Buku Baru: “7 Koper, 7 Ransel”, Kiat Praktis Merancang Traveling Mandiri dan Murmer

0
556 views
Buku "7 Koper 7 Ransel" sebagai petunjuk kiat praktis merancang solo traveling mandiri by Veronika Endang. (Ist)

HADIRNYA platform komunikasi nirkabel –di antaranya internet—dengan sendirinya membuka peluang baru yang menggairahkan bagi para calon pelancong keluar negeri.

Dulu, semuanya harus diatur oleh biro travel. Kini, hanya atas dasar rasa percaya diri, ketekunan, dan kejelian, maka solo traveling keluar negeri bukan lagi hal yang mustahil.

Prinsipnya murmer

Tentu saja, juga menjadi jauh lebih murmer. Itu karena sifatnya mandiri. Alias sesuka hati mau kemana saja. Tanpa harus ribet dengan ketatnya jadwal perjalanan dalam sebuah grup tur.

Juga tidak kalah menarik, solo traveling ini juga memberi keleluasaan bagi si pelancong untuk mengatur sendiri rute perjalanannya (itinerary).

Buku gres ini berjudul 7 Koper, 7 Ransel Wisata Rohani ke Lourdes-Paris-Lucern-Engelberg-Titlis-Milan-Padua-Venesia-Assisi-Roma.

Ditulis oleh Veronika Endang P, seorang guru di sebuah sekolah nasional plus. Juga seorang mantan anggota Kongregasi Amal Darah Mulia (ADM).

Ia mengambil bahan tulisan seratus persen berdasarkan pengalamannya sendiri. Terutama mengumpulkan bahan-bahan perjalanan dan dengan tekunnya merancang dua kali model solo traveling mandiri keluar negeri. Kebetulan, dua-duanya melancong ke Eropa.

Tanpa bantuan siapa pun. Kecuali dari kejelian menjelajah aneka informasi dari internet. Kadang mau bertanya sana-sini kepada penulis. Dan yang terpenting, juga bersedia memetik pelajaran berharga dari pengalamannya sendiri.

Belajar dari kesalahan

Itu adalah memilih salah kostum. Dan itu baru disadari Vero, hanya beberapa menit sebelum menuju konter Garuda untuk proses check-in.

Itu perjalanan traveling keluar negeri Vero, saat ia ikut kami dalam penerbangan langsung rute Jakarta-Shanghai dan Beijing-Jakarta, Juli tahun 2013 lalu.

Bulan Juli adalah musim panas di Tiongkok. Jadi, tak perlu bawa jaket pullover dengan atribut bulu-bulu angsa.

Panasnya hawa summer di Beijing, Shanghai, dan Hanzhou benar-benar tanpa kompromi. Luar biasa terik. Kulit menjadi gosong oleh panas matahari.

Kiat praktis berburu peluang emas

Tentu pengalaman salah kostum dan dikejar-kejar seorang pengemis gila di Stasiun Hanzhou itu menjadi pengalaman berharga bagi Vero. Dan berbagai pengalaman yang terjadi di “lapangan” inilah yang menjadikan buku 7 Koper, 7 Ransel Wisata Rohani ke Lourdes-Paris-Lucern-Engelberg-Titlis-Milan-Padua-Venesia-Assisi-Roma ini lalu punya magnit daya tariknya.

Itu antara lain berbagi kiat praktis tentang bagaimana merancang rencana jalan-jalan mandiri. Yang sifatnya sesuka hati.

Tanpa harus ribet dengan program terjadwal ketat bikinan biro travel yang mungkin saja malah membuat kita stres.

Antara lain, misalnya, karena kita dikejar-kejar harus bangun pagi sekali. Lalu harus mengunjungi spot untuk shopping. Sementara kita sendiri memang pada dasarnya juga tak suka belanja. Plus lagi, kantong sangu sudah sangat tipis.

Dua kali melakukan perjalanan solo mandiri ke Eropa telah membuat Vero jadi khatam. Bagaimana mestinya sebuah itinerary itu dirancang sedemikian rupa agar bisa kemana-mana. Sesuka hati. Juga bisa irit sangu. Menikmati suasana kota sepuas mungkin. Dan –karena tak perlu shopping- juga menjadi sangat hemat ongkos.

Salah satu kiat praktis yang dipaparkan Vero dalam bukunya yang perdana ini adalah mencari tiket promo.

Ini penting sekali bagi para pelancong cekak duit. Tiket promo harus dicari jauh-jauh hari. Bahkan bisa setahun sebelum berangkat. Karena ini bisa menghemat beban ongkos transpor luar biasa besarnya.

Juga memilih tempat menginap. Harus jeli. Bersedia berselancar mencari peluang mana yang murah, nyaman, dan paling mudah dijangkau dengan jalan kaki. Tentu saja, pilihan lokasi menginap sebaiknya dekat stasiun atau terminal.

