Jumat, 6 Juni 2025
Kis 25:13-21
Mzm 103:1-2.11-12.19-20ab
Yoh 21:15-19
SERING kali kita merasa tidak layak di hadapan Tuhan. Kita mengingat dosa-dosa masa lalu, kegagalan-kegagalan yang berulang, luka-luka batin, dan kelemahan yang tak kunjung sembuh.
Dalam hati kita berkata, “Tuhan pasti menunggu aku berubah dulu, baru kemudian Ia akan memanggilku, memakai hidupku.”
Namun Injil memberi kita kabar baik yang mengejutkan: Tuhan tidak menunggu kita menjadi sempurna. Ia memanggil kita di tengah ketidaksempurnaan kita, saat kita masih rapuh, penuh cacat, dan berjuang.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?”
Jawab Petrus kepada-Nya: “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.”
Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku.”
Simon Petrus menyangkal Yesus tiga kali. Ia gagal dalam momen terpenting. Namun, ketika Yesus bangkit, Ia tidak membuang Petrus. Ia justru datang dan bertanya satu hal: “Apakah engkau mengasihi Aku?”
Bukan: “Apakah engkau sudah sempurna?” atau “Apakah engkau tidak akan gagal lagi?”
Yesus tahu kelemahan Petrus. Tapi kasih dan kesetiaan adalah hal yang paling penting bagi-Nya. Dari kasih itu, Yesus memulihkan dan mengutus Petrus: “Gembalakanlah domba-domba-Ku.”
Maka panggilan Tuhan bukanlah hadiah bagi orang sempurna, melainkan undangan bagi orang yang mau terus belajar mengasihi dan setia, meski masih jatuh bangun.
Panggilan Tuhan bukan ditujukan bagi yang sudah beres, tapi bagi yang bersedia dibentuk. Tuhan tidak menuntut kesucian yang instan, melainkan hati yang terbuka dan kasih yang setia.
Jika kita terus menunggu sampai sempurna, kita tak akan pernah melangkah. Tapi jika kita mempercayakan diri dalam kasih Tuhan dan berkata: “Tuhan, pakailah aku meski aku belum layak,” maka Ia akan menjadikan kelemahan kita sebagai jalan rahmat. Sebab dalam kelemahanlah kuasa-Nya menjadi nyata.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku percaya bahwa kasih Tuhan lebih besar dari masa laluku?