Bulan Rosario dan Pesparani di Pulau Raijua, Kab. Sabua Raijua, NTT

0
450 views
Ilustrasi - Doa Rosario (Ist)

BULAN Oktober sebagai Bulan Rosario sudah berlalu. Namun, dua hari ini di lini masa media sosial saya bertebaran info mengenai Pesparani 2020.

Bulan Rosario dan Pesparani, dua hal ini kemudian membawa saya jauh bernostalgia.

Jauh secara jarak, tapi tidak jauh secara waktu, nostalgia setahun lalu saja. Setahun berharga yang saya lewati di Nusa Tenggara Timur. Pulau Raijua namanya. Satu dari tiga pulau bagian wilayah Kabupaten Sabu Raijua.

Pertanyaannya, ada apa dengan dua hal ini?

Pertama, Bulan rosario. Seperti yang jamak dipahami umat Katolik, Oktober adalah Bulan rosario.

Seumur hidup saya, sebelum masa di Pulau Raijua itu, saya tidak begitu merasakan nuansanya. Oktober bagi saya sama saja dengan 11 bulan lain dalam setahun. Hari-hari sepanjang Oktober biasanya berlalu begitu saja.

Satu-dua kali saya berdoa Rosario, itu kalau ingat dan tidak malas tapi lebih sering lupa dan lewat.

Saya jauh dari kumpulan orang-orang yang rajin berdoa rosario bersama.

Menjadi spesial

Nah, selama di Pulau Raijua kemarin Oktober menjadi bulan yang spesial. Nuansa  Bulan Rosario saya rasakan penuh. Mulai tanggal 1-31 ada doa Rosario bersama di tempat-tempat berbeda.

Oktober 2019 itu menjadi bulan ketiga saya ada di sana dan berkat giliran berdoa rosario bersama Stasi Raijua jumlah warga yang saya kenal meningkat pesat. Dibanding dua bulan awal, jumlah warga yang saya kenal di bulan ini jauh lebih banyak.

Tidak heran, hampir tiap malam saya berjumpa dengan wajah baru. Percakapan yang terjadi di malam-malam itu membuat saya mengenal satu-dua nama.

Rumah umat yang mendapat giliran doa Rosario bersama seringnya jauh dari tempat tinggal saya di Mess Kecamatan.

Cukup jauh untuk dicapai dengan jalan kaki. Lagi pun saya belum lancar mengendarai motor kopling, motor yang tersedia dan bisa dipinjam di komplek mes. Syukurnya saya hampir selalu mendapat tumpangan.

Adalah tiga orang saudara yang paling sering memberikan saya tumpangan.Ada Pak Okto yang seorang babinsa Pulau Raijua, Pak Vinsen dari Bank NTT, dan Pak Antonie dari Puskesmas Raijua.

Umat Stasi Santo Aloysius Raijua menemani saya hampir setiap hari di Oktober 2019 dan fakta ini yang membuat saya bersyukur sekali tiap mengingatnya.

Butuh komunitas

Dari pengalaman ini saya jadi mengambil satu refleksi bahwa kita, setidaknya saya, butuh komunitas untuk bertumbuh. Komunitas yang bisa saling mendukung, khususnya dalam perjalanan iman.

Lalu kedua, Pesparani. Tahun ini sejatinya Pesparani 2020 akan digelar di Kupang. Sayang sekali pandemi membuat gelaran ini hanya akan dilaksanakan secara virtual.

Selama setahun di Kabupaten Sabu Raijua, NTT, kesibukan untuk mempersiapkan gelaran ini terlihat. Bahkan sejak Oktober 2019 sudah diumumkan di gereja-gereja se-Paroki Seba, Sabu Raijua. Waktu itu dimulai satu tahap kompetisi, yaitu antar stasi.

Nah, yang mengejutkan bagi saya adalah sewaktu Ketua Stasi sana, Pak Tomas Nedabang, meminta saya untuk mewakili Stasi Raijua.

Saya diminta, agak langsung ditetapkan sebenarnya, untuk mewakili stasi dalam lomba mazmur.

Kaget setengah mati saya rasa waktu itu. Rasa percaya diri saya yang sedang tiarap waktu itu membuat saya mau menolak. Dorongan dan tarikan dari beberapa kakak dan mama akhirnya membuat saya meng-iya-kan.

Ini ajang kompetisi bernyanyi sendiri yang pertama kali saya ikuti. Biasanya saya lomba nyanyi secara keroyokan dalam kelompok paduan suara.

Saking groginya saya sampai meminta seorang kawan membantu saya pemanasan via WA, Koko Melvin saya memanggilnya.

Hari H lomba dengan persiapan sebisa saya, saya bermazmur di hadapan banyak orang. Suara saya bergetar dan ada satu-dua nada yang salah saya nyanyikan.

Tapi syukurnya saya bisa melewati dengan baik. Tidak dapat posisi pertama tapi saya tetap bangga.

Pengalaman ini membuat rasa percaya diri saya membaik. Dukungan orang-orang sekitar kadang berperan besar dalam hidup saya.

Begitulah. Dua hal ini, Bulan Rosario dan Pesparani mampu membawa saya kembali ke pulau kecil nun jauh di utara Australia sana.

Saya bersyukur dengan semua kesempatan dan perjumpaan yang saya alami di sana. Dalam kesempatan sekarang ini saya juga mau mengucapkan terima kasih ke umat katolik Stasi Santo Aloysius Raijua.

Terima kasih banyak oo, bapa, mama, deng adi-kaka basodara samua.

Basa Nova Siregar

Pengajar Muda 18 Indonesia Mengajar

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here