Catatan di Penghujung Hari: Manusia Bisa Amat Serakah

0
424 views
Ilustrasi (Ist)

BERITA Kompas terbitan hari ini berjudul Kerusakan Lingkungan Masif memberitakan bahwa intensitas dan skala bencana hidrometeorologi yang meliputi banjir, longsor, kekeringan hingga kebakaran hutan dan lahan akan terus meningkat. Perubahan cuaca hanya menjadi pemicu, tetapi penyebab utamanya adalah kerusakan lingkungan yang masih terus berlangsung karena turunnya daya dukung lingkungan. Rata-rata kerugian per tahun karena bencana alam ini bencana iniekitar 30 triliun rupiah, tetapi bisa lebih tinggi jika terjadi bencana skala besar.

Penyebab utama dari semua bencana ini adalah keserakahan manusia. Alam telah dieksploitasi secara besar-besaran. Itu karena manusia merasa diri sebagai penguasa alam sehingga merasa berhak untuk mengeksploitasinya. Sayangnya eksploitasi alam hanya menguntungkan segelintir manusia saja dan itu  secara khusus para pemilik modal.  Sedangkan mereka yang kecil, lemah, dan miskin menjadi korban aksi massif pengrusakan alam itu dan kemudian menanggung risiko akibatnya.

Kearifan lokal

Saya berandai-andai, kalau saja kearifan-kearifan lokal yang mewujud dalam mitos dan hukum adat dipatuhi dan dihidupi mungkin kerusakan lingkungan bisa dicegah atau minimal dikurangi. Seperti yang berlaku menurut hukum adat di Timor Leste:  kalau orang mau menebang pohon cendana, maka ia  harusminta izin kepada  tetua adat dan mereka secara bersama-sama akan mengukur diameter pohon.

Hanya pohon dengan diameter tertentu (pertanda sudah tua) boleh ditebang, dan penebang harus terlebih dahulu telah menanam lebih dari satu tanaman pengganti. Namun ketika ada pabrik pengolahan kayu cendana,  maka hukum adat itu tidak lagi berlaku . Yang kemudian berlaku adalah hukum ekonomi. Akibatnya runyam. Ketika saya ada di Timor Timur (nama waktu itu) pada tahun 1993, kayu cendana sudah sangat sulit ditemukan.

Cara memperlakukan planet bumi

Paus Fransiskus dalam seruan pastoral Laudato Si mengutip pernyataan Patriarkh Ekumenis Bartolomeus tentang perlunya setiap orang bertobat dari cara memperlakukan planet ini. Ia mengatakan sebagai berikut:

”Sekecil apa pun kerusakan ekologis yang kita timbulkan, kita dipanggil untuk mengakui kontribusi kita, kecil atau besar, terhadap luka-luka dan kerusakan alam ciptaan. Bila manusia menghancurkan keaneka-ragaman hayati ciptaan Tuhan; bila manusia mengurangi keutuhan bumi ketika menyebabkan perubahan iklim, menggunduli bumi dari hutan alamnya atau menghancurkan lahan-lahan basahnya; bila manusia mencemari air, tanah, udara, dan lingkungan hidupnya, maka  semua ini adalah dosa. Sebab kejahatan terhadap alam adalah dosa terhadap diri kita sendiri dan dosa terhadap Allah.”

Rasanya aneh dan tidak berguna di  zaman ini membicarakan dosa dan tidak dosa. Namun kiranya yang paling penting  adalah bahawa setiap dari kita menyadari dampak yang sekarang kita rasakan akibat kerusakan lingkungan. Butuh ketegasan pemerintah dan aparat hukum untuk menindak tegas korporasi-korporasi yang mengeksploitasi alam. Dalam skala kecil , setiap orang  dari kita juga harus berkomitmen mau mengurangi kontribusi merusak lingkungan.

“Terpujilah Engkau, Tuhanku, karena Saudari kami, Ibu Pertiwi, yang menopang dan mengasuh kami, dan menumbuhkan berbagai buah-buahan, beserta bunga warna-warni dan rerumputan”.

Semoga doa Gita Sang Surya St. Fransiskus Asisi menjadi doa kita syukur atas alam semesta yang mewujud dalam tidakan nyata mengurangi kontribusi kita atas perusakan alam semesta dan memberikan kontribusi nyata untuk merawat dan melestarikannya.

 

 

 

 

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here