CU Lestari Wonosobo: Mengembalikan Jatidiri Petani (2)

0
487 views
CU Lestari Wonosobo hasil besutan Sr. Theresianne PMY berusaha memberdayakan tingkat ekonomi keluarga di kalangan petani lokal di Wonosobo, Jateng. Dilakukan antara lain dengan mengajak petani berternak domba dan kambing, menanam bibit kentang, dan strawberry. (Dok. Sr. Theresiaane PMY)

INI adalah sebuah pengalaman yang tidak pernah dilupakan oleh Sr. Theresianne PMY.

Terjadi bersama para petani. Ketika berlangsung kegiatan refleksi bersama. Waktu itu dalam rangka mau menyambut tahun 2001. Saat dunia akan segera memasuki tahun millennium ketiga.

Harapan punya tanah

Tahun tersebut diyakini akan membawa rahmat perubahan bagi kehidupan. Sudah saat itu, orang mulai berani melontarkan pertanyaan kepada para petani.

Disampaikan secara terbuka dalam pertemuan kelompok. “Yen ana rejeki, apa sing dikarepna?“ (Kalau ada rezeki, apa saja keinginanmu?)

Satu petani dengan tangkas berani langsung menjawab dengan spontan: “Kalau saya, ingin tanah”.

“Kok tanah,“ tanya Sr. Theresianne PMY waktu itu. 

Punya tanah sendiri

Jawaban dan alasan tersebut menyentuh Sr. Theresianne PMY.

Pertanyaan serupa juga ditanyakan ke kelompok petani lain dan jawabannya pun senada.

Para petani yang tergabung dalam kelompok petani organik tidak semua memiliki tanah.

  • Ada yang menyewa sendiri atau secara berkelompok.
  • Ada pula yang menjadi pekerja buruh yang tidak menentu, terkadang sebagai buruh tani dan buruh bangunan.

Padahal Desa Wates, tempat mereka tinggal itu merupakan daerah berlahan subur dan berbukit-bukit yang terletak di lereng Gunung Sindoro.

Sayangya, lahan perbukitan di sekitar desa mereka sudah dikuasai oleh warga luar desa. Bahkan ada yang dari luar wilayah Temanggung.

Mereka memiliki tanah yang luas, bahkan ada yang kepemilikannya satu bukit.   

Mengolah tanah sendiri

Pekerjaan petani yang mengolah tanah itu sebenarnya adalah jawabah yang dicari oleh mereka. Dari pekerjaan ini, para petani menemukan makna dan tujuan hidup.

Dengan memiliki tanah identitas mereka sebagai petani menjadi utuh.

Identitas inilah makna pemberdayaan kedua yang dipetik oleh Sr. Theresianne PMY. Itu secara pribadi dia yakini sebagai tujuan ziarah dan menjadi pelaku perubahan bagi masyarakat di desa.

Dilakukan dengan terus memberi keyakinan, mereka itu sebenarnya mampu merubah hidup. Juga lalu mengajak mereka menemukan identitas tersebut bersama.

Program kepemilikan tanah

Setelah melalui diskusi yang panjang, akhirnya dibuatlah program kepemilikan tanah. Sumber pembiayaan awal berasal dari donasi Romo Rozemeijer MSC.

Uang donasi itu dititipkan kepada Sr. Alfonsa PMY. Nilainya waktu itu sebesar Rp 20 juta. Dana itu kemudian dikelola oleh CU Lestari.

Pertama kali hanya berhasil dibeli satu petak. Ketika dana terkumpul, maka lahan yang bisa dibeli bertambah satu petak berikutnya. Demikian seterusnya.

Permasalahan muncul, ketika dana untuk pembelian tidak ada. Sementara, petani yang mengikuti program ini juga semakin banyak.

Maka dibutuhkan dana yang bersumber dari para anggota baru, sedangkan hampir semua warga di desa Wates malah sudah ikut CU.

Mempromosikan CU

Kebutuhan akan jumlah anggota baru dilakukan dengan mengenalkan ‘kebaikan” CU. Dan hal itu memang harus segera dipromosikan.

Demi kemajuan CU secara organisasi itu sendiri. Dengan terus-menerus mempromosikan daya manfaat pemberdayaan ekonomi rakyat di kalangan petani. Atas inisiatif anggota warga Desa Wates, maka CU lantas mulai dikenalkan ke lingkungan-lingkungan terdekat dan terpencil.

