kita dan jangan cepat “negatif thinking” terhadap orang lain, karena disetiap pribadi yang kita jumpai Allah hadir.
Dalam kehidupan, kita kadang memandang orang lain secara sempit.
Karena perbedaan, ketidaksepahaman, kita menilai orang lain sebagai pendosa yang harus dihukum.
Tidak jarang kita merasa diri paling baik, paling benar, sementara yang lain salah dan keliru.
Kisah dari Injil hari ini mengajarkan kepada kita sikap rendah hati dan kebijaksanaan bahwa dalam diri sesama yang barangkali berbeda dan tidak sepaham dengan kita ada banyak kebaikan dan cinta.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku berani menerima kebaikan yang dilakukan oleh sesamaku?