Doa “Bapa Kami” tanpa “Bapa”

0
612 views
Ilustrasi (Ist)

BAPERAN – BAcaan PERmenungan hariAN

Kamis, 17 Juni 2021

Brengsek dan Abnormal

Bacaan:

  • 2 Kor 11: 1-11
  • Mat. 6: 7-15.

KESABARAN dan keteguhan dalam kebaikan akan dapat menjadi penopang kehidupan dalam Tuhan. Sumber kedamaian. Sikap ini juga merupakan tanda kesetiaan akan kasih manusiawi dan kepercayaan akan Allah Yang hidup.

Sebaliknya, mengkompensasikan ketidakpuasan dengan marah dan tindak kekerasan dapat membahayakan kehidupan bersama.

Santo Paulus menasehati, “Alangkah baiknya, jika kamu sabar.” ay 1a.

Salahnya Bapa Kami

“Koko coba Doa Bapa Kami,” pintaku ke calon Komuni Pertama.

Bapa Kami…” lalu berhenti.

Terdiam.

Saya menunggu beberapa saat.

“Engga hafalkah atau lupa?”

 “Bapa kami yang…” tertunduk dan diam.

“Coba Ko dengan tenang. Bukan ujian kok. Tarik nafas. Jangan takut. Takut dengan Romo?”

Dengan tarikan nafas panjang dia berkata, “Bapa kami …” tapi lalu terhenti lagi.

Wajahnya terkesan kesel.

“Kenapa berhenti Ko, sulit?

Diam. Terdengar suara sesenggukan. Saya pun diam. Matanya berkaca-kaca. Menangis.

“Romo bantu. Ikutin.”

Ia meniru sampai pernyataan awal. Saya melanjutkan. Seketika saja meneteskan air mata.

“Inget papa. Kangen papa, Romo. Ingin ketemu papaa.”

Nafasnya tersengal- sengal.

Mak dek hatiku. Pasti ada sesuatu, kata batinku.

Ia menangis sesenggukan. Nafas pendek tersengal-sengal.

“Papa meninggal tujuh tahun yang lalu. Saya ingat papa. Papa orangnya baik. Saya dan adik selalu diajak papa pergi jalan-jalan. Kami beli martabak. Papa tidak pernah marah. 

Papa sayang ke mama. Saya lihat papa dan mama kalau berjalan pasti gandengan tangan. Kalau pergi papa selalu memeluk saya, adik dan merangkul mama. Papa sering main kuda-kudaan, tertawa bersama, lempar-lemparan bantal.

Papa suka usil. Kalau mau tidur selalu kitik-kitik, lalu papa meluk saya sampai saya tidur.

Tiba-tiba papa meninggal.

Mama cari uang sendiri. Terus mama kawin lagi. Saya punya papa baru. Galak dan suka marah-marah.

Awalnya baik, lama-lama suka marah. Mama dimarahi. Saya dan adik dibentak-bentak. Kata-katnya kasar. Saya melihat dia marah. Mama dipegang tanganya dan dibentak. Mama menangis, tapi rambutnya dijambak.

Mama teriak sakit. Mama berontak. Mama ditampar. Mamanya nangis. Adik dari papa baru dimanja dan dibela,” kisahnya.

Saya biarkan dia menangis.

Hati kecilnya terluka. Tersimpan rasa dendam. Terhantui ketakutan. Tak berdaya membela mamanya.

“Mama hanya bisa memeluk kami, kalau papa baru  belum pulang. Kami pun memeluk mama dan berdoa.

Papaku sering kami doakan. Mama bilang akan melindungi kami; membesarkan aku dan adikku. Mama janji  sekuat tenaga menjaga kami.

Mama bilang harus rukun, jangan nakal, jangan ribut. Mama sayang kalian. Mama sungguh menjaga dan melindungi kalian.

Papamu yang di surga pasti bangga melihatmu menjadi anaknya yang baik, nurut, rukun.”

Tiba-tiba saya ingin memeluk anak ini. Ia menangis dalam dekapku tanpa kata.

Lalu saya suruh menulis Doa Bapa Kami. Tapi dengan cekatan ditulis dan kata “bapak” tidak ditulis, dilewati.

Luka batin sejak kecil menghalangi keindahan dan kemuliaan Tuhan.

Hanya kelembutan pelukan dan kehangatan kasih mungkin dapat menyadarkan. Belum tentu menyembuhkan.

Bukankah karya penyembuhan adalah karya Roh Kudus?

Biarlah Ia berkarya, menyelinap dalam setiap hati yang berlutut dan berdoa.

Dua kali saya mengunjungi rumahnya. Ibunya berceritera bagaimana ia menyayangi dan membentengi anak-anak dari kekerasan papa tiri mereka. Tidak spesifik mengatakan perilaku negatif pasangannya.

Ia selalu berkata, “Romo, kami dalam proses perbaikan.”

Kunjungan kedua, suaminya ada. Sempat bicara bersama soal Komuni Pertama.

“Maaf, Romo. Ibunya sudah mengurusnya. Saya agak capek. Saya mau istirahat,” sela sang ayah.

“Maaf, ya Romo. Situasinya tidak enak.”

Spontan memeluk anaknya. Mencium kening mereka.

Tidak lama kemudian, kami berdoa Salam Maria. Saya pamit. Waktu menunjukkan pukul 20.15.

Yesus mengajari, “Jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di surga akan mengampuni kamu juga”, ay 14.

Tuhan, kuduskanlah ayah-ayah duniawi kami. Amin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here