Salah satunya menyasar Desa Cemara yang juga berada di wilayah Kabupaten Temanggung. Kawasan permukiman ini hampir tidak tersentuh oleh warga desa di sekitarnya. Karena letaknya cukup jauh dan jalan menuju lokasi juga sangat sulit. Harus melewati jalan setapak.  

Desa Wates, Kecamatan Wonoboyo, Kabupaten Temanggung di mana CU Lestari dulu muncul dan kemudian berkembang. (Dok. Sr. Theresianne PMY)

Simpan uang di bawah bantal 

Perkenalan ini membuahkan hasil postif, karena selama ini warga di desa tersebut menyimpan uangnya selalu hanya di bawah bantal. Bahkan jumlah nilainya juga cukup besar.  

Selama ini mereka kesulitan untuk menabung di bank yang jarak nya harus mereka tempuh cukup jauh. Dengan pelayanan menabung sampai ke lokasi, maka praktik ini memudahkan mereka bersedia mau menabung.  

Mereka juga percaya, karena yang mengenalkan CU adalah orang yang mereka kenal. Juga telahmelihat hasil dari orang yang mereka kenal. 

Akhirnya kebutuhan akan dana bagi program kepemilikan tanah dapat terpenuhi dan dananya bisa kembali diputar. Tanah yang mereka beli ditanami tembakau dan jagung.  

Berternak domba dan kambing sebagai kegiatan untuk menghidupkan ekonomi rumah tangga di keluarga-keluarga angggota CU Lestari Wonosobo.

Namun beberapa tahun terakhir ini, mereka mulai melakukan praktik penanaman secara tumpang sari dengan sayur organik.

Ini dilakukan dengan alasan berikut.

Jika hanya mengandalkan tembakau dan jagung, maka perputaran uang tunai tidak akan bisa jalan cepat. Tembakau butuh waktu enam bulanuntuk siap panen. Sementara, jagung butuh waktu tiga bulan.

Dengan tumpang sari sayur organik, lima belas hari sudah panen dan petani segera mendapat hasil untuk kebutuhan sehari-hari.

Yang terjadi sekarang, kepemilikan tanah atas lahan perbukitan itu sudah terpenuhi. Sungguh di Desa Wates itu sekarang ini para pemilik di lahan pertanian di areal perbukitan itu adalah warga desa. 

Saat ini, selompok petani muda desa Wates mencetuskan dan sedang mengembangkan core business-nya yaitu dengan menanam strawberry, pembibitan kentang, dan peternakan kambing dan domba.  

Menanam bibit strawberry. (Dok. CU Lestari Wonosobo)

Dipraktikkan dengan model penyertaan dana yang disediakan pihak investor dari luar kelompok petani. Yang pasti, para investor ini harus menjadi anggota CU Lestari terlebih dahulu. 

Model partisipasi ini sedang dalam proses uji coba. Petani dituntu  harus bisa menghitung prosentase saham atau investasi penyertaan dengan pembagian hasil nantinya. Dengan memperhitungkan luas tanah; juga produk investasinya: strawberry, bibit kentang, atau ternak kambing dan domba.

Sinergi antara kelompok petani dan CU Lestari melahirkan pemahaman yang sama tentang pembangunan pedesaan, yaitu tani lestari dan desa lestari.

Tani Lestari artinya bertani secara lestari atau berkelanjutan. Dengan cara mengolah tanah, menanam sayur maupun berternak dengan memperhatikan lingkungan.

Mengolah tanah agar subur dan menghasilkan kentang dan lainnya secara berlimpah. (CU Lestari Wonosobo)

Untuk itu sistim yang digunakan harus berkelanjutan terus-menerus. Menjadi Desa Lestari. Yaitu bagaimana CU Lestari menjadi motor perubahan di desa-desa melalui anggota dan pengurus di desa-desa tersebut.

Mereka didorong menjadi agen perubahan. Melalui pembangunan yang terjadi di desa dengan selalu menerapkan nilai-nilai CU Lestari yang berkelanjutan dalam semua aspek kehidupan di desa. Agar hasil dari pembangunan desa terus dinikmati oleh generasi mendatang.

Sumber: Wawancara dengan Sr. Theresianne PMY dan Majalah de Heeriaan 2017-4

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here