Home BERITA Bukan Panggung Sandiwara

Bukan Panggung Sandiwara

0
13 views
Ilustrasi: Panggung teater. (Mathias Hariyadi)

Senin, 25 Agustus 2025

1Tes. 1:2b-5,8b-10.
Mzm. 149:1-2,3-4,5-6a,9b.
Mat. 23:13-22

DALAM bahasa Yunani, kata hypocritos berarti seorang aktor, pemain teater, seseorang yang tampil dengan memakai topeng.

Seorang aktor bisa memerankan tokoh kaya, suci, penuh kasih, atau bahkan jahat dan kejam. Namun semua itu hanyalah peran. Begitu lampu panggung padam, ia kembali pada dirinya yang sesungguhnya.

Yesus menyebut orang yang hidupnya tidak sesuai dengan hatinya sebagai munafik. Mereka pandai menampilkan diri agar terlihat baik, religius, saleh, bahkan seolah-olah dekat dengan Allah.

Namun di balik semua itu, hatinya kosong, kering, dan jauh dari kebenaran. Munafik berarti hidup dengan “topeng rohani” tampak indah di luar, tetapi rapuh di dalam.

Kita pun bisa tergoda hidup seperti itu: rajin berdoa di depan orang lain, dermawan saat dilihat banyak mata, atau menjaga tutur kata di hadapan sesama, tetapi di hati menyimpan iri, benci, dan kesombongan.

Dunia mungkin tertipu oleh topeng yang kita kenakan, tetapi Allah tidak bisa ditipu. Ia melihat bukan hanya wajah kita, melainkan isi hati kita yang terdalam.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Celakalah kamu, hai Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu mengarungi lautan dan menjelajah daratan, untuk mentobatkan satu orang saja menjadi penganut agamamu dan sesudah ia bertobat, kamu menjadikan dia orang neraka, yang dua kali lebih jahat dari pada kamu sendiri.”

Teguran ini menusuk karena memperlihatkan bahaya dari misi yang salah arah. Orang Farisi penuh semangat mencari pengikut, tetapi bukan untuk membawa orang semakin dekat kepada Allah.

Mereka justru menjerat orang dengan aturan-aturan yang kaku, membebani mereka dengan tradisi, dan akhirnya menjauhkan mereka dari kasih Allah yang sejati.

Semangat religius yang tidak diwarnai kasih hanya akan melahirkan fanatisme buta. Alih-alih menghadirkan kabar gembira, mereka menjadikan iman sebagai belenggu yang menekan, bahkan menghancurkan.

Inilah yang Yesus sebut sebagai menjadikan orang “dua kali lebih jahat daripada kamu sendiri.”

Karena itu, marilah kita belajar untuk hidup dengan hati yang tulus. Iman sejati bukanlah sandiwara, melainkan keaslian hidup yang lahir dari relasi pribadi dengan Allah.

Allah tidak mencari aktor yang pandai memainkan peran, melainkan anak-anak yang mau datang apa adanya, dengan luka, dosa, sekaligus kerinduan untuk bertobat.

Bagaimana dengan diriku?

  1. Apakah cara hidup imanku memberi teladan yang membebaskan atau justru menimbulkan tekanan dan beban bagi orang lain?

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here