Catatan Perjalanan Misi KBKK ke Manado (5)

0
1,840 views

Rekoleksi,  Katedral,  Heng Min  Bukit Doa

Setelah berhenti sejenak di Likupang rombongan kembali ke Lotta dan tiba sekitar pukul 15.00. Saya, dr. Irene, Lili dan Yuli menyempatkan diri berkunjung ke makam Tuanku Imam Bonjol yang letaknya tidak jauh dari tempat kami menginap. Kompleks makamnya cukup luas dengan rumah berarsitektur Minangkabau, di seberang jalan berdiri masjid kecil “Masjid Imam Bonjol”. Saya berutang foto pada seorang sahabat muslim di Padang yang baru tahu juga bahwa Imam Bonjol dimakamkan di Lotta. Aha!

Tak lama kemudian semua rombongan sudah berkumpul di Lotta. Sebelum kembali ke kamar tidur masing-masing kembali diingatkan untuk berkumpul di Kapel jam 18.00 untuk rekoleksi. Meskipun masih lelah, sore hari semua berkumpul kembali di Kapel. Saya mengajak untuk merenungkan ‘Panggilan Kemuridan’ dengan merenungkan pesan Injil Yohanes 1:35 -42.

Panggilan kemuridan adalah proses melihatmendengarmengikuti dan tinggal bersama Yesus. Proses inilah yang diwartakan dalam hidup. Dalam sesi kedua, setelah makan malam, Pastor Bernad mengajak untuk merefleksikan Allah adalah Kasih (Yoh 15: 9-17). Allah telah lebih dahulu mengasihi kita. Kita diundang mengalami dan hidup dalam kasih sehingga sanggup mengasihi sesama. Setelah permenungan, acara dilanjutkan dengan sharing dalam kelompok. Inilah sharing yang saling meneguhkan dan menguatkan. Indahnya saling berbagi.

Hari Minggu pagi, bertepatan dengan Pesta St. Arnoldus Jansen semua anggota merayakan ekaristi di Katedral Manado. Rm. Terry menjadi selebran utama, P. Bernad dan saya menjadi konselebran. Dalam kesempatan kotbah Rm. Terry mewawancarai dr. Irene seputar KBKK. Selanjutnya Rm. Terry mengajak umat untuk berani menjawab panggilan Tuhan seperti kedua murid Yohanes yang segera mengikuti Yesus setelah Yohanes Pembaptis memperkenalkan “Lihatlah Anak Domba Allah”.

Setelah perayaan ekaristi rombongan berkunjung ke rumah uskup dan bertemu dengan Mgr. Joseph Suwatan, Uskup Manado. Selanjutnya rombongan bersiap-siap untuk makan siang di Tinoor dan jalan salib di Bukit Doa. Kawasan Tinoor di perbukitan. Di sepanjang jalan terdapat restoran yang meyediakan menu khas Minahasa. Kami makan siang di Restoran “Heng Min”, diambil dari nama suami istri pemilik restoran ini.

Bermaksud memuaskan rasa ingin tahu, saya ke dapur dan meminta ijin apakah boleh memotret menu yang sudah tersaji? Setelah dibolehkan saya mengambil beberapa gambar. Konsep restorannya “all you can eat” dengan hitungan Rp. 20.000/orang. Semua menu disajikan di mangkuk kecil, seperti mangkuk bakso. Saya mencoba semua yang disajikan. Yang lain terpaksa menahan diri, karena ‘wasit’ yang siap-siap memberi peringatan ada di setiap meja.

Sebagai penutup tak lupa meminum saguer, tuak segar hasil sadapan dari pohon aren. Tentang minum saguer ini ada ungkapan :  1 botol buka suara, 2 botol tambah darah, 3 botol naik darah, 4 botol tumpah darah, 5 botol lupa saudara… Tinggal pilih yang mana hahahaha.

Karya seniman muslim

Setelah makan siang perjalanan dilanjutkan ke Bukit Doa. Kawasan yang sejuk dengan stasi jalan salib yang indah dan unik. Stasi-stasinya berada di jalan dengan patung-patung yang cukup besar. Patung-patung ini hasil karya seorang seniman muslim. Jika diperhatikan baik-baik semua patung bertekstur kasar, kecuali patung Yesus dan Bunda Maria bagian wajahnya sangat halus.

Pembuat patungnya beralasan wajah Yesus dan Maria yang mulus menampakkan sisi keilahian, sedangkan bagian tubuh yang kasar menunjukkan sisi kemanusiaan mereka. Yang Ilahi dan yang manusiawi bertemu. Kekudusan dan kerapuhan bersua. Puncak Jalan Salib adalah Gua Makam Yesus. Tak jauh dari situ ada lahan ampitheater terbuka yang bisa dipakai buat pertunjukan. Di dekatnya dengan latar belakng Gunung Lokon berdiri gereja kecil bergaya minimalis yang atapnya mirip terowongan.

Dari Bukit Doa kami menuju Danau Linau. Danau ini terletak di Kelurahan Lahendong, Kecamatan Tomohon Selatan, Kota Tomohon. Lokasi danau ini dulunya adalah kawah gunung berapi. Menurut cerita turun temurun dari orang-orang tua di wilayah itu, danau ini dulunya kawah. Namun setelah proses alam ribuan tahun menjadi danau.

Di Kafe Kafekoffie di pinggir danau rombongan ramai-ramai menikmati pisang goreng dan kopi. Setelah menikmati keindahan danau, pisang goreng dan kopi kami kembali ke Lotta. Tiba di Lotta tak menunggu lama, langsung membersihkan badan untuk makan malam dan jam 20.00 mengikuti doa taize bersama suster-suster DSY di Kapel Biara. Ikut juga dua orang pendeta sahabat Rm. Terry dalam doa meditatif selama satu jam ini.

bersambung

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here