Dalam Politik, Kepentingan Nomor Satu

0
309 views
Binatang politik by Crevette le Blanc

BAPERAN-BAcaan PERmenungan hariAN.

Senin, 11 April 2022.

Tema: Belajar Peka.

Bacaan

  • Yes. 42: 1-7.
  • Yoh. 12; 1-11

MO, saya habis-habisan nih. Dan akhirnya, kalah. Tidak terpilih.

Kenapa bisa begitu? Apakah tidak bisa diantisipasi tingkat penerimaan dan kemungkinan dipilih?

Kalau di atas kertas sih oke. Tapi di dalam dunia politik, semua bisa terjadi tanpa bisa dikendalikan. Apalagi politik uang. Kalau tidak mau jor-joran pun, yang diharapkan, bisa tak terjadi.

Lalu gimana jadinya?

Ya, hilang Romo. Tetapi saya semakin tahu soal peta permainan. Dan saya tahu siapa yang sungguh-sungguh berjuang bersama atau hanya menikmati fasilitas tanpa bergerak. Badut-badut politik, Mo.

Apakah masih ingin terlibat?

Saya pikir-pikir lagi, Mo. Kalau pemain-pemainnya masih orang yang lama dan kesannya belum ada perubahan ya, pasif dulu.

Hilang, cuma-cuma dong, apa yang telah dikurbankan selama ini?

Dari segi materi mungkin  iya Mo. Hilang dan tidak akan kembali.

Tapi dari pembelajaran melihat peta politik dan gerakan-gerakan yang ada, saya semakin menyadari dan itulah pengetahuan yang tak dapat dibeli.

Saya dapat memetakan mana yang sungguh serius atau hanya yang ingin menggerogoti karena ada kesempatan.

Tapi ada untungnya juga, ya”

Saya malah dekat dengan pesaing saya. Kebetulan rival yang memenangkan adalah teman saya sendiri. Jadi saya masih membayangi, memantau gerak-gerik bahkan menyusun langkah di sekitar tempat kami.

Dan ada semacam konsensus bersama supaya kebersamaan dalam persaingan yang lalu tidak berakhir begitu saja, tetapi masih dalam ikatan bersama membangun masyarakat yang ada dengan segala program-program.

Di sana saya bisa masuk dan mungkin bisa mengembalikan apa yang hilang walaupun tidak semua.

Itulah politik, pura-pura bersaing tetapi sebenarnya di balik itu ada saling pengertian.

Lalu masalahnya apa sekarang?

Saya ingin terlibat aktif di berbagai kegiatan keagamaan. Dengan itu saya mungkin bisa belajar mengenal banyak orang yang suatu saat pasti saya butuhkan sebagai kerjasama yang berkelanjutan.

Apa motif awalmu?

Bermula dari apa yang saya alami.  Saya merasa kalau saya terlibat dalam dunia politik, saya bisa banyak berkesempatan untuk membuat sesuatu lebih baik. Dengan masuk dunia politik apalagi mempunyai kendaraan kekuasaan, akan lebih gampang mengatur anggaran agar pembangunan lokal  dapat diwujudkan.

Soal pengalokasian anggaran itulah yang menjadi titik poin bukan saja untuk memperbaiki tingkat kehidupan tetapi juga di situlah kesempatan bisa diambil.

Memang harus hati-hati dan ada koridor hukum yang harus ditaati dahulu. Tetapi namanya politik. Sebenarnya ingin membantu, memudahkan soal- soal kemasyarakatan.

Misalnya, izin mendirikan rumah ibadah. Di situlah awal panggilan saya sebenarnya.

Rupanya, ketulusan, niat baik dan pengurbanan tidak cukup. Begitu banyak trik-trik yang belum begitu dimengerti dan begitu banyak kelompok-kelompok yang arah pergerakannya tidak jelas. Tetapi di mana ada uang, semua bisa diatur. Di situlah kelemahan saya.

Belajar dari pengalaman, saya akan terus bergelut dalam bidang politik dan sementara kami sekeluarga juga berusaha mengembangkan usaha kami

Beberapa proyek sudah kami dapatkan. Artinya roda usaha juga dapat bergerak kembali di tengah situasi yang sulit ini

Kalau begitu intinya apa?

Yah, sekadar curhat saja. Saya minta doanya. Semoga saya lebih hati-hati dan tidak terjerat oleh tipu muslihat, akal-akalan dunia berpolitik, topeng pencitraan.  Saya masih  percaya bahwa lewat dunia dan kedudukan politik banyak keputusan-keputusan dapat dibuat demi perbaikan masyarakat.

Baiklah saya doakan kemurnian panggilanmu

“Mengapa minyak narwastu ini tidak dijual 300 Dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?” Hal itu dikatakannya bukan karena ia memberikan nasib orang-orang miskin, melainkan karena ia adalah seorang pencuri.” ay 5-6a.

Tuhan, jelikan aku dalam kehidupan ini. Amin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here