Pengalaman kami bersama Vero di Shanghai adalah pelajaran sangat berharga. Hotel tempat kami menginap ternyata “jauh” sekali dari Shanghai Hongqiao Central Station. Demikian pula di Bejing. Kami salah memilih kamar. Maunya ngirit. Tapi akhirnya malah bengek.

Mungkin saja karena berbagai pengalaman “salah” ikut dalam perjalanan ke RRC itu telah ikut mempengaruhi “cara kerja” Vero menulis 7 Koper, 7 Ransel Wisata Rohani ke Lourdes-Paris-Lucern-Engelberg-Titlis-Milan-Padua-Venesia-Assisi-Roma. Ini menjadi buku perdananya.

Ini pertama-tama karena di banyak buku setebal 212 halaman ini, dia tanpa sungkan berkisah apa adanya. Antara lain kisah salah pilih lokasi penginapan, kemudian harus membatalkannya dengan ancaman kena “penalti” beberapa puluh ribu Euro.

Juga karena kurang cermat membawa seluruh dokumen perjalanan, saat ingin mengajukan visa Schengen ke Kedubes Perancis di Jakarta.

Deg-degan tentu saja, meski akhirnya semua “beres” juga tanpa pembayaran ekstra.

Buku 7 Koper 7 Ransel ditulis dari pengalaman jatuh bangun merancang solo traveling by Veronika Endang. (Ist)

Dimulai dari satu langkah berani

Tentu saja, seperti pengakuan Vero dalam buku itu, semua pengalaman itu melahirkan stres bertubi-tubi. Ya memang harus begitu. Banyak langkah perjalanan panjang memang harus dimulai dari satu langkah pertama.

Dan itu bisa benar. Tapi tak tertutup kemungkinan, bisa salah juga. Yang penting mau belajar dari kesalahan.

Justru karena ditulis dari pengalaman pribadi plus banyak “salah” itu, buku 7 Koper, 7 Ransel Wisata Rohani ke Lourdes-Paris-Lucern-Engelberg-Titlis-Milan-Padua-Venesia-Assisi-Roma. menjadi menarik.

Tidak menggurui. Tapi tulus mau memberitahu. Berbagai informasi penting dan berharga. Semunya demi melancong murmer, irit ongkos, dan juga puas.

Kepada pembacanya, Vero menawari kiat praktis berburu tiket murah, mencari lokasi inap strategis. Harus mudah dijangkau dari sudut mana pun. Informasi lengkap bagaimana bisa mendapatkan visa kunjungan wisata ke sejumlah negara Eropa.

Tentunya, jangan sampai harus berkali-kali ajukan aplikasi visa. Karena itu berarti membayar banyak kali pula. Di dalam bukunya ini, sebagai mantan religius, Vero berkali-kali menyebut bahwa semua perjalanan jauh keluar negeri itu selalu diberkati Tuhan. Selamat dan tak kurang suatu apa.

Pada perjalanan pertama ke Eropa, ia membawa serta dua anaknya yang waktu itu masih SMP dan SD. Ikut dalam perjalanan kedua adalah sejumlah teman perempuan –koleganya waktu masih kuliah di Universitas Sanata Dharma dan kolega religius.

Ya rohani, ya profan

Buku baru 7 Koper, 7 Ransel Wisata Rohani ke Lourdes-Paris-Lucern-Engelberg-Titlis-Milan-Padua-Venesia-Assisi-Roma ini memang lebih berkisah tentang perjanan wisata rohani ke Eropa. Utamanya ke Lourdes di Perancis dan Vatikan-Roma di Italia.

Namun, di antara dua lokasi wisata rohani itu, Vero pintar menyisipkan rute melancongnya ke banyak lokasi non rohani. Yakni, ke Kota Mode Dunia di Paris, kota salju abadi di Mt. Titlis di Swiss, indahnya kanal-kanal sungai di Venezia, dan Duomo di Milan.

Yang menarik lagi, buku ini ditulis dengan ragam bahasa kekinian. Renyah. Karenanya enak dibaca. Apalagi ditawari berbagai solusi alternatif. Ketika dalam perjalanan harus memilih opsi A atau B sesuai kondisi seberapa banyak punya duit dan bujet perjalanan.

Meski baru dirilis bulan Februari 2020, buku anyar dan karya perdana Vero ini sudah membukukan catatan prestasinya. Sudah dua kali naik cetak.

Pengalaman membuat buku ini rupanya membuat Vero ini sampai ketagihan. Tidak hanya ingin merancang solo traveling mandiri lagi. Tapi juga merilis serial buku-bukunya yang naskahnya kini masih dia garap dengan teliti.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here