Di Griya Gus Dur, Anita Wahid Ingatkan Hoaks untuk Mengaduk-aduk Emosi (3)

0
523 views
Anita Wahid, puteri kandung almarhum Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Ia menjadi narasumber dalam kopdar kebangsaan membahas cara kerja hoaks dan dampaknya di Griya Gus Dur, Pegangsaan, Jumat, 19 Juli 2019. (Mathias Hariyadi)

SESI kedua program bina kebangsaan bertajuk Kopdar “Yuk, Bersatu Bangun Indonesia” difasilitasi oleh Anita Wahid, puteri kandung almarhum Presiden Abdurrahman “Gus Dur” Wahid.

Program ini dibesut bersama oleh Komunitas Universal (KU) dan Komunitas GusDurian Jakarta dan didukung oleh Bina Swadaya.

Anita Wahid memulai paparannya dengan tesis yang intinya mengatakan hoaks itu sejatinya sejak zaman dahulu kala sudah ada, dipraktikkan, dan memang punya maksud dan tujuannya sendiri. Hanya saja, kata Anita Wahid, di zaman komunikasi nirkabel tak terbatas ini, gaung dan ekses sebaran hoaks itu makin massif dan punya dampak yang dahsyat.

Mengaduk-aduk emosi

Anita Wahid lalu mengambil peristiwa kekalahan Ir. Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam kontestasi politik merebut kekuasaan sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Ahok itu populer, banyak jasa, namun toh bisa kalah,  justru karena dampak sebaran hoaks yang telah mengaduk-aduk emosi masyarakat.

Pada tataran representasi “identitas personal” yang bernama emosi itulah, demikian kata Anita Wahid, hoaks selalu bermain dan mengarahkan orang pada hal-hal yang kadang tidak rasional, sentimental, dan primordial sekaligus mendorong orang jadi  “fanatik”.

Dua contoh betapa massifnya “pengaruh” hoaks pada tingkat kesadaran masyarakat itu terjadi pada isu-isu mengenai well-being kita sebagai manusia pada umumnya.  “Dan kedua hal itu adalah isu-isu mengenai kesehatan dan kebencanaan,” papar Anita Wahid.

Setiap kali muncul informasi tentang “dunia” kesehatan dan peristiwa bencana alam, maka setiap orang akan secara instan pula ingin menginformasikan “berita” itu kepada relasinya tanpa terlebih dahulu mengecek kebenaran “berita” via medsos tersebut.

Alasannya masuk akal, demikian keyakinan Anita, karena setiap orang ingin bisa berpartisipasi “menyelamatkan” kerabatnya atau memberitahu informasi berharga bagi sanak-saudarinya, sekalipun konten dan narasi informasi itu salah, tidak benar, dan palsu alias hoaks.

Cara kerja hoaks di panggung politik

Praktik mengaduk-aduk emosi masyarakat itu, demikian Anita Wahid, juga terjadi di panggung kontestasi politik seperti Pilpres 2014 dan kemudian Pilpres 2019.

Cara kerja hoaks yang tujuannya mengaduk-aduk emosi manusia itu sesungguhnya sederhana, murah, efisien, namun pengaruhnya sangat efektif untuk “mengubah” sikap dan perilaku orang di masyarakat.

Hoaks by The College Fix

Masing-masing anggota masyarakat itu, kata Anita Wahid, memiliki historinya sendiri-sendiri.

Dengan merilis berita hoaks atau narasi berkonten tidak benar alias paparan datanya palsu, maka yang disasar sebenarnya histori individu yang ingin mereka mainkan agar trust publik kepadanya merosot atau bahkan hilang sama sekali.

Pada satu titik di mana trust masyarakat itu akan seorang individu –katakanlah bernama A–  sudah hilang atau telah merosot, maka nilai diri individu A dalam masyarakat juga akan luntur di mata orang lain.

Pilpres 2014 membuktikan bahwa hoaks sengaja disebarkan untuk mendiskreditkan calon presiden Joko Widodo dengan narasi “aneh-aneh” yang intinya membangkitkan kebencian dan berkurangnya trust publik pada Jokowi. Dan narasi itu digaungkan kembali dengan lebih massif lagi saat Pilpres 2019.

Yang menarik, demikian simpul Anita Wahid, orang-orang yang berhasil kena “santet” hoaks massif ini kemudian “menarik diri” dan kemudian hanya mau bergaul dengan orang-orang yang “sepaham” dengan mereka.

“Dalam bahasa yang lebih intelek, itulah kondisi post truth di mana yang namanya ‘kebenaran’  itu sungguh ditentukan oleh siapanya yang ngomong dan sejauh mana hal itu menguntungkan kelompoknya,” papar Anita Wahid.

Pilpres 2014, hoaks telah menghajar kredibilitas Jokowi dengan agenda politik agar tingat elektabilitasnya rendah. “Namun, tidak berhasil,” ungkap Anita .

“Pilpres 2019, hoaks itu muncul dari dua arah. Kedua pihak juga melancarkan serangan hoaks dengan tujuan sama yakni mendiskreditkan pihak seberang,” jelasnya lagi.

Namun, hoaks pada Pilpres 2019 memunculkan “kengerian” tersendiri di mana ujaran kebencian itu dikatakan secara massif dengan maksud-maksud tertentu. (Berlanjut)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here