Dua Logika Kehidupan

0
323 views
Ilustrasi - Perjanalanan cinta calon mempelai. (Ist)

SEBAGIAN besar dari kita mengenyam pendidikan Barat yang berdasar ilmu pengetahuan. Itu membentuk pikiran yang menggunakan bukti untuk mendukung kebenaran.

Penelitian untuk menguji kebenaran amatlah penting. Bukti menjadi kunci dan dasar untuk menggeneralisasi. Besi dipanaskan akan memuai. Karena diulang-ulang hal itu benar, bukti itu menggarisbawahi kebenaran.

Namun, logika hidup tidak selalu demikian. Bukti tidak selalu mendahului kebenaran. Cinta, misalnya, tidak menuntut bukti lebih dahulu. Orang mencintai lalu mengerti; bukan mengerti sepenuhnya, baru kemudian memutuskan untuk mencintai.

Umumnya orang tidak mengambil cinta, melainkan jatuh cinta. Pengalaman ini tidak memakai dan banyak kali melawan logika. Banyak yang tidak dimengerti tentang misteri cinta.

Iman juga tidak selalu mengandalkan logika ilmu pengetahuan. Tomas, salah satu murid Yesus adalah contoh orang yang memakai logika ilmu pengetahuan dalam beriman. Ia minta bukti untuk bisa percaya (bdk. Yoh 20: 25).

Yesus datang untuk meyakinkan dia. Tomas pun kemudian percaya. Bahkan menemukan identitas Yesus yang mendalam, yakni Yesus sebagai Tuhan dan Allah (bdk. Yoh 20: 28). Penemuan itu lahir karena imannya; bukan karena pengetahuannya.

Peristiwa itu digunakan oleh Yesus untuk mengajar Tomas dan kita semua. Bahwa orang perlu percaya terlebih dahulu, baru mengerti. Bukan sebaliknya.

“Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.” (Yoh 20: 29).

Apakah aku cenderung ingin melihat bukti lebih dulu, baru kemudian percaya kepada Tuhan?

Minggu Paskah II, 24 April 2022

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here